Minggu, 24 Mei 2009

Keutamaan Membaca Al-Quran

Para fuqoha telah bersepakat bahwa membaca Al Qur’an lebih utama daripada dzikir-dzikir maupun wirid-wirid lain yang dikhususkan pada suatu masa atau tempat tertentu, sebagaimana ditunjukkan oleh al qur’an maupun sunnah.


Diantaranya firman Allah swt :

إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يِهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا


Artinya : “Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS. Al Isra : 9)

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ وَلاَ يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إَلاَّ خَسَارًا


Artinya : “Dan kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. Al Isra : 82)

لَوْ أَنزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ


Artinya : “Kalau sekiranya kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (QS. Al Hasyr : 21)

Adapun diantara dalil-dalil dari hadits-hadits Rasulullah saw :


Sabda Rasulullah saw,“Orang yang mahir dalam Al Qur’an bersama duta-duta mulia lagi suci. Dan siapa yang membaca Al Qur’an dengan terbata-bata dan mengalami kesulitan maka baginya dua pahala.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Sabda Rasulullah saw,“Orang yang membaca satu huruf dari Kitabullah maka baginya satu kebaikan dan setiap kebaikan setara dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif laam miim satu huruf akan tetapi alih satu huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)

Sabda Rasulullah saw,“Dikatakan kepada para pembawa al Qur’an : baca dan naiklah serta tartilkan sebagaimana engkau telah mentartilkannya di dunia. Sesungguhnya kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca.” (HR. Ahmad)

Namun para ulama berbeda pandapat tentang perbedaan keutamaan diantara ayat-ayat Al Qur’an :

Jumhur ulama berpendapat bahwa sebagian surat dan ayat didalam Al Qur’an lebih utama dari sebagian yang lain berdasarkan nash-nash yang ada, diantaranya sabda Rasulullah saw,”Tidakkah kamu melihat ayat-ayat yang diturunkan pada waktu malam hari dan tidak satupun seperti ayat-ayat itu? Qul A’udzu birobbil falaq dan Qul A’udzu birobbin naas.” (HR. Muslim)

Sabdanya saw, ”Sesungguhnya satu surat didalam Al Qur’an yang terdapat didalamnya 30 ayat dapat memberikan syafaat bagi sseseorang sehingga dia diampuni (dosa-dosanya), yaitu surat Tabarokalladzi biyadihil mulk’ (Al Mulk).” (HR. Tirmidzi dan Ahmad)

Sementara Malik, Abul Hasan al Asy’ariy, Ibnu Hibban, Yahya bin Yahya dan al Qodhi Abu Bakar al Baqilani berpendapat bahwa tidak ada didalam Al Qur’an satu (ayat atau surat) yang lebih utama dari yang lainnya karena seluruhnya adalah perkataan Allah swt lalu bagaimana sebagiannya lebih utama dari sebagian yang lainnya? Bagaimana bisa sebagiannya lebih mulia dari sebagian lainnya? Dan agar tidak membuat bingung adanya yang dilebihkan berarti mengurangi kelebihan yang lainnya, untuk itu Imam Malik memakruhkan mengulang-ulang bacaan suatu surat sementara tidak pada surat yang lainnya. (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 11634)

Banyak sekali kitab-kitab yang mengulas tentang keutamaan membaca Al Qur’an ini dikarenakan banyaknya dalil-dalil yang menunjukkan hal tersebut baik dalil-dalil yang bersumber dari Kitabullah maupun hadits-hadits Nabi saw.
Diantara keutamaan-keutamaan lainnya yang disebutkan oleh asy Syeikh al Imam Abul Fadhl Abdurrahman bin Ahmad bin al Hasan ar Roziy al Muqri’ didalam kitabnya “Fadho’ilul Qur’an” adalah :

1. Keutamaan Al Qur’an dibandingkan perkataan-perkataan lainnya :
Sabda Rasulullah saw,”Keutamaan firman Allah azza wa jalla dibandingkan seluruh perkataan bagaikan keutamaan Allah dengan selain-Nya (makhluk-Nya.” (HR. Ad Darimi)

2. Al Qur’an lebih dicintai Allah swt daripada langit dan bumi serta yang ada didalamnya.

Sabda Rasulullah saw,”Al Qur’an lebih dicintai Allah daripada langit dan bumi serta yang ada didalamnya.” (HR. Ad Darimi)

3. Al Qur’an adalah cahaya ditengah kegelapan

Sabda Rasulullah saw,”Aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah dan Al Qur’an sesungguhnya ia adalah cahaya kegelapan, petunjuk di siang hari maka bacalah dengan sungguh-sungguh.” (HR. Baihaqi)

4. Ahlul Qur’an adalah keluarga Allah swt

Sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga dari kalangan manusia.’ Beliau saw ditanya,’Siapa mereka wahai Rasulullah.’ Beliau saw menjawab,’mereka adalah Ahlul Qur’an, mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang khusus-Nya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

5. Mereka adalah sebaik-baik umat.

Sabda Rasulullah saw,”Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhori, Abu Daud dan tirmidzi)

6. Mereka diberikan apa-apa yang diberikan kepada para nabi kecuali wahyu
“Pada hari kiamat didatangkan para pembawa Al Qur’an lalu Allah azza jalla berkata,’kalianlah wadah perkaan-Ku (Al Qur’an) maka aku berikan kepada kalian apa-apa yang Aku berikan kepada para nabi kecuali wahyu.” …… (Fadhoilul Qur’an hal 9 – 11) disadur dari eramuslim

Wallahu A’lam


Nikmat

Didalam Alquran Surat (55) Ar-Rahman di ucapkan berulang-ulang hingga 31 kali dari 78 ayat, "fabiayyi aala irabbikuma tukadzibaan" Maka Nikmat Tuhan yang mana lagi yang kamu dustakan? Betapa Allah menegaskan hingga berulang-ulang tentang nikmat yang dilimpahkan untuk seluruh umat manusia, bahkan seisi langit dan bumi. Kemudian diterangkan juga tentang pembalasan di akhirat, keadaan penghuni neraka dan penghuni surga, dan diterangkan pula tentang keadaan didalam surga yang dijanjikan Allah kepada penghuni surga yang bertakwa.

Begitu sayangnya Allah terhadap hambanya dengan melimpahkan segala nikmat. Bahkan hingga hari akhirat Allah janjikan nikmat yang sesungguhnya, yang kekal abadi bagi orang-orang yang bertakwa. Akan tetapi masih banyak orang yang masih berkeluh kesah menghadapi kenyataan hidup yang hanya sementara ini.


....Sesungguhnya jika kamu bersyukur akan nikmat Allah, pasti Kami akan tambahkan nikmatnya kepadamu, dan jika kamu mengingkari (kufur) akan nikmat Allah, maka sesungguhnya adzab sangat pedih. QS:14:7
Tapi betapapun dahsyatnya adzab Allah masih banyak orang yang berpaling dari kebenaran, dan menyimpang dari jalan yang lurus. Juga begitu indah dan megahnya karunia nikmat yang Allah limpahkan, masih banyak orang enggan untuk mengucap syukur. Bahkan masih terus berebut hak dan nikmat yang seharusnya orang lain rasakan.
Masih saja merasa kekurangan padahal begitu berlimpahnya nikmat yang telah ia rasakan.

”Dan tidak ada seorangpun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.” (QS Maryam ayat 71)

Maksud dari kata ”mendatangi” ialah melintas di atas Neraka Jahannam dengan menyeberangi jembatan tersebut. Semua orang beriman –bagaimanapun kualitas imannya- pasti mengalaminya. Hanya saja Allah jamin keselamatan bagi mereka yang imannya sejati (orang-orang bertaqwa). Dan adapun mereka yang imannya bermasalah (orang-orang zalim/kaum munafik) akan jatuh tergelincir ke dalam Neraka Jahannam saat melintasinya.

Dalam sebuah hadits bahkan secara lebih detail Nabi Muhammad SAW., menggambarkan keadaan jembatan dimaksud. Jembatan itu lebih tipis dari sehelai rambut dan lebih tajam dari sebilah pedang. Laa haula wa laa quwwata illa billah...! Betapa sulitnya bagi kita untuk berjalan menyeberang di atasnya. Tetapi Allah Maha Perkasa sekaligus Maha Bijaksana. Allah akan berikan bekal bagi orang-orang yang imannya sejati untuk sanggup melintas di atas jembatan tersebut. Beginilah gambaran Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengenai jembatan tersebut dengan kejiadian-kejadian yang menyertainya

“Dan Neraka Jahannam itu memiliki jembatan yang lebih tipis dari rambut dan lebih tajam dari pedang. Di atasnya ada besi-besi yang berpengait dan duri-duri yang mengambil siapa saja yang dikehendaki Allah. Dan manusia di atas jembatan itu ada yang (melintas) laksana kedipan mata, ada yang laksana kilat dan ada yang laksana angin, ada yang laksana kuda yang berlari kencang dan ada yang laksana onta berjalan. Dan para malaikat berkata: ”Ya Allah, selamatkanlah. Selamatkanlah.” Maka ada yang selamat, ada yang tercabik-cabik lalu diselamatkan dan juga ada yang digulung dalam neraka di atas wajahnya.” (HR Ahmad 23649)

Jadi, menurut hadits di atas ada mereka yang bakal menyeberanginya dengan selamat dan ada yang menyeberanginya dengan selamat namun harus mengalami luka-luka dikarenakan terkena sabetan duri-duri yang mencabik-cabik tubuhnya. Lalu ada pula mereka yang gagal menyeberanginya hingga ujung. Mereka terpeleset, tergelincir sehingga terjatuh dan terjerembab dengan wajahnya ke dalam neraka yang menyala-nyala di bawah jembatan. Na’udzubillahi min dzaalika...!

Lalu bagaimana seseorang dapat menyeberanginya dengan selamat? Nabi Muhammad SAW., menjelaskan bahwa pada saat peristiwa menegangkan itu sedang berlangsung para Nabi dan para malaikat sibuk mendoakan keselamatan bagi orang-orang beriman. Mereka berdoa: ”Rabbi sallim. Rabbi sallim. (Ya Rabbi, selamatkanlah. Ya Rabbi, selamatkanlah).” Selanjutnya Allah akan memberikan cahaya bagi setiap orang. Baik mereka yang beriman sejati, mereka yang banyak berbuat dosa, maupun yang munafik sama-sama memperolehnya. Namun ketika sedang melintasi jembatan tersebut orang-orang yang imannya emas akan terus ditemani dan diterangi oleh cahaya tersebut hingga selamat sampai ke ujung penyeberangan. Sedangkan orang-orang munafik hanya sampai setengah perjalanan melintas jembatan tersebut tiba-tiba Allah mencabut cahaya yang tadinya menerangi mereka sehingga mereka berada dalam kegelapan lalu terjatuhlah mereka dari atas jembatan shirath ke dalam api menyala-nyala Neraka Jahannam. Na’udzubillahi min dzaalika...!

Saudaraku, sungguh pemandangan yang sangat mendebarkan. Pantaslah bila Nabi Muhammad SAW.,menyatakan bahwa saat peristiwa menyeberangi jembatan di atas Neraka Jahannam sedang berlangsung setiap orang tidak akan ingat kepada orang lainnya. Sebab semua orang sibuk memikirkan keselamatannya masing-masing.

Untuk itu, marilah kita berlomba-lomba dalam kebaikan dan berusahalah untuk mensyukuri nikmat yang tealah Allah limpahkan kapada kita semua.

Wallahu'alam bishawab

Sabtu, 23 Mei 2009

Cinta Kepada Guru Mursyid

Suatu ketika seorang anak muda datang kepada Syaikh, “Maulana, Saya bingung berilah saya rasa damai. Beberapa waktu yang lalu, saya jatuh cinta kepada seorang gadis, dan kami sempat memutuskan untuk menikah. Tetapi di lain pihak, dia menemukan pria lain yang dia suka dan malah akhirnya merekalah yang menikah! Saya sangat menderita akibat hal ini, tak tahan rasa sakitnya.” Lalu Syaikh menjawab, “Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Temui gadis lain dan nikahi dia.”

Si anak muda menjawab, “Usul yang baik, Syaikh! Tetapi pikiran saya selalu terbersit oleh kenangan akan gadis itu dan jikalau saya mencoba jutaan kali, saya tidak bisa melupakannya.” Syaikh bertanya, “Mengapa kamu sampai mengingatnya seperti demikian?” Anak muda itu menjawab, “Sebenarnya bukan saya sengaja melakukannya, tetapi selalu saja hal itu datang ke
ingatanku Syaikh. Selalu saja bayangannya melewati nuansa pikiran ini.



Nah bukankah hal ini sangat luar biasa? Si anak muda tidaklah sampai menyembah gadis itu; tidak pernah menerima formulasi wirid dari gadis itu yang memuat nama-nama atribut sang gadis. Inilah konsekuensi dari Cinta dan kebersamaan. Ketika meletakkan seseorang di Qalbu dengan rasa cinta (mahabbah), kita tidak akan mampu untuk menghilangkannya. Inilah buahnya muraqaba. Lalu mengapa kita tidak melakukan hal tersebut terhadap Syaikh atau guru kita? Sang Syaikh hanya memerlukan satu kali untuk memasuki kalbu dan pikiran kita, lalu akan terus bersemayam di dalamnya terutama setelah mahabbah, kita pun berkonjugasi dengannya.

Jangan berpikir bahwa para Sufi dapat menerima pandangan yang mengatakan bahwa Sufisme bertentangan dengan syari’at? Ini tidak pernah menjadi masalah, dan tidak akan menjadi masalah. Dari Rasulullah saw, Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq ra, Sayyidina ‘Ali ra dan seluruh guru Sufi, semuanya menghormati dan menjaga syari’at sepenuhnya. Yang kami maksud adalah guru Sufi sejati, bukan anak-anak yang memproklamirkan dirinya sebagai guru Sufi dan membawa seluruh khuza’balat, ide-ide bodoh dan omong kosong diberikan kepada sufisme. Apakah Sufisme seperti ini? Sufisme berarti bahwa kalian tidak mengangkat kepalamu dari
posisi sujud.

Kalian lihat mereka yang mengaku guru sufi, mereka tidak memelihara janggut, tidak memakai turban, tidak memperhatikan sunnah Rasulullah saw, dan tetap mengaku sebagai guru Sufi dan berbicara mengenai Jalaluddin ar-Rumi atau Muhyiddin ibnu al-‘Arabi, atau Abu Yazid al-Bistami . Abu Yazid al-Bistami, Muhyiddin ibnu al-‘Arabi dan Jalaluddin ar-Rumi menyangkal mereka! Para Awliya ini tidak menerima mereka karena mereka akan bertentangan dengan syari’at.

Guru Sufi yang palsu bahkan mengaku bahwa kita tidak perlu berwudhu. Bagaimana mungkin wudhu tidak diperlukan? Salah satu Nama Rasulullah saw adalah Nabi dari “orang-orang yang bercahaya", al-ghurr al-mujjalin. “Orang pertama yang akan kupanggil menghadapku untuk masuk ke dalam surga dan bertemu dengan Allah di surga dan tetap bersamaku adalah mereka yang anggota tubuhnya bercahaya seperti cahaya matahari karena dibasuh dengan wudhu” (Bukhari-Muslim) . Setiap orang di antara kalian yang selalu menjaga wudhunya akan termasuk orang-orang yang beruntung itu.

Ketika Abu Huraira ra ditanya mengapa beliau membasuh anggota tubuhnya dengan air melebihi yang diperlukan, beliau menjawab bahwa beliau ingin seluruh anggota tubuhnya bersinar pada hari itu. Lalu bagaimana mungkin—orang yang mengaku Sufi—berkata bahwa wudhu tidak diperlukan? Mereka mengaku bahwa mereka melakukan wudhu dengan cara menghirup, lalu mengeluarkan semua kotoran mereka. Ini lebih baik dilakukan di kamar mandi, bukan di masjid. Kalian hanya bisa masuk ke masjid setelah melakukan wudhu! Tidak ada satu pun yang dapat membersihkan kalian kecuali dengan wudhu. Kami membantah apa yang mereka katakan. Mereka yang mengaku Sufi itu bukan Sufi sejati tetapi sesungguhnya menentang sufisme, dan merekalah yang memberi citra buruk kepada sufisme.

Wallahu'alam Bishawab

Sabtu, 09 Mei 2009

Bersentuhan Sesama Kelamin

Bersentuhan sesama kelamin dengan menggunakan alat atau kain bisa dikategorikan kedalam masturbasi jika kita melihat makna etimologi dari istimna’ (masturbasi) yaitu bahwa pada asalnya istimna’ (masturbasi) adalah mengeluarkan mani bukan melalui persetubuhan, baik dengan telapak tangan atau dengan cara yang lainnya. (Mu’jam Lughotil Fuqoha juz I hal 65)

Begitupula makna masturbasi didalam dunia seksologi yaitu menyentuh, menggosok dan meraba bagian tubuh sendiri yang peka sehingga menimbulkan rasa menyenangkan untuk mendapat kepuasan seksual (orgasme) baik tanpa menggunakan alat maupun menggunakan alat... Sedangkan onani mempunyai arti sama dengan masturbasi. Namun ada yang berpendapat bahwa onani hanya diperuntukkan bagi laki-laki, sedangkan istilah masturbasi dapat berlaku pada perempuan maupun laki-laki.


Didalam buku-buku fiqih, kata-kata istimna’ (masturbasi) dipakai untuk mengeluarkan mani dengan menggunakan tangannya atau tangan istrinya namun jika kita melihat kepada tujuan dari perbuatan itu yaitu mengeluarkan mani maka mengeluarkan mani dengan cara apa pun tanpa memasukkan kemaluan laki-laki ke kemaluan wanita maka ia bisa dikatakan sebagai perbuatan masturbasi.

Jika Bukan dengan Istrinya.
Pada dasarnya zina adalah masuknya kemaluan seorang laki-laki kedalam kemaluan seorang perempuan yang tidak sah baginya atau bukan istrinya tanpa adanya keraguan dengan masuknya kemaluan laki-laki itu kedalam kemaluan perempuan itu, berdasarkan firman Allah swt ;

وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً


Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Israa : 32). Dan para ulama telah bersepakat jika hal itu terjadi maka wajib bagi pelakunya dikenakan hadd (sangsi).

Namun demikian ada suatu hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh bahwa Nabi saw bersabda,”Sesungguhnya Allah telah menetapkan terhadap anak-anak Adam bagian dari zina yang bisa jadi ia mengalaminya dan hal itu tidaklah mustahil. Zina mata adalah pandangan, zina lisan adalah perkataan dimana diri ini menginginkan dan menyukai serta kemaluan membenarkan itu semua atau mendustainya.” (HR. Bukhori)

Hadits diatas menjelaskan kepada kita bahwa zina bisa terjadi melalui pandangan, perkataan, begitupula dengan tangan atau anggota tubuh yang lain yang kemudian diikuti oleh kemaluannya.
Namun terhadap zina kedua ini maka pelakunya tidaklah dikenakan hadd (hukuman) bahkan kafarat dikarenakan tidak adanya nash yang jelas menyebutkan tentang permasalahan ini.

Dan apa yang jadi pertanyaan yaitu terjadinya sentuhan antara dua kemaluan dari dua orang yang tidak dihalalkan diantara mereka berdua atau bukan antara suami istri maka ini termasuk perbuatan zina mekipun tidak masuk dalam kategori pertama namun ia lebih berat daripada sekedar masturbasi dengan menggunakan mata, tangan sendiri, perkataan atau sejenisnya. Dan hal ini termasuk didalam perbuatan yang diharamkan.

Wallahu A’lam Bishawab

Seks Dalam Pandangan Islam

Syeikh Yusuf al Qaradhawi mengatakan bahwa al Qur’an tidaklah melupakan aspek seksual dan hubungan badan antara suami dan istrinya. Didalamnya terdapat petunjuk kepada jalan yang paling lurus yang mengantarkan kepada fitrah dan insting yang pada saat bersamaan ia menjauhkannya dari kerusakan dan penyimpangan.

Telah diriwayatkan bahwa orang-orang Yahudi dan Majusi terlalu berlebihan didalam menjauhkan para wanitanya pada saat haidh sedangkan orang-orang Nasrani justru menyetubuhi dan tidak memperdulikan haidh mereka. Adapun pada orang-orang jahiliyah apabila para wanitanya mendapatkan haidh maka mereka tidaklah memberikan makan, tidak memberikan minum dan tidak juga duduk bersama mereka diatas tempat tidur dan tidak menempatkan mereka di rumah seperti yang dilakukan orang-orang Yahudi dan Majusi.

Karena itu sebagian kaum muslimin menanyakan kepada Nabi saw tentang apa-apa yang dibolehkan dan diharamkan bagi mereka didalam bercampur dengan istri mereka yang sedang mendapatkan haidh maka turunlah ayat yang mulia :

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىَ يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al Baqoroh : 222)

Orang-orang Arab memahami bahwa makna menjauhkan para wanita haidh adalah tidak menempatkan mereka di rumah, maka Nabi saw menerangkan kepada mereka maksud dari ayat itu dengan mengatakan,”Sesungguhnya aku memerintahkan kalian agar menjauhkan dari menyetubuhi mereka apabila sedang haidh dan aku tidak memerintahkan kalian untuk mengeluarkan mereka dari rumah sebagaimana dilakukan oleh orang-orang asing. Maka tatkala orang-orang Yahudi mendengar hal ini mereka pun berkata,”Orang ini menginginkan agar tidak meninggalkan sesuatu dari permasalahan kita kecuali terdapat perbedaan didalamnya dengan kita.”

Maka tidak mengapa bagi seorang muslim apabila ingin bersenang-senang dengan istrinya dengan tetap menjauhi tempat yang kotor, dengan begitu sikap islam—sebagaimana biasanya—adalah sikap yang moderat antara sikap orang-orang yang berlebih-lebihan didalam menjauhi wanita yang sedang haidh hingga mengeluarkannya dari rumah dengan sikap orang-orang yang berlebih-lebihan didalam mencampurinya hingga terjadi persetubuhan.

Penemuan kedokteran modern menyatakan bahwa darah haidh merupakan materi yang beracun didalam tubuh apabila tersisa sebagaimana penyingkapan rahasia dari perintah untuk menjauhkan dari menyetubuhi para wanita yang sedang haidh. Dan alat-alat reproduksi berada dalam keadaan terhenti, otot-otot berada dalam keadaan bergejolak dikarenakan sekresi kelenjar-kelenjar internal maka mencampuri (jima’) dengannya akan membahayakan diri wanita itu bahkan bisa menghentikan keluarnya darah haidh sebagaimana hal itu dapat menyebabkan keguncangan otot-otot... sehingga terkadang dapat menyebabkan peradangan pada alat-alat reproduksi.

Telah terjadi pada masa sahabat bahwa salah seorang sahabat saat bermain-main didalam pembukaan persetubuhanya dengan istrinya dia menghisap kedua putingnya dan menyusu darinya yaitu merasakan sedikit susu darinya. Kemudian dia mendatangi Abu Musa al Asy’ari dan meminta fatwa darinya maka Abu Musa mengatakan kepadanya,’Maka dia haram bagimu.’ Kemudian dia mendatangi Abdullah bin Mas’ud dan beliau mengatakan kepadanya,”Tidak ada salah bagimu. Tidak ada rodho’ (susuan) kecuali antara dua tahun. Hadits dari Rasulullah saw,’Susuan pada usia dua tahun.’ Sedangkan firman Allah swt :


وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ


Artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (QS. Al Baqoroh : 233)

Maksudnya, susuan yang menjadikannya mahram bagi wanita itu adalah usia tertentu yaitu usia dimana manusia mengalami pertumbuhan daging, penguatan tulang yaitu pada usia dua tahun pertama adapun setelah usia itu maka tidak ada rodho’ah (susuan). Maka Abu Musa al ‘Asy’ari mengatakan,”Janganlah engkau bertanya (lagi) kepadaku selama tinta ilmu ini (maksudnya : Abdullah bin Mas’ud, pen) berada ditengah-tengah kalian. Maka bagi seorang suami diperbolehkan menyusu dari istrinya, hal itu adalah bagian dari bersenang-senang yang disyariatkan dan tidak perlu merasa sempit.”

Para fuqaha juga memperbolehkan bagi seorang istri mencium kemaluan suaminya dan kalaupun seorang suami mencium kemaluan istrinya maka tidaklah mengapa. Adapun jika tujuannya adalah mengeluarkan mani darinya maka kemungkinan hal itu adalah makruh. Aku (al Qaradhawi) tidak bisa mengatakan bahwa hal itu diharamkan karena tidak ada dalil yang mengharamkannya secara pasti. ( Dan itu (kemaluan) bukanlah tempat kotor seperti halnya dubur dan tidak ada nash tertentu namun itu adalah sesuatu yang dianggap kotor oleh manusia. Maskipun seseorang bersenang-senang melalui mulut (oral seks) adalah prilaku yang tidak umum namun kita tidak bisa mengharamkannya khsususnya jika hal itu dilakukan dengan kerelaan istri dan menyenangkan istrinya.

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ ﴿٥﴾
إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ ﴿٦﴾
فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاء ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ ﴿٧﴾


Artinya : ‘Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Mukminun : 5 – 7). Ayat inilah dasarnya.

Sesungguhnya hubungan seksual antara suami istri mempunyai pengaruh yang sangat penting didalam kehidupan suami istri. Terkadang ada yang tidak memberikan perhatian terhadapnya dan meletakkannya pada tempat yang tidak sesuai hingga menjadikan keruh kehidupannya, menyebabkannya gundah bahkan terkadang menjadikannya akumulasi kesalahan didalamnya sehingga mengkandaskan kehidupan suami istri..
Mungkin ada sebagian orang yang beranggapan bahwa islam mengabaikan sisi ini dan enggan memberikan perhatian terhadapnya. Mungkin sebagian lainnya mengira bahwa agama ini terlalu tinggi dan suci untuk mamasuki sisi ini walaupun hanya sekedar pengetahuan dan pengarahan atau penentuan hukum dan penataan berdasarkan pandangan sebagian ahli agama terhadap seks adalah “sesuatu yang kotor dan rendah bagai hewan”

Realitanya bahwa islam tidaklah melupakan sisi yang sensitif ini dari kehidupan manusia dan kehidupan keluarga. Ia memiliki berbagai perintah dan larangannya baik berupa arahan dengan wasiat akhlak atau berupa aturan-aturan yang mengikat.
Yang pertama ditetapkan islam dalam sisi ini adalah pengakuan terhadap fithrah yang mendorong kepada seks serta keasliannya, dan merendahkan berbagai pandangan berlebihan yang condong kepada penyimpangan atau anggapan bahwa hal itu adalah sesuatu yang kotor dan menjijikkan. Untuk itu agama melarang orang-orang yang ingin mematikan syahwat seksnya, sedangkan yang lainnya mengatakan mereka ingin menjauhi para wanita dan meninggalkan pernikahan, sabda Rasulullah saw,”aku adalah orang yang paling mengetahui dan paling takut daripada kalian kepada-Nya akan tetapi aku bangun dari tidur, aku berpuasa dan berbuka dan aku menikahi para wanita. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku maka dia bukanlah dari golonganku.”

Wallahu'alam Bishawab

Isteri dan Bidadari Surga

Ada seorang suami yang baru berumah tangga selama dua tahun, sudah hampir satu tahun ini dia ditinggal wafat oleh istrinya tercinta yang sedang hamil delapan bulan anak pertama yang sangat mereka harapkan.

Dia bertanya, apakah ada doa khusus yang dicontohkan oleh Rasulullah saw untuk mendoakan wafat seorang istri yang sedang hamil supaya di akihrat nanti ia dapat bertemu dan berkumpul kembali bersama mereka?


Doa untuk orang yang sudah meninggal adalah sebagai berikut:

" اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ، وَعافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وأكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بالمَاءِ والثَّلْجِ وَالبَرَدِ، ونَقِّهِ منَ الخَطايا كما نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الأبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وأبْدِلْهُ دَاراً خَيْراً مِنْ دَارِهِ، وَأهْلاً خَيْراً مِنْ أهْلِهِ، وَزَوْجاً خَيْراً مِنْ زَوْجِهِ، وأدْخِلْهُ الجَنَّةَ، وأعِذْهُ مِنْ عَذَابِ القَبْرِ أو مِنْ عَذَابِ النَّارِ "


Didalam riwayat muslim lainnya disebutkan " وَقِهِ فتْنَةَ القَبْرِ وَعَذَابَ النَّارِ "

Dan apabila anda ingin menambah doa-doa lainnya yang secara khusus ditujukan untuk istri anda maka diperbolehkan bagi anda dengan menggunakan bahasa Indonesia dan berdoa sekehendak anda untuk kebaikannya di akhirat serta kebaikan anda dan keluarga yang ditinggalkannya.

Dalam hal berdoa dengan menggunakan bahasa selain arab ini maka Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa berdoa diperbolehkan dengan menggunakan bahasa arab dan selain bahasa arab. Dan Allah swt mengetahui maksud dari orang yang berdoa dan keinginannya walaupun orang yang bersangkutan kurang baik didalam menyebutkannya. Dan Allah swt mengetahui kegaduhan suara-suara yang berdoa dengan berbagai bahasa untuk berbagai macam keperluan.” (Majmu’ al Fatawa juz XXII hal 488 – 489)

Bagaimana Keadaan Seorang Istri di Surga?
Adapun jika seorang wanita meninggal sebelum dia sempat menikah dengan seorang laki-laki maka Allah lah yang menikahkannya kelak di surga dengan seorang lelaki dunia, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Tidaklah ada di surga seorang bujang.” (HR. Muslim). Syeikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa jika seorang wanita belum menikah di dunia maka Allah swt yang menikahkannya dengan seseorang yang menyedapkan pandangan matanya di surga. Kenikmatan di surga tidaklah terbatas untuk kaum laki-laki akan tetapi untuk kaum laki-laki dan wanita dan diantara kenikmatan itu adalah pernikahan. Demikian halnya dengan seorang wanita yang meninggal dalam keadaan sudah dicerai.

Demikian pula terhadap seorang wanita yang suaminya tidak masuk surga, Syeikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa seorang wanita yang masuk surga dan belum menikah atau suaminya tidak termasuk kedalam ahli surga maka jika wanita itu masuk surga dan di surga terdapat lelaki dunia yang belum menikah maka seorang dari merekalah yang menikahinya. Adapun seorang wanita yang meninggal setelah menikah dan dia termasuk ahli surga maka di surga dia akan bersama suaminya yang menikahinya saat meninggalnya.

Adapun seorang wanita yang ditinggal suaminya terlebih dahulu kemudian ia tidak menikah lagi setelahnya hingga dia meninggal dunia maka wanita itu akan menjadi istrinya di surga. Adapun seorang wanita yang ditinggal suaminya terlebih dahulu kemudian ia menikah lagi setelah itu maka wanita itu menjadi istri bagi suaminya yang terakhir walaupun wanita itu pernah menikah dengan beberapa laki-laki, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Seorang istri untuk suaminya yang terakhir.” (Silsilatu al Ahadits ash Shahihah Lil Albani) dan perkataan Hudzaifah kepada istrinya,”Jika engkau mau menjadi istriku di surga maka janganlah engkau menikah sepeninggalku. Sesungguhnya seorang istri di surga adalah untuk suaminya yang terakhir di dunia. Karena itu Allah swt mengharamkan istri-istri Nabi untuk kmenikah sepeninggal beliau saw karena mereka adalah istri-istrinya saw di surga.”

Wallahu'alam Biashawab

Minggu, 03 Mei 2009

Cahaya Itu Jangan Dibiarkan Meredup

Semut-semut kecil... saya mau tanya... apakah kamu didalam tanah... tidak kegelapan... ini adalah penggalan bait sebuah lagu anak-anak, namanye juga anak-anak iseng aje nanya-nanyain semut. Tapi ada benarnya juga bertanya, dengan bantuan apa koloni semut itu dalam beraktivitas di bawah rongga-rongga tanah? yang kita tahu pastinya disana memang gelap, tidak ada cahaya tembus menerangi. Karena dalam sudut pandang manusia dalam beraktivitas kita memerlukan cahaya dalam membantu mata kita dapat melihat. Ketika siang kita dibantu cahaya mentari, ketika malam kita dibantu cahaya rembulan. Lain manusia lain juga dengan semut, Allah SWT menciptakan semut yang tinggalnya di dalam rongga-rongga tanah yang sarat dengan kegelapan tetapi semut masih bisa beraktivitas dalam kegelapannya itu. Itulah kebesaran dan kekuasaan Allah SWT.

Karena sangat perlunya cahaya, akhirnya manusia berfikir bagaimana kalau cahaya matahari dan rembulan itu tidak bisa maksimal dalam membantu mata kita untuk melihat karena cahayanya terhalang atap atau sekat sebuah bangunan. Maka digunakanlah api untuk menerangi, dari dengan cara membuat obor, api unggun, lampu tempel sampai lilin khususnya untuk dimalam hari. Kemudian akhirnya biidznillah manusia menemukan bola lampu, yang sampai saat ini sangatlah berguna bagi kita untuk membantu beraktivitas dalam ruang yang terhalang dari cahaya sinar mentari dan rembulan.


Cahaya mentari, rembulan, obor, lampu tempel, lilin sampai bola lampu itu memang sangatlah diperlukan oleh kita manusia untuk membantu dalam menjalani aktivitas di dunia ini. Cobalah kita berjalan di dalam gelap, tentunya kita tidak akan bisa kecuali kita mendapati cahaya walaupun hanya sedikit. Bersyukurlah kita akan nikmat yang Allah SWT berikan kepada kita, nikmat mata yang dapat melihat dan nikmat cahaya yang dapat menerangi.

Kita manusia memerlukan cahaya bukan hanya untuk berjalan ketika di dunia, tetapi kita juga amat sangatlah perlu cahaya untuk perjalanan kita menuju ke akhirat. Apa jadinya ketika dalam perjalanan kita menuju akhirat tempat kita hidup untuk selama-lamanya kelak, tidak ada cahaya yang menerangi. Pastinya kita tidak ingin kita tersesat dalam sepanjang perjalanannya, tersesat ke tempat dimana kita tidak menginginkannya.

Hanya ada dua tujuan perjalanan kita menuju akhirat, Syurga dan Neraka. Cahaya akan menuntun kita ketempat yang kita sama-sama inginkan yaitu Syurga. Karena dengan cahaya kita bisa melihat jalan menuju ke sana. Tetapi ketika kita tidak mendapatkan dan jauh dari cahaya itu maka kita akan tersesat menuju Neraka.

”Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al Hadid:28)

Cahaya itu jangan dibiarkan meredup, meredup dengan banyaknya kemaksiatan yang kita lakukan. Meredup bersamaan dengan lemahnya keimanan kita yang ketika dibiarkan semakin turun kualitasnya. Ketahuilah Keimanan kita itu kadang naik dan kadang turun, Imam Al Ghazali menerangkan bahwa keimanan kita naik ketika kita dalam keta’atan kepada-Nya, dan keimanan kita turun ketika kita asyik terlena dengan kemaksiatan kepada-Nya.

Kembalilah kita kepada sumber cahaya itu yaitu Al Qur’an, dan berdoalah kepada Allah SWT untuk senantiasa diberikan kesempurnaan cahaya pada diri kita dan memohon ampun kepada-Nya. Mumpung kita masih diberi waktu.

”Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Qs. As Syuura:52)

”Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (Qs. At-tahrim:8)
Wallahu'alam bishawab

Istri Sakit, Suami Bagaimana?

Menjalani bahtera rumahtangga merupakan amal sholeh yang dapat dilalui dengan aman bila disertai dengan cinta. Seorang iburumahtangga yang notabene adalah istri dari seorang suami, akan menggeluti kegiatan kesehariannya dengan penuh tanggungjawab. Memberikan pelayanan dan kesediaan untuk selalu ada di setiap waktu bagi penghuni rumah. Tidak ada kata yang lebih indah untuk mengungkapkan, selain rasa CINTA yang dalam terhadap orang-orang yang dikasihinya. Kadang waktu yang tersisa tak cukup untuk membuatnya menghela napas.

Tapi itu tak menjadikan dirinya merasa sebuah pengorbanan. Cintanya murni, tak pernah terlintas sedetik pun tuk mengharapkan balasan. Semuanya dikerjakan dengan ikhlas. Cintanya tak jua luntur walau kadang penghuni rumah, seringkali memberikan sinyal tak suka akan bantuannya. Semuanya di terima dengan lapang dada. Begitu pula bila suaminya, yang hanya bisa memberikan kritikan tanpa mengurangi beban kerja rutinnya. Semuanya hanya bagai angin yang berhembus sejenak. Tak ada masalah.


Sang istri yang ikhlas ini akhirnya jatuh sakit. Semua pekerjaan kesehariannya menumpuk di setiap ruang. Tak ada sentuhan dari orang sekitarnya, hanya ada sedikit lirikan. “Ah… ibu sedang sakit, bagaimana dengan kami? Anak-anaknya kebingungan. Suaminya pun tak kalah sibuknya. Sibuk dengan rasa cemas, terhadap istrinya yang tergolek lemah. Memberikan semangat, agar tak usah bersedih- semuanya cobaan dari Allah S.W.T. Maka sang suami pun mengambil amanah sang sang istri dalam urusan domestic rumahtangga. Karena tak terbiasa dengan kondisi itu, maka dia pun merasakan beban yang sangat berat. Sebelum shalat subuh dia harus membangunkan anak-anaknya.

Biasanya, dialah yang dibangunkan. Ketika jam menunjukkan jam enam pagi, maka dia pun kerepotan untuk menyiapkan sarapan tuk diri dan penghuni rumah. Biasanya, dia tinggal menikmati. Bila tak sesuai selera, maka sebuah komentar yang kadang memanaskan telinga sang istri yang telah kepayahan. Menyiapkan anak-anak untuk segera mandi, berpakaian dan sarapan ternyata sang suami merasakan pekerjaan yang sangat berat. Selama ini dia tak pernah sedikitpun memberikan ulurannya tuk kegiatan ini. Ketika harus menjalaninya, maka barulah dia mengetahui bagaimana sibuknya sang istri tercinta saat subuh hingga keberangkatan mereka keluar dari rumah.

Istri yang sakit tak jua kunjung sembuh. Batas kesabaran sang suami berada di titik puncak. “Kalau sakit jangan terlalu di manja. Jangan tidur melulu, sakitnya tambah payah!” Suami sudah tak mampu mengontrol emosi, padahal sang istri baru sakit dua minggu. Sementara pekerjaan rumah telah di jalani lebih dari lima tahun. Tentu saja perbandingan waktu yang tak seimbang. Tapi, suami sudah kepayahan.

Suami yang biasa hanya berkomentar, tentu saja akan kerepotan. Dia tak siap untuk kejutan pahit ini. Istri yang super perkasa selama ini, ternyata punya batas kekuatan. Orang-orang yang dicintainya, akhirnya mengeluh dengan keadaannya. Istri yang sakitpun, tak bisa berdialog dengan mereka dengan hati yang berbunga. Karena orang disekitarnya memasang wajah penuh cemas dan rasa tak sabar, akan kesehatannya. Semuanya dirundung mendung, menantikan saatnya turun hujan kasih dari sang bunda. Ayahnya, ternyata tak setelaten ibunya dalam menanggapi semua kebutuhan dan kemanjaan mereka. Mereka pun akhirnya stress!

Mau cari pembantu? Sang suami tak punya cukup uang. Sementara dia sudah di ujung tanduk. Pekerjaan yang dua mingguan ini dirasanya, telah membuatnya lebih tua dari usianya. Tak pernah terlihat lagi senyum maupun candaan pada anak-anaknya. Semuanya dalam koridor TEGANG!

Beberapa kejadian ini telah saya lihat di sekitarku. Suami yang biasanya memandang remeh pekerjaan istrinya yang tinggal di rumah. Dan memaklumi diri untuk tidak turut terjun ke daerah domestik, karena merasa telah berjasa besar menafkahi keluarga yang dicintainya. Tak ada ucapan terimakasih, walau pun sang pujaan hati telah bersusah payah menyediakan semua kebutuhan hariannya. Semuanya dalam pemakluman :” Memang tugasnya!”.

Sungguh kasihan mendapatkan suami dengan type begini, tak ada rasa sayang yang murni. Inginnya di mengerti, tapi tak mengerti keadaan pendampingnya. Dengan beberapa orang anak yang berbeda karakter, tentu saja dengan pelayanan beberapa karakter pula ditambah dirinya yang punya karakter yang lain. Tak pernah terlintas sejenakpun untuk membuat sebuah kejutan :”Hari ini, ibu tak usah repot di rumah. Kami semua akan mengerjakannya!”. Hari libur, merupakan hari yang harusnya dilewati dengan nyaman. Sang istri malah mendapatkan pekerjaan tambahan : Memasak makanan khusus, yang tentu saja membuat energi harus dilipat gandakan.

Sang istri yang telah sembuh, akan membuat rona bunga mekar di setiap sudut rumah. Membuat wajah-wajah yang mendung menjadi bersinar kembali. Anak-anakpun dapat merasakan kegembiraan yang telah hilang beberapa hari. Sang ayahpun tak kalah gembiranya, di kecupnya kening istri :”Jaga kondisi ya…” Suami pun memberikan sentuhan hangat, karena beban itu telah lepas dari pundakya. Hem!

Istri yang sakit untuk beberapa hari, ternyata punya hikmah sendiri buat penghuni rumah. Anak-anak telah mengerti pengorbanan dan CINTA sang bunda padanya. Suami pun mengerti, betapa berat pekerjaan sang tercinta dalam mengelola urusan rutin rumah mereka. Semuanya dalam keadaan saling memahami satu sama lainnya. Sangat indah suasana itu. Menggoreskan rasa aroma bunga di hati.

Rona yang indah hanya berjalan beberapa jeda waktu. Kegiatan sang istri berulang kembali seperti biasanya. Kebiasaan lama mewarnai kembali kegiatan hariannya Semuanya kelihatan wajar, hingga pada satu titik waktu – sang bunda harus pulang kehadirat Sang Ilahi. Bila itu terjadi : “Akankah orang disekitarnya serasa mendapat sambaran petir di siang hari bolong?”

( Tapi ini hanya kejadian yang langka, bila dibandingkan dengan seorang suami yang mengerti dan turut terjun di daerah domestik rumah-tangganya. Semoga kita bukan merupakan bagian dari cerita ini. )

Wallahu'alam bishawab

Jumat, 01 Mei 2009

CERITA MOTIVASI

Saya ingat ketika masa kecil merengek pada orang tua minta dibelikan sepeda. Karena melihat teman-teman banyak yang sudah punya. Terlihat raut wajah bapak yang tega melihat saya merengek minta di belikan sepeda, namun apadaya bapak saya tak sanggup membelikannya. Karena himpitan ekonomi yang menderanya, dan harus menghidupi isteri dan kelima anaknya si bapak bekerja keras banting tulang mencari nafkah untuk keluarga tercinta. Kesehariannya hanya bercocok tanam dengan menumpang diladang orang lain (tumpang sari) karena tidak memiliki lahan kebun yang luas. Terkadang berdagang keliling dengan memikul barang dagangannya. Tapi karena cintanya terhadap keluarga ia rela kena terik matahari yang menyengat tubuhnya yang mulai lemah. Terkadang harus basah kuyup karena derasnya hujan dan tidak memiliki payung tuk melindungi diri dan dagangannya.


Entah yang keberapa kali saya minta di belikan sepeda, namun belum juga permintaanya dipenuhi. Hingga pada suatu saat saya berkata: "Pak, aku minta di beliin sepeda", si bapak memelukku sambil membelai rambut dan berkata: Memangnya kamu sudah bisa naik sepeda nak? Belum pak, makanya belikan aku sepeda biar aku bisa naik sepeda. Lalu bapak berkata lagi, sekarang kamu belajar dulu naik sepedanya kan bisa pinjam punya temanmu. Nanti kalau sudah "bisa" beli sepedahnya ya...? Spontan saat itu saya melompat kegirangan karena akhirnya bapak mau membelikan sepeda. Maka setelah itu sepulang sekolah sya langsung ganti pakaian dan mencari teman-teman yang punya sepeda yang bisa di pinjam atau di sewa. Ketika itu saya di beri bekal sekolah Rp: 50. rupiah, tapi kerena saya ingin bisa naik sepeda, uang itu tidak saya jajankan.

Karena saya khawatir teman saya yang punya sepeda itu tidak mau memberi pinjam sepedahnya. Dan ke khawatiran saya itu ternyata benar, karena ternyata teman saya itu tidak mau memberi penjaman sepedahnya. Akhirnya saya kasih uang yang Rp;50. rupiah itu sebagai sewa sepeda. Dengan semangat saya belajar sendiri tak ada yang membimbing atau memberikan arahan tentang bagaimana cara naik sepeda. Saya belajar dari pukul 11.wib hingga hampir maghrib. Alhamdulillah meskipun saya rasakan tangan saya serasa berat dan pegal-pegal, akhirnya saya bisa juga naik sepeda walau terkadang masih sering jatuh. Berkat kegigihan saya untuk bisa naik sepeda dan mendapat hadiah sepada dari bapak, dan dengan uang jajan yang hanya Rp; 50.rupiah buat nyewa sepeda seminggu kemudian saya bisa naik sepeda dengan lancar.

Setelah saya bisa naik sepeda dengan lancar, lalu saya menagih janji pada bapak saya yang akan membelikan sepeda jika saya sudah "bisa" naik sepeda. Dengan senyumnya bapak saya merasa gembira melihat saya bisa naik sepeda lalu berkata: "Sekarang kamu sudah pintar naik sepeda walau harus bersusah payah pinjam bahkan sewa sepeda teman kamu, sekarang kamu juga pasti "bisa" beli sepeda walau harus bersusah payah untuk membli sepeda" bapak hanya bisa memberikan do'a serta MOTIVASI HIDUP, agar kelak dewasa nanti kamu tidak bergantung kepada orang lain. Bee your self, jadilah dirimu sendiri sesuai dengan Fithrah-Nya. Jangan terlalu bergantung terhadap orang lain, tapi gantungkanlah cita-cita dan harapan-harapanmu kepada Allah SWT. Kadukan nasibmu pada Ilahi Rabbi, dan berbaik sangka lah pada-Nya karena Allah akan membalasnya dengan kebaikan yang berlipat ganda.

Wallahu 'alam bishawab

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger