Minggu, 27 September 2009

Jangan Gulung Sajadahmu

“Jangan buru-buru kau gulung sajadahmu,
meski Ramadhan kan berlalu
karena ibadah tak kenal waktu”

Banyak cara menyentil hati. Seperti kata-kata diatas. Adalah sebuah petikan kalimat dari seorang desain grafis dari Jogjakarta bernama Budi Yuwono. Gambaran lengkapnya, dalam sebuah karya desain grafisnya, digambarkan sebuah sajadah yang digulung, lalu dituliskan petikan kata-kata itu. Sederhana, tapi sanggup membuat kita bercermin lagi tentang ibadah yang selama ini kita jalankan.

Seperti kenyataan yang ada, setiap bulan ramadhan masjid-masjid begitu ramai. Orang tua, remaja, anak-anak begitu riuh. Tah hanya saat menjelang buka puasa tiba. Orang-orang juga begitu bersemangat dalam menjalankan ibadah sholat taraweh bersama, mendengarkan kultum dengan semangat. Bahkan, di pagi haripun mereka berbondong-bondong menunaikan shalat subuh bersama di masjid. Pandangan yang, subhanallah.

Wajah demikian memang jarang, bahkan tak kita temukan di bulan selain ramadhan. Saat subuh tiba misalnya, masjid-masjid begitu sepi. Kalaupun ada yang sholat berjamaah bersama, tentu tak seramai di bulan ramadhan seperti sekarang ini. Namun, pemandangan selanjutnya, semakin mendekati lebaran, masjid masjid kembali seperti semula, menjadi sepi seperti biasanya.


Jangan Gulung Sajadahmu...

Apa yang engkau rasakan ketika membaca tiga kata itu? Saya kira, bagi mereka, khususnya seorang muslim yang taat, akan merasa tak enak hati, merasa begitu tersindir hatinya ketika menyadari bahwa kenyataannya, ibadah dan laku kebaikan yang dilakukan kian menyurut.

Memang tiga kata itu, “Jangan Gulung Sajadahmu” semacam kiasan. Agar, kita tak lekas menyudahi amal kebaikan dan kebajikan kita seperti yang kita kerjakan selama bulan ramadhan. Begitu juga, amalan-amalan yang kita kerjakan dengan sepenuh khusuk. Contoh kecil saja, mungkin di hari biasa kita malas untuk sholat berjamaah, di bulan ramadhan kita mendadak rajin sholat berjamaah. Akankah kebiasaan ini akan lekas kita tinggalkan?

Pesan kecil dari semua ini, jangan lekas kita sudahi kebiasaan baik ini. Biarkan sholat berjamaah menjadi kebiasaan bagi selama 11 bulan berikutnya. Begitu juga misalnya kebiasaan untuk berusaha sabar dan menahan amarah. Lihat saja, di bulan ramadhan, pengendara mobil maupun motor di ibukota lumayan sabar dan berhasil menahan amarah. Ketika mobil atau motornya diserempet orang, biasanya mereka akan maklum adanya. Oh, alangkah indahnya ketika hal demikian juga berlaku pada hari selain ramadhan.

Kini, lebaran sudah kita lewati. Tradisi khas orang Indonesia, mereka yang berada di perantauaan berbondong-bondong pulang ke kampung masing-masing. Saling bersilaturahmi, saling melepas rindu, saling berbagi cerita. Bersyukur mereka yang bisa menikmatinya, sebab banyak orang yang terpaksa menahan rindu, berteman kesepian. Tidak bisa pulang ke kampung karena berbagai hal. Uang yang tak cukup, pekerjaan yang masih menumpuk, tak kebagian tiket dsb.

Yang pasti, setelah kita disentil dengan sebaris kata karya seorang desainer grafis itu, membuat kita seharusnya malu diri. Sungguh, dia sebenarnya telah menjadi juru penyampai kebaikan, walau dengan satu “ayat” tapi sanggup membuat kita berkaca, membuat kita bercermin.

Bulan ramadhan sesungguhnya bulan penggemblengan. Hasilnya, tentu akan terlihat pada sebelas bulan berikutnya. Apakah kita akan lebih rajin beribadah? Apakah kita akan lebih giat lagi berderma? Apakah kita akan lebih peduli pada kaum yang kekurangan? Apakah kita akan lebih rajin lagi menabur kebaikan?

“Jangan Gulung Sajadahmu”...

Atas salah kata
Khilaf tanpa sengaja
Mohon maaf atas semuanya
Semoga Allah selalu memberkahi
Dan meridhoi kita. disadur dari Yons Achmad

SELAMAT BERHARI RAYA

Allah Lebih Dekat dari Urat Leher

Firman Allah swt :

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ ﴿١٦﴾
إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ ﴿١٧﴾


Artinya : "Dan Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.” (QS. Qoff : 16 – 17)

Firman-Nya,” وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيد “ artinya : “dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” adalah para malaikat Allah swt lebih dekat kepada manusia dari urat lehernya. Dan barangsiapa yang menakwilkannya atas dasar ilmu maka dia akan menghindar agar tidak terjadi penyatuan antara keduanya (hulul / ittihad), dan hal itu tertolak berdasarkan ijma’, Maha Suci dan Maha Tinggi Allah swt. Namun lafazh tidaklah menunjukkan yang demikian karena Allah swt tidak mengatakan,”dan Aku lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” akan tetapi Dia swt mengatakan,”dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya”

Sebagaimana disebutkan didalam ”al Muhtadhor” bahwa makna dari :


Artinya : ”Dan kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. tetapi kamu tidak melihat,” (QS. Al Waqi’ah : 85) yaitu malaikat-Nya, sebagaimana firman Allah swt :


Artinya : ”Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al hijr : 85) yaitu malaikat turun dengan membawa Al Qur’an dengan izin Allah swt. Begitu pula dengan malaikat lebih dekat kepada manusia dari pada urat lehernya dengan kekuasaan Allah terhadap mereka. (Tafsir al Qur’an al Azhim juz VII hal 398)

Sedangkan makna ”ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.” yaitu Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya saat kedua malaikat mencatat amalnya. Artinya bahwa Kami lebih mengetahui tentang keadaannya dan Kami tidak memerlukan malaikat pemberitahu akan tetapi kedua malaikat itu ditugaskan untuk suatu keperluan sebagai penegasan perintah.

Al Hasan. Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa المتلقيان adalah dua malaikat yang mencatat amalmu, satu berada di sebelah kananmu mencatat amal kebaikanmu sedangkan yang lainnya berada di sebelah kirimu mencatat amal keburukanmu.

Al Hasan mengatakan,”Hingga jika engkau meninggal maka ditutuplah lembaran catatan amalmu lalu pada hari kiamat maka dikatakanlah kepadamu, firman Allah swt :

Artinya : "Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu". (QS. Al Israa : 14) ....demi Allah engkaulah yang telah menjadikan dirimu menghisab dirimu sendiri.” (al Jami’ Li Ahkamil Qur’an juz IX hal 11 - 12). disadur dari Era muslim

Wallahu A’lam

Rabu, 16 September 2009

Istri-istri Dulu Vs Istri-istri Sekarang

Ada uang abang disayang, tak ada uang abang diterjang. Entah ini hanya sekedar pribahasa atau kata-kata mutiara, yang pasti maknanya cukup menggelikan. Mungkin pribahasa ini lahir dari realita yang ada sekarang dimana memang para istri sudah agak ketat dan bersyarat dalam memberikan kasih sayang kepada para suami.

Sangat berbeda dengan prinsip yang dianut oleh kaum istri yang ada pada zaman salaf (istri-istri sahabat, tabi'in dan tabi' tabi'in) dahulu dimana mereka tidak hanya menyayangi suami ketika ada uang, tetapi juga menyayangi suami dengan kasih sayang yang mutlak, baik dalam keadaan sempit maupun dalam keadaan lapang..

Lihatlah Sayyidah Fatimah Az Zahra radhiallahu anha, penghulu kaum wanita di surga ini sangat menyayangi suaminya Sayyidina Ali karramallahu wajhah yang susah penghidupannya. Ketika sebelum menikahpun, beliau sudah sangat menyadari betapa akan susahnya nanti jika harus berumah tangga dengan Sayyidina Ali. Tetapi beliau percaya akan pemuda tawaran bapaknya ini suatu saat nanti akan menjadi surga beliau di dunia dan akhirat.


Kehidupan Sayyidina Ali yang susah bukan karena beliau seorang pengangguran, tetapi karena waktunya banyak habis di medan jihad sehingga menuntut beliau untuk kerja musiman saja memperdagangkan barang-barang dagangan orang-orang Quraisy.

Sering sekali dapur Sayyidina Ali tidak mengepul untuk beberapa hari. Sayyidina Ali, Sayyidah Fatimah dan anak-anaknya Hasan, Husain dan Zainab sering makan sehari-hari dengan buah tamar (kurma) yang keras.

Sayyidah Fatimahpun menumbuk makanannya sendiri tanpa ada pembantu sehingga tangannya yang mulia dan halus sering lecet dan menjadi kasar. Pernah Sayyidina Ali menyuruh Fatimah untuk meminta ayahnya memberikan seorang jariyah (budak wanita) untuk membantu pekerjaan rumahnya. Benar saja, ketika Nabi Saw datang ke rumah Sayyidah Fatimah (kala itu Sayyidah Fatimah kebetulan sedang menggiling gandum), beliau meminta ayahnya untuk memberikannya seorang jariyah, tapi Nabi Saw bukannya malah memberikan seorang jariyah, malah menyuruh batu gilingan yang ada di genggaman tangan Fatimah untuk bergoyang sendiri dan menumbuk gandum dengan sendirinya. Nabi Saw Bersabda, "Kalau engkau mau Fatimah batu itu dapat menjadi khadimmu (pembantu)." Dan ternyata benar saja, batu gilingan itu bergerak dan menggiling dengan sendirinya (Hingga kisah ini banyak sekali diabadikan oleh para ulama dalam berbagai kitab yang berkenaan dengan mu'jizat Rasul Saw seperti Khushushiyat Rasul karya Syaikh Nuruddin Al-Banjari dan Mawahib Al-Ladunniyah karya Imam Al-Kasthallani). Kejadian ini justru membuat Sayyidah Fatimah malu, dan entah apa yang dipikirkan oleh wanita terbaik ini hingga akhirnya Sayyidah Fatimah lebih memilih untuk bersabar dengan kehidupan susahnya dan menolak tawaran Rasul Saw. Tak lama setelah itu, Rasulullah Saw datang kembali ke rumah Fatimah dan mengajarkan kalimat subhanallah, alhamdulillah dan Allahu akbar masing-masing sebanyak 33 kali.

Sayyidina Ali sering sekali pulang dari pasar membawa hasil dagangannya.dengan hasil yang minim atau bahkan sering juga tidak sama sekali. Itupun kalau sudah dapat, Sayyidina Ali sering sekali menyedekahkannya kepada fakir miskin yang beliau temui di jalan pulangnya. Mungkin kita sering mendengar berbagai kisah Sayyidina Ali yang gemar menyedekahkan hartanya walaupun dalam keadaan susah. Di antara yang pernah saya dengar adalah pernah sudah tiga hari keluarga Sayyidina Ali tidak makan. Di rumah tidak ada apa-apa lagi yang bisa dijual selain sebuah jubah usang yang jika dijual hanya akan cukup untuk membeli beberapa potong roti saja. Tidak ada cara lain, mengingat Hasan, Husain dan Zainab sudah sangat kelaparan. Jubah usang yang sulit laku itu sepertinya memang harus dijual. Sayyidah Fatimah meminta suaminya untuk menjualnya dan uangnya dibelikan beberapa potong roti. Alhamdulillah ternyata terjual dan Sayyidina Alipun menukarkannya dengan tiga buah potong roti. Perut Sayyidina Ali yang sudah sakit keroncongan tidak ingin mencabik roti itu sedikitpun sebelum sampai di rumah dan menikmati kelezatan roti itu bersama istri dan anak-anaknya. Tapi apalah daya, di dalam perjalan menuju pulang, tiga kali Sayyidina Ali berpapasan dengan tiga orang pengemis yang kelaparan. Ketiga potong roti itupun habis dibagi-bagikan kepada para pengemis.

Anda jangan berpikir, sesampai di rumah nasib Sayyidina Ali akan tragis sebab pasti akan didamprat oleh istri yang sudah kelaparan. Ternyata tidak, setelah mengetahui Sayyidina Ali tidak membawa sedikit makananpun, Sayyidah Fatimah menyambut suaminya itu dengan penuh senyum dan rahmat. Selanjutnya saya tidak tahu, entah apa yang akan mereka makan pada hari itu. Husnuzhon saya mungkin di dalam rumahnya Allah menurunkan hidangan surga untuk keluarga itu, pastinya kita tidak ada yang tahu. Yang jelas ternyata mereka masih terus bertahan hidup untuk waktu yang lama setelah hari itu walaupun kejadian itu tidak terjadi hanya sekali atau dua kali.

Itu hanyalah salah satu contoh perilaku dari sekian banyak istri-istri di masa salaf. Kita dapat menyimpulkan bahwa akhlak mereka rata-rata adalah sabar dan tabah terhadap kesusahan hidup, ikhlas dan ridha atas musibah yang menimpa keluarga, pekerja keras, takut kepada Allah, jujur dan sangat menjaga kehormatan dan hak-hak suami baik ketika adanya maupun ketika tiadanya. Tidak pernah kita mendengar istri-istri para sahabat dan tabi'in selingkuh apalagi membunuh suami.

Coba bandingkan dengan istri-istri sekarang. Jika abang pulang tidak bawa uang, pasti loyang akan melayang dan piring-piring berterbangan. Suami jangan berharap pulang akan disambut dengan wajah bidadari yang penuh senyuman. Justru yang menyambut adalah wajah "Mak Lampir" yang penuh auman. Setelah itu berlanjut menuju meja makan, suami jangan berharap telah tersuguhkan berbagai macam hidangan, justru yang tersisa hanya kerak dan tulang. Istri-istri sekarang sudah terlalu kurang ajar, maunya hanya ketika senang, ketika susah suami ditendang. Untung hak cerai ada di tangan suami. Kalau di tangan istri, pasti di sana-sini sudah banyak janda-janda tua yang berserakan.

Sudah banyak saya mendengar kabar, istri-istri yang membunuh dan membakar suami hanya karena suami tidak mau memberi uang. Bahkan sudah ada istri yang berani melakukan mutilasi (memotong-motong tubuh menjadi beberapa bagian) terhadap suaminya. Begitu pula istri yang menusuk suami dari belakang kayaknya sudah tidak terbilang.

Banyak sudah istri-istri yang membunuh anaknya hanya karena takut suami tidak mampu membiayai. Istri yang menanam anaknya dalam septic-tank, ibu yang membakar anaknya, ibu yang mencekik anaknya dan sebagainya…pokoknya sudah terlalu sering saya dengar baik di televisi maupun di surat kabar.

Saya juga pernah menemukan beberapa istri yang sering memaki suami seperti mengatakan; suami tidak bisa diharap, suami tak tau diuntung, suami hanya bisa buat anak tapi ngga bisa ngurus anak dan sebagainya. Kalimat-kalimat ini sering saya jumpai. Alangkah malangnya nasib kaum suami di zaman bluetooth ini . Sungguh sangat berdosa besar istri yang menghardik suaminya. Dan Nabi Muhammad Saw ketika pulang dari Isra' Mi'raj bersabda:

"Aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti itu sama sekali. Aku melihat kebanyakan penduduknya adalah wanita." Shahabat bertanya, ”Mengapa demikian wahai Rasulullah?“ Beliau saw menjawab, “Karena kekufuran mereka.” Kemuian ditanya lagi, “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “Mereka kufur kepada suami-suami mereka, kufur tehadap kebaikan-kebaikan suami-suami mereka. Kalau engkau (wahai para suami) berbuat baik kepada salah seorang diantara mereka (istri kalian) selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata, "Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.” (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas ra)

Inilah akibat angin yang dihembuskan oleh aktivis gender dan Barat yang sering menyuruh kaum istri menuntut persamaan dan melakukan dominasi atas kaum suami. Padahal Allah sudah bilang: و ليس الذكر كالأنثي (ال عمران: 36) "…dan laki-laki itu tidak sama dengan perempuan".

Kaum aktivis gender menyuruh kaum wanita abad modern ini untuk melomba suaminya dalam segala hal. Akhirnya mereka sekarang melomba suaminya untuk menjadi pemimpin dalam rumah tangga sehingga memiliki pendapatan yang lebih atau sama besar dengan suaminya dan ikut membiayai nafkah keluarga. Ini membuat kaum istri tidak lagi tahu harus memposisikan diri sebagai apa, apakah sebagai pelayan (khadim) ataukah sebagai raja.

Perilaku menyimpang ini sangat jauh berbeda dengan dua ratus tahun yang lalu dimana dahulu istri-istri kaum muslimin sangat patuh dan tunduk kepada suami serta khusyu' mengurus anak-anak dan kebutuhan suami. Istri-istri sekarang hanya baru merasa punya penghasilan sedikit sudah menyuruh suami untuk menjadi pelayan. Na'udzubillah min dzalik.

Dulu memang para istri kaum muslimin hidupnya lebih banyak di dalam rumah dan kerjanya hanya sekitar dapur, sumur dan kasur. Tetapi melahirkan generasi yang sholeh, patuh, kuat dan pejuang. Sekarang para istri sudah tidak mau lagi menimba air dan meniup kayu. Lihatlah anak-anaknya, hanya sebuah generasi obesitas yang lemah, malas, tak berkepribadian dan tidak tegas..

Dahulu kaum istri sangat takut mengganggu suaminya yang sedang beribadah. Bahkan merelakan jatah-jatah malamnya tidak disentuh oleh suami karena melihat suami sedang khusyu' sujud kepada Allah di tengah malam. Adapun sekarang wahai kaum suami, jangan macam-macam dengan istri anda, jika terlalu khusyu' dan lama beribadah, bisa-bisa dari belakang akan dilempar sandal.

Coba kita sedikit mundur ke zaman salaf dimana istri-istri kaum muslimin sering ditinggal oleh suaminya empat bulan, lima bulan bahkan hingga lebih 6 bulan karena berbagai kewajiban dakwah dan jihad. Mereka tidak pernah menuntut sama sekali bahwa suami harus senantiasa tinggal mengeloni istri di dalam rumah.

Lihat betapa indah akhlaq kaum istri di masa salaf (sahabat, tabi'in dan tabi' tabi'in). Walaupun ditinggal berbulan-bulan, tidak ada yang berani selingkuh dengan laki-laki lain. Adapun di abad 20 Masehi ini, istri-istri banyak yang selingkuh. Bukan hanya ketika suami tidak ada, tetapi juga ketika suami ada., baik di kantor, tempat-tempat shooting, pabrik ataupun tempat-tempat kerja lembur lainnya. Inilah akibat jika istri terlalu sering keluar rumah. Bekerja sebagai buruh-buruh pabrik, pelayan-pelayan toko dan restoran, hemat saya bukan pekerjaan yang sesuai dengan fitrah wanita.

Dulu para istri salaf selalu mengantarkan suaminya hingga ke depan rumah ketika hendak mencari nafkah dan berkata, "Wahai suamiku bertakwalah kamu kepada Allah, janganlah engkau memakan yang haram! Sesungguhnya kami mampu bersabar atas kelaparan dunia tapi kami tak mampu bersabar atas panasnya api neraka." (Baca Qishash At-Tabi'iyat karya Doktor Mustafa Murad)

Adapun sekarang justru kaum istri yang menyuruh suaminya melakukan perbuatan haram, melakukan korupsi, memakan harta riba dan memakan harta orang lain dengan cara yang batil karena melihat tetangga mempunyai harta yang lebih dan mewah sehingga menginginkan hal yang sama pula dan jika gelang emas belum mencapai satu kilo di pergelangan tangan maka hati tidak tenang ( persis seperti toko emas berjalan).

Kaum istri di masa salaf juga melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah yang dilakukan istri-istri sekarang. Mereka membersihkan rumah, memasak, mencuci, menjaga anak-anak dan bahkan konon lebih banyak lagi sebab mereka harus memberi makan hewan ternak, menyirami dan menanam tanaman. Tidak hanya itu, mereka juga menghapalkan Alquran kepada anak-anak dan pergi ke majelis ilmu (untuk mencari ilmu mengurus suami) tetapi tidak pernah kita mendengar sahabiyat dan tabi'iyat itu mengeluh, menangis dan meminta cerai kepada suami di tengah-tengah kelelahan yang jauh lebih berat daripada kelelahan ringan yang dirasakan istri-istri sekarang..

Istri-istri abad millennium ini yang katanya abad kemajuan bagi kaum wanita, justru wanita dalam kondisi yang sangat tertinggal baik secara spiritual maupun secara emosional dibandingkan dengan istri-istri zaman penjajahan Belanda dahulu. Sekarang kita lihat istri-istri berbondong-bondong meminta cerai dari suaminya. Ada masalah atau kesusahan sedikit mereka mengeluh, merajuk dan akhirnya meminta cerai.

Padahal istri-istri sekarang tahunya hanya nonton sinetron, nonton gosip "ngrumpi" di Mall, nonton film serta pergi ke salon. Tidak ada lagi pekerjaan yang berat sebagaimana yang dirasakan oleh kaum istri zaman dahulu. Sekarang semuanya serba mudah dan instant. Mencuci pakaian sudah ada mesin cuci, menimba air sudah ada Sanyo, menghidupkan kompor tinggal putar, menyapu rumah tinggal colok, menghaluskan bumbu tinggal blender dan memijat suami tinggal hidupkan mesin. Hidup mereka sekarang sudah serba enak. Kewajiban mereka terkurangi namun menuntut hak kepada suami kok semakin besar ya?!

Logis memang sabda Rasulullah Saw, memang sudah sepatutnya perempuan itu menyembah suami karena ternyata dalam banyak hal, suami telah memberikan toleransi, kemudahan dan kasih sayang yang lebih banyak daripada istri yang lebih egois dan suka memberatkan dan menyalahkan suami.

“Jika aku boleh memerintahkan seseorang untuk menyembah yang lain, niscaya aku akan memerintahkan istri untuk menyembah suaminya.” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)

Kalaulah kita lihat di kehidupan sekarang ini. Sudah sangat jarang kehidupan istri-istri kaum muslimin mencontoh kehidupan istri-istri salaf di atas. Kebanyakan istri-istri kita lebih memilih untuk dibilang hidup modern daripada hidup dengan kehidupan salaf.

Istri-istri kaum muslimin sekarang banyak yang tidak memakai hijab, menampakkan auratnya kepada orang lain, mengumpat keburukan-keburukan sesama dalam majelis-majelis arisan atau ketika mangkal di rumah jiran serta merendahkan istri-istri orang-orang shaleh yang senantiasa memakai hijab dan melindungi diri dari lingkungan masyarakat yang rusak spiritualnya.

Akhirnya saya melihat kehidupan salaf itu rasa-rasanya begitu dekat dengan kehidupan sebahagian kecil istri-istri sekarang yang lebih memilih untuk "berdiam diri" di rumah, kalau keluarpun seluruh auratnya tertutup rapih. Jika suaminya keluar, mereka tidak berani keluar rumah. Mereka tidak banyak tuntutan sehingga saya sering melihat suami-suami mereka tenang…menjalankan ibadah dan dakwah walaupun harus keluar jauh hingga berbulan-bulan. Subhanallah…sungguh seperti inilah dulu kehidupan salaf itu. Tragis…! Sekarang, golongan minoritas itu disebut "teroris". Sungguh salah alamat.

salam

6 Penyakit Maut yang Mengancam Pria

Jakarta, Sebuah studi mengatakan bahwa perempuan lebih sehat daripada pria. Dari 15 penyakit penyebab kematian di Amerika, kebanyakan dialami oleh pria, bahkan peneliti mengatakan pria meninggal dunia 5 tahun lebih cepat dibanding wanita. Berikut ini 6 penyakit pria yang paling banyak menyebabkan kematian.

Selain karena faktor biologis, kurangnya perhatian pria terhadap masalah kesehatan cukup berpengaruh. "Pria menempatkan kesehatan di urutan terakhir dalam prioritas hidupya. Kebanyakan mereka lebih memprioritaskan perannya di lingkungan sosial," ujar Demetrius Porche, ketua American Journal of Men's Health seperti dikutip dari WebMD, Rabu (16/9/2009).

Pria lebih jarang pergi ke dokter dibanding wanita sehingga lebih sering terkena penyakit kronis. "Selama mereka merasa sehat dan bisa tetap bekerja dengan produktif, kebanyakan pria tidak pernah memikirkan risiko penyakit atau kesehatan mereka," ujar Porche.

Berikut ini adalah 6 jenis penyakit yang paling banyak mengancam pria dan bagaimana cara mencegahnya.

1. Penyakit kardiovaskular
Penyakit yang dikenal dengan atherosclerosis ini memiliki arti pengerasan atau penegangan arteri (pembuluh darah). Adanya plak yang disebabkan oleh kolesterol dalam pembuluh darah menyebabkan arteri tersumbat dan hal tersebut memicu penyakit jantung.

Menurut CDC (Center for Disease Control), 1 dari 5 orang pria terserang penyakit ini dan umumnya mereka meninggal dunia di usia 65 tahun. Cek kolesterol setiap 5 tahun sekali mulai usia 25 tahun, kurangi konsumsi kolesterol jahat (LDL), berhenti merokok, perbanyak olahraga serta makan sayur dan buah bisa mencegah penyakit ini.

2. Kanker paru-paru
Kanker ini adalah jenis kanker paling ganas dan mematikan yang paling banyak dialami pria. Penyebarannya sangat cepat dan sulit disembuhkan. Kurang dari setengah pria yang bisa bertahan hidup setahun setelah gejalanya menyebar. Sebanyak 90 persen penyebabnya adalah rokok. Berhenti merokok sejak dini bisa mengurangi risikonya.

3. Kanker prostat
Penyakit ini biasanya timbul seiring dengan bertambahnya usia. Studi menunjukkan bahwa meskipun 1 dari 6 pria mengalaminya, tapi hanya 1 dari 35 orang yang meninggal dunia karena penyakit ini. "Pertumbuhan kanker prostat sangat lambat dibanding jenis kenker lainnya. Melakukan scan sejak dini sangat diperlukan," ujar Djenaba Joseph, MD, medical officer dari cancer prevention at the CDC.

4. Depresi dan bunuh diri
Sebelumnya para peneliti beranggapan bahwa wanita lebih banyak mengalami stres, tapi ternyata pria yang memiliki sikap menutupi masalah dan merasa bisa menanganinya sendiri lebih banyak mengalami stres. "Daripada menangis, pria yang sedang stres lebih banyak marah dan agresif. Bagi mereka tidak mungkin mengatakan bahwa dirinya sedang depresi pada orang lain, jadi mereka menanganinya dengan mabuk atau bahkan bunuh diri," ujar Porche.

5. Diabetes
Penyakit ini muncul tanpa banyak diketahui, tiba-tiba saja gula darah meningkat. Ketika pria sering kencing dan merasa haus, baru mereka pergi ke dokter. Serangan jantung, stroke, buta, gagal ginjal dan amputasi adalah penyakit lainnya yang membuntuti orang diabetes dan telah menggugurkan banyak pria ketimbang wanita. Mengurangi berat badan dan menjaga kadar gula dalam darah dengan olahraga dan makan makanan bergizi bisa mencegah diabetes, terutama diabetes tipe 2.

6. Disfungsi Ereksi
Penyakit ini mungkin tidak terlalu mengancam nyawa pria tapi tetap sebuah pertanda bahwa ada masalah kesehatan serius dalam tubuh. Pria dengan penyakit Erectile Dysfunction (ED) dilaporkan kurang bisa menikmati hidup dan cenderung lebih depresi. ED kebanyakan disebabkan oleh atherosclerosis, penyakit yang sama yang menyebabkan serangan jantung dan stroke. Dokter mengingatkan bahwa ED adalah tanda awal penyakit kardiovaskular, jadi sebaiknya lebih waspada.

Minggu, 13 September 2009

Menghina Kemiskinan

-"..biarkanlah kami berusaha dengan kemiskinan kami. Jangan Abang paksa kami, untuk menerima sedekah itu."

Sepenggal dialog dalam sinetron Ramadan, Para Pencinta Tuhan 3 yang sedang diputar di salah satu stasiun TV nasional, antara Asrul, Udin Hansip dan Bang Jack menggelitik saya. Asrul, tokoh yang cukup terpelajar tapi tidak terampil menghasilkan uang hingga kesarjanaannya hanya menghasilkan ijazah, bukan uang. Sementara Udin adalah tokoh Hansip di lingkungan RW, dan Bang Jack adalah tokoh penjaga musala yang meskipun pengetahuan agamanya baik, tapi sangat egaliter dan disegani.

Dialog di atas cukup menggelitik saya karena dialog tersebut mengingatkan kepada kita bahwa seorang Asrul dan Udin yang miskin cukup punya 'izzah' (harga diri) untuk menjaga kehormatannya. Meski ia miskin tak serta merta selalu berharap pada sedekah orang.


Ia selalu ingin berusaha mencukupi kebutuhan keluarganya dengan caranya. Meski lingkungannya, digambarkan adalah lingkungan yang sangat peduli terhadap kemiskinan tapi Asrul tidak memanfaatkan itu sebagai alasan untuk selalu berharap pada pemberian orang. Karena 'ulahnya' ini, dikisahkan menyebabkan Jalal, tokoh kaya dermawan di kampung tersebut sering kesulitan menyalurkan sedekahnya.

Orang miskin, sering dipandang adalah orang yang hanya butuh diberi. Dengan memberi, maka kita sering merasa sudah puas dan nyaman, karena berarti sudah melaksanakan ajaran agama, berupa sedekah. Dengan memberi pula, kita merasa telah menolong orang dari kesulitannya. Bila ada orang miskin yang menolak pemberian kita, maka kita terkadang merasa terhina dan jengkel.

"Sudah miskin, sombong pula", begitu sering diucapkan bila kita gagal memberi kepada orang yang dianggap miskin. Padahal, tidak semua orang miskin selalu mau diberi, bila pemberian itu dianggap akan menginjak-injak harga diri dan martabatnya. Maka, memberi pun perlu kesantunan dan kecerdasan. Kesantunan waktu memberi, kecerdasan bagaimana cara memberi.

Memberi tanpa menghinakan. Kalimat sederhana, tapi mungkin sulit dilakukan. Karena penghinaan itu sering tak tampak dan terasa oleh kita. Terkadang dengan memberi, seolah-olah memberikan mandat kepada kita bahwa posisi kita lebih tinggi daripada yang diberi.

Maka, membagikan sedekah dengan cara menyuruh orang berduyun-duyun antre sedekah pun jamak dilakukan. Tak peduli sering jatuh korban karena berjubelnya antrean. Mungkin karena dengan cara begitu, seakan-akan bisa menunjukkan kedermawanan, meneguhkan posisi 'lebih tinggi' serta bisa memberikan rasa nyaman di hati karena langsung bersentuhan dengan orang miskin.

Meski memberi lebih baik daripada meminta-minta tapi tak serta merta posisi yang diberi selalu lebih rendah dari yang diberi. Bukankah kita tidak bisa jadi pemberi, kalau tidak ada orang yang mau diberi?

Maka pada posisi ini, yang memberi dan diberi, seharusnyalah pada posisi sejajar. Memang, tak semua orang miskin mempunyai harga diri seperti Asrul. Tapi tetaplah itu tidak bisa menjadi alasan untuk kita merendahkan posisi orang miskin. Bukankah Rasul sangat mencintai orang miskin? Maka marilah memberi dengan cinta. Wallahua’lam.

"Cintailah kaum miskin dan dekatlah kepada mereka. Jika kamu mencintai mereka, Allah akan mencintai kamu. Jika kamu dekat kepada mereka, Allah akan dekat kepada kamu.jika kamu memberi pakaian kepada mereka, Allah akan memberi pakaian kepada kamu. Jika kamu memberi makanan kepada mereka, Allah akan memberi makan kepada kamu. Dermawanlah kamu, niscaya Allah akan membalas kedermawanan kamu." (HR. Dailami) Wallaahualam Bishawab

disadur dari Rini.

Sabtu, 12 September 2009

Yang Tersembunyi Di Balik Semesta

Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary"Allah swt. Maha Mengetahui sesungguhnya dirimu tidak sabar untuk menyaksikanNya, maka Allah swt mempersaksikan padamu apa yang tampak dariNya."
Anda semua memang tidak sabar untuk segera memandang Allah Ta’ala, dan
Allah swt, Maha Tahu itu semua, lalu Dia menampakkan ciptaanNya padamu. Anda bisa memandang yang tersembunyi di balik ciptaanNya, maka di sanalah ada aktivitas Illahi, Asma’ dan SifatNya, lalu anda bisa memandangNya dengan Mata Hati. Namun mata kepala terbatas pada ciptaanNya belaka. Itulah yang disebut dengan memandang dibalik hijab. Suatu karomah kemuliaan bagimu sekaligus sebagai pertolonganNya padamu, dimana anda tidak terhijab dariNya di dunia ini.

Dalam hikmah-hikmah terdahulu Ibnu Athaillah As-Sakandary, bahkan mengurai panjang lebar mengenai tidak adanya alasan, seseorang untuk menegaskan bahwa Allah itu terhijab oleh segala sesuatu, karena Allah swt menyertai segala sesuatu, Ada sebelum segala sesuatu ada, bersama segala sesuatu, dan segala sesuatu menuju kepadaNya, kembali kepadaNya, hanya bagiNya. Dia adalah Satu-satunya, dan Dia adalah Yang Maha Dekat dibanding segalanya.

Karena itu beliau juga melanjutkan:
"Ketika Allah swt, Mengetahui adanya kebosanan darimu, maka Allah swt, memberikan ragam warna taat kepadamu. Dan Allah swt, Maha Tahu adanya ambisi dalam dirimu, maka Allah swt membatasinya bagimu dalam sebagian waktu, agar hasratmu adalah menegakkan sholat, bukan wujudnya sholat. Karena tidak setiap orang yang sholat itu adalah penegak sholat."



Manusia itu punya sifat pembosan, rasa berat, rasa sembrono, dan sekaligus punya ambisi. Namun semua itu merupakan tanda akan kelemahan manusia. Oleh sebab itu Allah swt, memberikan ragam dan macam ibadah, dengan waktu yang berbeda, bentuk ibadah yang berbeda pula, agar setiap perpindahan dari satu macam ibadah ke ragam lainnya, tetap bernilai ubudiyah kepada Allah swt.

Namun manusia punya ambisi berlebihan. Karena itu pula Allah memberikan batas-batas waktu agar nikmat Allah swt, terus berlangsung. Dua nikmat dalam peragaman ibadah dan pembatasan waktu ibadah, adalah wujud Kasih SayangNya kepadamu.

Bosan dan ambisi adalah dua sifat yang berbahaya bagi hamba Allah Ta’ala, karena jika dibiarkan akan memanjakan hawa nafsu dan semakin menjauhkan dari Allah swt.

Dengan demikian orientasi para hamba bukan pada wujud ibadahnya, wujud sholatnya, tetapi pada penegakan sholatnya. Tidak semua orang sholat benar-benar menjadi "penegak sholat". Muqimus-sholat berarti menegakkan melalui pemeliharaan lahir batin, hanya Lillahi Ta’ala. Tidak ada bayangan, gambaran, atau imajinasi, bahkan pikiran kemana-mana, selain hanya Allah Ta’ala saja. Itulah sang penegak sholat.
Wallahualam Bishawab

Minggu, 06 September 2009

Janganlah Berpahit Lidah

Dari lima waktu sholat yang di tunaikan didalam masjid, maka sholat maghrib dan isya menempati peringkat tertinggi dalam menampung jama'ah. Sholat subuh, banyak yang menunuaikannya di rumah dengan alasan pribadi tentunya, sedangkan sholat dzuhur dan ashar dilaksanakan di tempat kerja. Sebaliknya untuk masjid di area perkantoran maka "prime time" nya adalah waktu sholat dzuhur dan ashar. Untuk hari biasa atau hari kerja, di area perkantoran , pengajian dimasjid banyak dilaksanakan ba'da dzuhur (waktu istirahat) dan ba'da ashar (kajian selepas kerja). Sedangkan untuk area perumahan pengajian biasanya dilaksanakan sehabis menunaikan sholat maghrib.

Hari itu pengajian dekat rumah di liburkan karena ustadz yang biasa mengajar berhalangan hadir. Sambil menunggu waktu sholat isya, para jama'ah ada yang membaca al qur'an dan ada yang berbincang santai dengan berbagai topik permasalahan harian, dan saat ini masalah pemilu adalah yang paling sering di perbincangkan. Gonjang-ganjing hasil pemilu masih sumbang terdengar dilayar kaca atau di media cetak. Anehnya, nada dari orkes sakit hati itu berasal dari orang-orang partai dan bukan dari level bawah seperti masyarakat umum. Mungkin saja dana yang telah mereka keluarkan sudah begitu besar untuk sekedar diam dan menuntut untuk segera di "balance" kan.


"Silahkan rasakan sendiri nanti akibatnya karena sudah memilih pemimpin yang salah!!!" kata salah satu jam'ah yang kecewa dengan hasil pemilu kemarin. Suara lain terdengar membodohi masyarakat yang telah salah memilih. " Lebih baik di tuntaskan periode yang kemaren , kan masih banyak koruptor yang belum di tangkap, jadi lanjutkan saja!!" kata pihak lain menimpali. Salah satu keburukan dari perdebatan adalah banyaknya memunculkan keburukan orang lain yang berseberangan dengan pendapatnya. Keikhlasan sirna tak berbekas

Ada suatu hikamah yang bisa di petik dari sebuah kisah klasik tentang sebuah pilihan. Pada suatu hari terdapatlah sebuah kapal yang sangat besar yang mampu mengarungi samudra yang sangat luas. Didalam kapal tersebut banyak dinaiki oleh para saudagar, para ilmuan dan orang-orang hebat lainnya. Setelah mengarungi beberapa samudra, tiba-tiba nahkoda kapal terkena penyakit jantung dan meninggal dunia. Pemakamanpun dilakukan secara darurat dengan melempar tubuh sang nahkoda kedasar laut, dan bersemayam di dalam perut ikan-ikan yang suatu hari akan di konsumsi manusia. Setelah melakukan prosesi pemakaman secara sederhana, penumpang dan awak kapal bingung untuk memilih siapa yang pantas untuk jadi nahkoda kapal.

Ahli mesin menawarkan orangnya untuk menjadi nahkoda dengan alasan bahwa mereka paling mengerti dengan kondisi mesin kapal. Di lain pihak ahli perbintangan dan cuaca ( sekarang : metereologi dan geofisika) menawarkan kandidat terbaiknya sebagai nahkoda dengan alasan bahwa merekalah yang paling mengerti dengan kondisi alam di tengah laut dan paling tahu arah tujuan. Para awak kapal tidak mau kalah mereka juga menawarkan calon dari mereka dengan alasan merekalah yang menjalankan kapal tersebut, sehingga seorang nahkoda mesti mengerti keadaan para anak buah kapal. Perdebatan sengitpun tidak bisa dihindari. Akhirnya di adakanlah pemungutan suara. Karena pada saat itu penumpang banyak yang resah, sehingga kebanyakan ingin segera sampai di tujuan dan yang paling tahu arah tujuan adalah ahli perbintangan, maka ahli perbintanganlah yang kemudian menjadi pemenang dan berhak menduduki kursi nahkoda kapal.

" mereka telah salah pilih , awas kalau kapal rusak , jangan salahkan kami dan rasakan sendiri" kata ahli mesin. " Pokoknya sekali dia salah perintah, kita tinggalkan " kata anak buah kapal. Semua merasa merekalah yang paling pantas menduduki kursi nahkoda tersebut, sehingga mereka lupa bahwa mereka berada pada satu kapal. Setelah beberapa hari berada di tengah laut tiba-tiba cuaca berubah gelap, badai datang menggulung ombak dan menghempaskan kapal keberbagai arah. Mesin kapal mendadak mati, padahal layar sudah di turunkan agr tidak terbalik akibat sapuan angin. Ahli mesin dipanggil, tetapi mereka malah menampik " rasakah sekarang akibatnya , sudah tahukan kalau kalian salah pilih , buktinya dia tidak bisa menghindari badai" kata ahli mesin. Kemudian anak buah kapalpun didatangi agar masalah bisa cepat selesai, tetapi kembali cemooh yang didapat bukannya tindakan " makanya kalau sudah begini pasti anak buah kapal yg jadi sasaran" kata mereka yang lebih memilih membereskan perlengkapan mereka.

Badai semakin mengamuk dan berhasil memecahkan geladak kapal. Air mulai masuk menggenangi dasar kapal. Para orang hebat diatas kapal masih sibuk saling menyalahkan. Akhirnya kapal tersebut tenggelam secara perlahan-lahan membawa berbagai kesombongan dan keangkuhan penumpangnya. Doa orang-orang kalah tersebut telah terkabul dalam bentuk yang salah kaprah " rasakan nanti akibatnya !!!" kata mereka dulu kepada lawannya yang akhirnya mereka juga ikut merasakannya, karena memang mereka berada pada satu kapal. Mereka lupa dengan keikhlasan, bahwa mendoakan orang lain sama artinya dengan mendoakan diri mereka sendiri, atau paling tidak harapan itu untuk anak cucu kita nanti terlepas dari kita pernah dikecewakan atau tidak.disadur dari david

Salam

Sabtu, 05 September 2009

Wirid Lebih Utama Ketimbang Pahalanya

Tidak ada yang meremehkan konsistensi wirid (ketaatan di setiap waktu) kecuali orang yang sangat bodoh, karena warid ( pahala wirid) itu akan di dapat di negeri akhirat, sedangkan taat atau wirid itu akan lenyap bersama lenyapnya dunia ini.

Sedangkan yang lebih utama untuk diprioritaskan adalah yang wujudnya tidak bisa diabaikan. Wirid adalah HakNya yang harus anda laksanakan. Sedangkan warid adalah sesuatu yang anda cari dariNya. Mana yang lebih utama antara sesuatu yang dituntut oleh Allah padamu, dibanding apa yang anda tuntut dari Allah?
Mayoritas ummat ini lebih banyak berburu pahala dan janjinya Allah swt. Dalam segala gerak gerik ibadahnya. Padahal yang lebih utama adalah ibadah dan kepatuhannya itu sendiri. Sebab kepatuhan dan ubudiyah yang dituntut oleh Allah swt, dan menjadi HakNya, itu lebih utama dibanding hak kita yang besok hanya akan bisa kita raih di akhirat.



Sebab kesempatan melaksanakan HakNya saat ini dibatasi oleh waktu dunia, dan akan habis ketika usia seseorang itu selesai. Karena itu semampang di dunia, ibadah, amal, wirid harus diperbanyak sebanyak-banyaknya. Soal pahala dan balasan di akhirat itu bukan urusan kita. Manusia tidak berhak mengurus dan menentukan pahalanya. Semua itu adalah haknya Allah swt. Yang telah dijanjikan kepada kita, karena merasa menginginkannya.
Ibnu Athaillah lalu menegaskan, mana lebih utama tuntutan anda apa tuntutan Allah?
Disinilah lalu berlaku pandangan:

1. Taat itu lebih utama dibanding pahalanya.
2. Doa itu lebih utama dibanding ijabahnya.
3. Istiqomah itu lebih utama dibanding karomahnya.
4. Berjuang itu lebih utama dibanding suksesnya.
5. Sholat dua rekaat itu lebih utama ketimbang syurga seisinya.
6. Bertobat itu lebih utama ketimbang ampunan.
7. Berikhtiar itu lebih utama ketimbang hasilnya.
8. Bersabar itu lebih utama ketimbang hilangnya cobaan.
9. Dzikrullah itu lebih utama dibanding ketentraman hati.
10. Wirid itu lebih utama ketimbang warid.
11. dan seterusnya.

Para sufi sering mengingatkan kita, “Carilah Istiqomah dan jangan anda menjadi pemburu karomah. Sebab hawa nafsumu menginginkan karomah sedangkan Tuhanmu menuntutmu istiqomah. Jelas bahwa Hak Tuhanmu lebih baik dibanding hak hawa nafsumu.”

Abu Syulaiman ad-Darany menegaskan, “Seandainya aku disuruh memilih antara sholat dua rekaat dan masuk syurga firdaus, sungguh aku memilih sholat dua rekaat. Karena dalam dua rekaat itu ada Hak Tuhanku, sedangkan dalam syurga firdaus hanya ada hak diriku.”
disadur dari Sufinews.

Wallahualam bishawab

Sifat-sifat Rububiyahnya Allah Swt

Kebergantungan terhadap Sifat-sifat Rububiyahnya Allah Swt, merupakan perwujudan kehambaan (‘ubudiyah), sehingga sang hamba merasakan fana’nya diri dalam perwujudan kehambaannya.
Sifat-sifat Rububiyah yang dijadikan gantungan hamba itu

adalah: Sifat Maha Cukup nan Kaya; Sifat Maha Mulia; Sifat Maha Kuasa dan Maha Kuat. Maka dengan Sifat-sifat Rububiyah tersebut, muncullah respon ‘Ubidyah atau kehambaannya, yang menjadi kebalikan dari Sifat Rububiyah. Yaitu, sifat faqir, sebagai respon terhadap Maha Cukupnya Allah, sifat hina-dina, sebagai respon hamba terhadap Sifat Maha MuliaNya, dan sifat tak mampu hamba sebagai respon sifat Maha KuasaNya, serta sifat lemah hamba merupakan respon agar bergantung pada Maha Kuat-Nya.

Dalam proses interaksi antara Ubudiyah dan Rububiyah tersebut, seorang hamba kadang-kadang mengalami dua situasi yang berbeda. Terkadang yang muncul adalah Sifat Maha Kaya dan Maha Cukupnya Allah dalam pandangan hamba, terkadang yang muncul adalah sifat fakirnya si hamba kepada Allah Swt.
Apabila yang muncul adalah sifat fakirnya si hamba kepada Allah swt, maka sang hamba haruslah kembali untuk berselaras dengan adab.

Pertama: Posisi dalam keleluasaan dan kemuliaan.
Kedua: Posisi adab dan pengagungan.

Rasulullah Saw, pernah memberikan seribu sho’ untuk menujukkan betapa Allah Maha Cukup nan Kaya, di satu sisi pun beliau mengikat batu di perutnya untuk menunjukkan sifat butuhnya kepada Allah Swt.
Pada kondisi pertama: beliau menunjukkan betapa butuhnya manusia kepada Allah Swt, dan kedua: untuk mendidik ummatnya.

Sepanjang manusia tidak memiliki rasa fakir, hina, tak berdaya, dan lemah, lalu dirinya merasa cukup, mulia, hebat, kuasa dan kuat, maka ia telah terhijab dari Sifat rububiyahnya Allah Swt. Dan orang tersebut akan terlempar dari sifat kehambaanya, kemudian jadilah ego dan kesombongannya menguat.

Iblis dan Fir’aun adalah representasi “keakuan” paling fenomenal yang muncul kekuatannya dari kegelapan. Sifat “keakuan” yang sering dieksplorasi untuk pendidikan manusia modern, pendidikan yang menggiring manusia agar muncul dan eksistensial, sehingga lahir kekuatan-kekuatan adidaya manusia. Dan ketika kekuatan itu benar-benar muncul jadilah dirinya sebagai neo-Iblisian dan Fir’aunan.disaur dari Cahaya Sufi Magz
Wallahualam bishawab

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger