Sabtu, 17 Oktober 2009

Sebuah Pelajaran Dari Sholat

Sudah lama kami tidak berkunjung kerumah Pak Soleh, guru agama sewaktu masih sekolah dulu. Sekarang Pak Sholeh sudah pindah ke Ciawi, Bogor dan mengajar di sekolah madrasah disana sambil membuka pengajian pada sore harinya. Lebaran adalah susana yang sangat tepat untuk memperkokoh kembali tali silaturahmi, kebetulan hari itu saya beserta Sugianto, Ali, Kamin dan Jaja baru pulang dari rumah teman di Cipayung, Bogor, maka seperti kata pepatah ' sekali mendayung dua-tiga pulau terlampaui ' kami pun mampir ke rumah Pak Soleh. " Assalamu'alaykum, ada Pak Sholeh " sapa kami kepada seorang pemuda di depan rumah Pak Soleh, mungkin tetangga atau saudaranya. " Wa'alaykum salam, Pak Soleh masih ada di musholah belakang belum pulang dari menunaikan sholat Dzuhur" jawab pemuda tadi. " Ya udah sekalian saja kita ke musholah, kita kan belum sholat Dzuhur " Kata Jaja yang di iyakan oleh yang lain. Setelah di tunjuki arah ke musholah kamipun permisi kepada pemuda tadi.

Sewaktu kami tiba, Pak Soleh masih sholat, dan kamipun berwudhu lalu sholat berjama'ah sendiri, tidak bermakmum pada Pak Soleh karena takut mengganggu kekhusyu'annya disamping itu kami juga mengira dia saat itu sedang sholat sunnah ba'da Dzuhur karena tidak ada orang lain disana. Ternyata setelah kami selesai sholat, Pak sholeh masih belum selesai juga. Antara berdiri, rukuk, sujud dan duduk iftirasy sama lamanya. Setelah selesai kami menghampirinya dan Pak sholeh sempat kaget sewaktu bertemu kami , murid lamanya. " Tadi kami datang Pak Soleh masih sholat ..eh pas kami selesai sholat Pak Soleh masih belum selesai juga " kata Sugianto menerangkan waktu kedatangan kami. " Tadi waktu berjama'ah ada banyak kepentingan jama'ah yang harus kita kedepankan, padahal perasaan ingin berdua itu belum hilang ,nah sholat sunnah adalah waktunya " kata Pak Soleh menerangkan, " Loh bukannya sholat sudah ada bacaannya " tanya Jaja penasaran " benar tapi sholat bukan sekedar membaca tapi juga merasakan, jika ingin khusyu' jangan membaca sebelum merasakan ketenangan dan merasa seperti berhadapan dengan sesuatu, sebenarnya tidak ada bacaan disana yang ada hanyalah pujian dan doa dan salah satu adab dari memuji dan berdoa adalah tidak tergesa-gesa " kata Pak Soleh dengan tenang sambil tersenyum memegang pundak si Jaja.


"Maling..maling. ." teriak penduduk diluar musholah yang sedang mengejar seorang pencuri, kami keluar untuk melihat dan ternyata pencuri itu telah tertangkap. Dia ketahuan hendak mencuri sepeda motor yang di parkir di depan rumah seorang warga. " Ampun pak...ampun. .tolong jangan pukul saya..." keluh si pencuri yang di hajar masa, utung ada hansip yang mengamankannya untuk di bawa ke pos polisi terdekat. Pak Soleh memandang kearah kami " Pernahkan kalian melihat ada yang minta ampun seperti itu kepada Allah ?" tanya Pak Soleh. " Mungkin nanti kalau sudah masuk neraka baru minta ampun kayak gitu Pak...sekarang sih gak ada ..lagi pula nanti kelihatan aneh lagi Pak" jawab Kamin. Pak Soleh hanya tersenyum mendengarnya " Tuhan memang belum menjadi sesuatu yang nyata bagi sebagian orang, laksana patung yang disembah dan diam dalam kesendirianNya, itulah sebabnya dalam agama Islam , Allah tidak bisa dipersepsikan dengan segala sesuatu laitsa kamitslihi sai'uun, DIA maha melihat apa kita perbuat, masalahnya apa yang kita sebut sebagai keimanan itu adalah keyakinan atau sekedar pernyataan" kata Pak Soleh menerangkan sama seperti waktu dikelas.

Dari musholah kami menuju rumahnya, " Bu nih ada tamu, murid bapak dulu " kata Pak Soleh kepada istrinya " tolong siapin makan siang bu biar sekalian makan sama anak-anak ini " pinta Pak Soleh, " Pak tadi , waktu kepasar dompet ibu jatuh jadi gak sempat belanja deh, ada sayur tahu doang beli dari Kang Karyan yang biasa lewat, tapi masih ngutang" desah istrinya pelan, tapi kami masih bisa kami dengar " Ya sudah gak apa-apa hidangkan apa yang ada sajalah, yang penting bisa menjamu tamu kita bu" sahut Pak Soleh menenangkan istrinya. Baru saja makanan di hidangkan pintu diketuk " Bu ...ini masakan yang saya bilang tadi tolong dicicipin ya...kalau gak enak diem-diem aje namanya juga lagi belajar " kata Ibu muda yang datang membawa semangkok opor Ayam " Terimakasih Bu Rina..jadi repot-repot, kan tadi cuma bercanda " sahut istrinya Pak Soleh yang kemudian masuk menghidangkan opor tadi kehadapan kami " Nih ada tambahan rezeki, silahkan di coba " katanya sambil masuk kedalam. Pak Soleh hanya diam, dia tidak berusaha menasehati kami padahal apa yang kami saksikan adalah salah satu cara kerja Allah terhadap hambaNya, mungkin Pak Soleh ingin kami menelaah sendiri kejadian tersebut atau dia tidak ingin ujub dalam kedekatannya dengan Sang maha pencipta.

Kami pulang dari rumah Pak Soleh sehabis sholat Ashar dan menuju perapatan Ciawi menuju kampung rambutan. Kami menunggu bis di dekat sebuah klinik 24 jam karena disana tidak ada pemberhentian bis. Kami menunggu bis dari arah Sukabumi yang menuju Kampung rambutan atau Pulo Gadung. " Bu ani nemu dompet dipasar " teriak seorang anak perempuan kepada seorang ibu yang sedang menggendong anak kecil " Alhamdulillah ternyata ada juga rezeki untuk berobat, tapi yang punya siapa nanti dia nyariin lagi" kata sang ibu kepada anaknya " Gak ada apa-apa bu ini mah dompet belanja doang, " kata anak tersebut sambil memberikan dompet itu kepada ibunya. " mmm iya sih cuma ini ada fotonyanya di plastik luar mungkin ibu ini yang punya dia kali yah, ya udahlah tak pinjam dulu deh nanti biar Allah yang ganti" kata ibu tersebut sambil memasukan dompet tersebut kekantongnya, saya sempat melihat wajah di cover luar dompet itu samar seperti wajah istrinya Pak Soleh, tapi kami hanya diam saja , sesuatu berkecamuk didada, antara mendiamkan atau melibatkan diri dalam masalah tersebut dan kami memilih mendiamkan.

Sampai menjelang maghrib kami belum juga mendapat bis, kalaupun ada selalu saja penuh, mungkin Allah tengah mendiamkan kami karena hanya diam saja ketika mengetahui ada sesuatu yang bisa diluruskan fikir kami. Sehabis sholat maghrib kami mencari alternatif lain yaitu menuju terminal Baranangsiang untuk langsung ke Pulo gadung, akhirnya kami baru dapat bis setelah Sholat isa lewat terminal Baranangsiang Bogor. dan sampai dirumah jam 9 malam, saat itu kami telah berburuk sangka kepada Allah karena mengira Allah telah menghukum kami ternyata ayah saya sampai jam 10 malam masih terjebak di tol jakarta-Bogor sepulang dari Bandung sejak jam 2 siang. Dia mengatakan telah terjadi kemacetan total karena ada tabrakan antara truck dan minibus.

Keeseokan harinya saya menelpon Pak Soleh dan menceritakn kejadian kemarin sepulang kami dari rumahnya. " Sudah lupakan saja masalah dompet itu kami sudah mengikhlaskannya dan ternyata ada yang lebih membutuhkannya, untuk kalian semua satu yang bapak pesan yaitu jangan pernah meletakkan Allah dikepala kalian melalui apa-apa yang kalian fikirkan tapi letakkanlah dihati kalian Karena Allah dekat dengan nurani orang-orang yang beriman, karena orang yang benar memandang Allah didalam sholatnya insyaAllah akan benar pula memandang Allah di luar sholatnya " katanya diujung telepon dan saya hanya mengiyakan dari jauh.

Saat ini ketika saya berhadapan denganNya, saya tidak lagi pernah memfokuskan fikiran, karena semakin fikiran di fokuskan semakin berontaklah dia, bahkan selama sholat kita tidak lagi fokus kepada Allah tetapi lebih sering fokus pada bagaimana caranya khusyuk, sama seperti orang yang terburu-buru sholat hanya untuk mendengarkan ceramah yang berisi bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah, padahal dia baru saja mengabaikan Allah lewat sholatnya. Sholat bukanlah membaca tapi memuji dan berdoa, sholat adalah merasa, sholat adalah kepasrahan bukan ketergesa-gesaan inilah ibadah yang pertamakali dihisab di yaumil akhir.

disadur dari David
Salam

Suka Malu Sendiri Atas Doa Yang Kita Panjatkan

"Mengapa doa-doa saya belum terkabulkan setelah sekian lama?" tanya seorang jemaah kepada gurunya. Sang guru berdehem. Ia bukannya gak mau jawab, tapi pertanyaan ini sudah berulang kali ia terima dari jemaah pengajian seputar masalah yang tidak jauh berbeda, yakni tentang kapan Allah mengijabah doa.
Rasanya sudah banyak jawaban yang pernah diutarakan oleh sang ustadz, namun kali ini ia harus mencari cara lain untuk bisa membuat jemaah ini mengerti, paham dan selalu husnuzhon kepada Allah Swt.

"Memang sering kita berdoa kepada Allah, namun sepertinya Allah Swt belum juga memenuhi hajat kita" jelas sang ustadz membuka jawaban.

"Namun ketahuilah bahwa banyak orang meminta harta yang banyak kepada Allah Swt dalam doanya. Ada juga yang minta agar naik jabatan. Ada pula yang berdoa agar diberikan jodoh yang cantik, sholihah, dan lain sebagainya. Belum lagi permintaan ini dan itu sepuas hati mereka! Tidak sedikit manusia yang berdoa kepada Allah Swt dengan nafsu syahwat mereka... Segala hal terbaik ingin mereka minta, sebab ia percaya bahwa Allah Sang Pemberi Anugerah akan sangat mudah mengabulkan permintaan mereka.... Namun sayang mereka maunya menang sendiri. Selalu minta, namun jarang memberi! Minta yang manis, tidak mau yang pahit! Padahal mereka belum mengerti bahwa kalau saja Allah Swt memberi apa yang mereka inginkan, belum tentu hal itu membawa kebaikan untuk mereka...." jelas pak ustadz.

dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. 2:216)


Itulah sifat manusia yang mengira bahwa mereka suka berdoa untuk diberikan anugerah apa yang mereka kira baik, padahal Allah Swt mengijabah doa mereka dengan tidak mengabulkan permintaannya!

Coba anda bayangkan, apabila setiap makhluk Allah Swt ciptakan semuanya kaya raya seperti yang mereka inginkan, apa jadinya dunia ini?!

Betapa banyak manusia yang ingin mendapatkan jabatan. Ia mengira bahwa bila ia menjabat ia akan banyak melakukan kebaikan, namun begitu diberikan rupanya ia tidak siap menerimanya sehingga jabatan bukan lagi sebagai anugerah, namun menjadi musibah.

Maka makna yang terpenting yang harus menjadi pelajaran bagi kita adalah bagaimana kita bisa senantiasa menyetel hati & pikiran kita untuk senantiasa ridha atas keputusan Allah Swt.

Mau Allah Swt buat hidup kita lapang atau sempit, kita selalu berucap hamdalah. Mau Dia Swt bikin hidup kita senang or susah, gak ada masalah. Atau Allah Swt angkat derajat kita kemudian ia jatuhkanpun juga gak apa-apa. Yang penting asal Allah Swt ridho kepada kita, maka kita pun juga akan selalu ridha kepada-Nya.

Inilah sebuah kisah yang termaktub dalam shahih Bukhari tentang permohonan para sahabat kepada Rasulullah Saw. Wallahualam Bishawab

Minggu, 11 Oktober 2009

Perbedaan Mu’min dengan Kafir

Saudaraku, sungguh berbeda sikap, perasaan dan perilaku seorang mu’min dibandingkan seorang kafir. Bila seorang beriman melakukan suatu kegiatan maka di dalam hatinya hadir harapan untuk meraih hasil kegiatannya di dunia sekaligus di akhirat. Dan Nabi menjamin bahwa kedua kebaikan ini pasti didapat oleh seorang mu’min sebagai balasan atas kegiatannya itu. Adapun seorang kafir boleh jadi mendapat balasan perbuatannya di dunia, namun di akhirat ia tidak akan memperoleh balasan apapun selain siksaan dan penderitaan berkepanjangan. Semua itu dialaminya sebagai akibat dari kekafirannya kepada Allah dan agama Allah. Perhatikanlah sabda-sabda Nabi di bawah ini:

إِنَّ الْكَافِرَ إِذَا عَمِلَ حَسَنَةً أُطْعِمَ بِهَا طُعْمَةً مِنْ الدُّنْيَا وَأَمَّا الْمُؤْمِنُ

فَإِنَّ اللَّهَ يَدَّخِرُ لَهُ حَسَنَاتِهِ فِي الْآخِرَةِ وَيُعْقِبُهُ رِزْقًا فِي الدُّنْيَا عَلَى طَاعَتِهِ


”Seorang kafir jika berbuat kebaikan di dunia, maka segera diberi balasannya di dunia. Adapun orang mu'min jika berbuat kebajikan, maka tersimpan pahalanya di akhirat di samping rizqi yang diterimanya di dunia atas keta'atannya.” (Muslim 5023)

إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مُؤْمِنًا حَسَنَةً يُعْطَى بِهَا فِي الدُّنْيَا وَيُجْزَى بِهَا

فِي الْآخِرَةِ وَأَمَّا الْكَافِرُ فَيُطْعَمُ بِحَسَنَاتِ مَا عَمِلَ بِهَا لِلَّهِ فِي الدُّنْيَا

حَتَّى إِذَا أَفْضَى إِلَى الْآخِرَةِ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَةٌ يُجْزَى بِهَا


”Sesungguhnya Allah tidak menganiaya (mengurangi) seorang mu'min hasanatnya, diberinya di dunia dan dibalas di akhirat. Adapun orang kafir, maka diberi itu sebagai ganti dari kebaikan yang dilakukannya di dunia, sehingga jika kembali kepada Allah, tidak ada baginya suatu hasanat untuk mendapatkan balasannya.” (Muslim 5022)


Sedangkan ayat berikut ini dengan jelas menggambarkan bahwa orang kafir tidak akan memperoleh balasan kebaikan apapun di akhirat kecuali siksa neraka. Kendati demikian, Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang tetap berlaku adil dengan menjanjikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia tidak akan dirugikan.


مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ

فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ

فِي الْآَخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ


"Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan" (QS Hud15-16)

Tetapi apalah artinya balasan di dunia jika harus menderita di akhirat selamanya. Persis seperti kelakuan pasukan Israel yang mengira bahwa mereka memperoleh kemenangan dengan membantai rakyat Palestina menggunakan mesin perang modern buatan AS. Mereka berbuat sekehendaknya dan merasa penuh kuasa tanpa rasa bersalah sedikitpun menghabisi anak-anak dan kaum wanita Palestina. Mereka berbuat demikian karena hanya memahami kehidupan sebatas dunia fana ini. Mereka samasekali tidak peduli dan tidak percaya akan adanya kehidupan akhirat. Andai mereka benar-benar percaya akan keberadaan kehidupan akhirat, niscaya mereka tidak akan bertindak sebrutal yang mereka pertunjukkan. Kalaupun mereka dianggap menang sesungguhnya kemenangannya sebatas di dunia belaka. Sedangkan di akhirat nanti mereka ditunggu oleh siksa api neraka.


مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ

نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا


"Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir." (QS Al-Israa ayat 18)

Wallahu 'alam bishawab

Susahnya Menjaga Pandangan

Tidak berlebihan jika ada pepatah yang mengatakan dari mata turun ke hati seperti halnya perkataan seorang salaf,”Pandangan adalah panah beracun yang menembus ke hati.” Dari sebuah pandangan bisa mendorong hati berfikir maksiat yang tidak jarang diakhiri oleh perbuatan zina.

Karena itulah Allah swt menggandengkan antara perintah menjaga pandangan dengan menjaga kemaluan, sebagaimana didalam firman-Nya :

قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ


Artinya : “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". (QS. An Nuur : 30)

Perintah menjaga pandangan dan kemaluan didalam ayat tersebut ditujukan kepada semua muslim baik dia tinggal di lingkungan islami yang menerapkan aturan-aturan islam atau di lingkungan yang tidak islami yang meninggalkan penerapan aturan-aturan islam didalam tata pergaulan antara lawan jenis.

Dan jika anda berada didalam suatu lingkungan yang tidak islami maka hendaklah anda berusaha untuk meminimalkan pandangan anda kepada perempuan-perempuan yang bukan mahram anda trlebih lagi terhadap mereka yang tidak menutupi auratnya.

Namun apabila memang anda tidak bisa menghindar dari memandang mereka maka hendaklah pandangan itu tidak dibarengi dengan pandangan berikutnya yang sudah bercampur dengan syahwat. Adapun pandangan anda yang pertama maka—insya Allah—masih mendapat pemakluman karena ia termasuk jenis “pandangan spontanitas”


Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jarir bin Abdullah berkata,”Aku bertanya kepada Rasulullah saw tentang pandangan spontanitas” Maka beliau saw memerintahkanku untuk mengalihkan pandaganku.”

Hadits ini memperkuat pendapat ulama yang mengatakan bahwa makna dari huruf “min” didalam surat An Nuur ayat 30 adalah “sebagian” karena memang ada sebagian pandangan yang dibolehkan atau tidak bisa dihindari seperti pandangan pertama (spontanitas) atau pandangan tanpa maksud seperti didalam hadits Jarir diatas.

Senada dengan hadits Jarir juga apa yang diriwayatkan oleh Tirmidzi bahwa Rasulullah saw bersabda,”Wahai Ali janganlah engkau ikuti pandangan (pertama) dengan pandangan (berikutnya). Sesungguhnya pandangan yang pertama adalah untukmu namun tidak pada pandangan yang lainnya.”

Untuk itu hendaklah anda pandai menempatkan diri disetiap tempat ikhtilath (percampuran antara laki-laki dan perempuan) yang pada saat itu anda berada didalamnya. Tempatkanlah diri anda pada sudut atau sisi yang tidak mengarahkan pandangan anda kepada perempuan asing. Anda bisa tempatkan diri anda pada sisi yang mengarahkan pandangan anda kepada tembok, pohon-pohon, papan tulis, atau benda-benda lainnya agar pandangan anda tetap terjaga dan terpelihara.

Menjaga pandangan ditengah-tengah masyarakat yang tidak menerapkan aturan Allah didalam tata pergaulan mereka memang menjadi tantangan tersendiri yang membutuhkan perjuangan dan kesungguhan bagi seorang mukmin multazhim (yang berkomitmen dengan islam).

Allah tidak memerintahkan manusia untuk memejamkan matanya didalam setiap aktivitasnya karena hal itu pasti akan menyulitkan dirinya. Diantara rahmat Allah kepada hamba-hamba-Nya yang berada pada keadan yang sulit namun dirinya tetap istiqomah melaksanakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan-Nya adalah bagaikan orang itu melakukan hijrah kepada Allah swt, sebagaimana apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Rasulullah saw bersabda,”Beribadah pada zaman yang sulit (terjadi fitnah) bagaikan berhijrah kepada-Ku.”

Sebab dari kelebihan atau keutamaan beribadah pada masa seperti itu adalah dikarenakan manusia pada saat itu telah lalai akan kewajiban agamanya, mengabaikan syariat-Nya, disibukkan oleh urusan-urusan rutin duianya kecuali hanya segelintir orang saja yang masih komitmen dengan agamanya dan istiqomah diatas jalannya.

Mewujudkan masyarakat yang sadar syariah dan memegang nilai-nilai akhlak mulia adalah menjadi kewajiban semua orang yang ada didalamnya termasuk meminimalisir kemaksiatan didalam pergaulan ikhtilath. (baca : Ikhtilath dan Hijab Syar’i). Namun dari mereka semua tentunya tanggung jawab yang lebih besar adalah ada pada para penguasa sebagai pembuat kebijakan dan peraturan tata pergaulan masyarakatnya.

Wallahu A’lam

Selasa, 06 Oktober 2009

Cerita Di atas Cerita

Pada masa sekarang, dimana kebutuhan sehari-hari semakin meningkat meninggalkan penghasilan yang di peroleh, maka sering kita melihat pasangan suami istri bekerja bersamaan saling bantu membantu mencari nafkah untuk keluarga. Ada yang bekerja bersama-sama berdagang dan ada juga yang bekerja secara terpisah pada suatu instansi atau perusahaan. Pak Haris adalah salah satu dari beberapa orang di kota besar ini yang mengijinan istrinya bekerja membantu memperbaiki keuangan keluarga, walau dengan konsekwensi anak mesti dititipkan kepada pembantu rumah tangga. Pak Haris bekerja sebagai staf administrasi pada sebuah sekolah dasar sedangkan istrinya bekerja sebagai staf keuangan pada perusahaan swasta yang berskala nasional. Sebagai kepala rumah tangga, gaji yang didapat sebulan selalu dibawah penghasilan sang istri, namun Pak Haris selalu sabar dan tidak pernah marasa iri dan susah hati, sebaliknya istrinyalah yang selalu mengeluh dan terus mendorongnya mencari pekerjaan yang lebih baik.

Allah selalu maha adil dalam menempatkan segala sesuatu, walaupun tidak banyak menghasilkan tetapi didalam kehidupan keluarga Pak Haris adalah ayah yang baik dalam mendidik anak-anaknya dan selalu memberikan tauladan yang baik sebagai seorang ayah maupun sebagai seorang suami, Pak Haris memang selalu berusaha meluangkan waktu untuk keluarganya. Kondisi perekonomian membuat Pak Haris saat itu tinggal bersama keluarganya pada sebuah rumah kontrakan di pinggiran Jakarta. Istrinya selalu berusaha menyisihkan sebagain dari gajinya untuk membeli sebuah rumah, karena gaji Pak Haris habis untu kebutuhan sehari-hari.

Suatu ketika Istri Pak Haris berniat membeli sebuah rumah dengan cara mengajukan KPR pada suatu Bank. Uang muka yang akan di setorkan telah disiapkan untuk di bawa Pak Haris ke pengembang perumahan tersebut karena volume pekerjaan istrinya tidak memungkinkan untuk keluar kantor. Setelah minta ijin dari kepala Sekolah , Pak Haris langsung pergi menuju perumahan yang dimaksud dengan membawa uang muka pembayaran. Allah selalu mengawasi setiap langkah hambanya dan mengukir cerita yang menjadi jalan hidup si hamba, yang dengan cerita itu tergambarlah karakter yang diinginkanNya, yaitu ikhlas terhadap segala keputusanNya. Di tengah jalan uang yang dibawa Pak haris hilang, entah di curi orang atau terjatuh dan hal ini baru disadari sewaktu tiba di lokasi perumahan. Berkali-kali pak Haris menelusuri jalan yang dilalui tapi hasilnya tidak ada.

Setiba di rumah, istri pak Haris sangat marah dengan kelalaian yang dilakukannya. Berulang-ulang istrinya menyebutkan bahwa uang itu adalah hasil yang dikumpulkannya bertahun- tahun dan hilang begitu saja dalam satu hari, istrinya lupa kapada Sang pembuat cerita. Pak Haris merasa sangat bersalah. Ketidak mampuannya memberikan penghasilan yang lebih harus di lengkapi dengan hilangnya tabungan yang dikumpulkan dengan bersusah payah oleh sang istri. Sejak hari itu pak Haris jarang ada di rumah, dia bekerja apa saja setelah pulang dari sekolah hanya untuk bisa mengganti uang istri yang hilang. Setiap hari Pak Haris selalu pulang larut malam , bahkan hari libur juga di gunakan untuk bekerja. Hari demi hari berlalu kesunyian mulai terasa di rumah yang biasa selalu ceria oleh tawa anak-anak dengan canda Pak Haris. Istrinya mulai menyesal dengan tindakannya, tetapi kekecewaan Pak Haris pada dirinya disamping sindiran sang istri membuat pak Haris terus bekerja tanpa henti bahkan dalam keadaan sakit sekalipun, hingga kecelakaan menghampirinya. Kedua kakinya harus di amputasi karena terjepit truck container sewaktu akan mengantarkan barang pada sebuah area pergudangan.

Keluarga itu tidak hanya kehilangan uang untuk beli rumah tetapi juga telah kehilangan seoarang ayah dan seorang suami hanya untuk sebuah ego, ketidak ikhlasan bahwa apapun yang terjadi pada diri kita telah tercatat pada lembar abadi milik Sang Pencipta, rasa syukur memang harus di barengi dengan rasa sabar, sebuah sikap para shalihin yang mulai jarang ditemui.
------------ --------- --------- --------- --------- --------- --------- --------- --------- --------- --------- ------

Cerita diatas ditulis Pak Haris untuk menyadarkan istrinya melalui mailing list. Terkadang untuk menyadarkan seseorang di perlukan media yang sering kita temui tanpa kita sadari salah satunya adalah email. Cerita dibuat sedikit mendramatisir yaitu diahiri dengan kecelakaan yang membuat seseorang agak terkesima tidak terkecuali istrinya yang membacanya yang di peroleh dari forwadan email teman yang sengaja di minta oleh pak Haris tanpa disadari istrinya. Beberapa hari setelah email terkirim , terdengar istri menelpon dari kantornya " Ayah, ada dimana ?" tanya istrinya
" masih kerja, mudah-mudahan uang ibu yang hilang bisa cepat ayah pulangin" kata pak haris
" Ibu sudah kehilangan uang dan sekarang ibu juga tidak mau kehilangan ayah, jika ayah tidak bisa mengembalikan uangnya cukup kembalikan ayah dari anakku, tolong kembalikan juga kecerian di rumah kami yang telah lama hilang" kata sang istri mulai dengan nada hampir menangis. tanpa menunggu lebih lama Pak Haris berusaha bergegas pulang, kerinduan akan anak-anaknya mulai membuncah didada. Sepeda motor di pacu sekecang mungkin. Goresan yang dibuatnya melalui email menjadi kenyataan. Allah menulis hal yang sama pada lembar abadiNya dan Pak Haris kecelakaan dari motor. Kecelakaan itu tidak hanya merampas kakinya tapi juga jiwanya.

Beberapa hari setelah kematian Pak Haris teman tempatnya bekerja menceritakan semuanya dan email itulah ungkapan hati Pak Haris yang terakhir, bahwa dibalik ego yang menghalangi ada sebuah kerinduan yang teramat dalam bagi keluarganya. Apakah kita akan mengalami hal yang sama pada cerita yang berbeda ?

salam

Kisah Dari Sebuah Perjalanan

Satu tahun yang lalu ketika memasuki bulan Rajab , tidak banyak yang menunaikan sholat duha di masjid itu, kecuali seorang pemuda yang selalu membawa tas ransel. Dia bekerja tidak jauh dari area masjid yang terletak di bilangan Jakarta Utara. Sholat sunnah dhuha memang tidak se familiar sholat sunnah rawatib yang selalu mengapit sholat fardu. Banyak orang menganggap sholat dhuha adalah sholat kepentingan sama halnya dengan sholat hajat, hanya saja dhuha lebih di fokuskan dengan masalah rezeki. Walaupun tidak semua seperti itu tapi kita tidak juga bisa menutup mata dengan bertebarannya dalil kecukupan rezeki bagi orang yang menunaikanya, sehingga jika ada yang menunaikannya karena meminta dimudahkan rezeki oleh Allah adalah wajar saja.

Memasuki bulan Syakban, kondisi masjid mulai bertambah seiring dengan sunnah puasa di bulan ini maka bertambah juga orang yang menunaikan sholat dhuha. Puncaknya adalah bulan Ramadhan, apalagi pada sepuluh hari terakhir, maka susah untuk membedakan mana yang datang dari luar untuk menunaikan sholat dhuha dan mana yang telah berdiam diri disana dari hari sebelumnya. Mengginjak bulan Syawal kembali masjid tersebut sepi. Kami seperti reuni dalam kesunyian, mengapai ridho Allah dalam hal rezeki, mengais harapan dari setiap doa dan bersimpuh untuk meraih setiap kesempatan yang diberikanNya.

Namanya Ahmad, bekerja sebagai office boy pada sebuah perusahaan multi nasional. Dia ingin meningkatkan karirnya dengan cara melanjutkan pendidikan keperguran tinggi. Setelah tamat sekolah menengah tingkat atas di telah bekerja di berbagai tempat dan mulai menabung untuk biaya memasuki perguruan tinggi pada sore hari selepas bekerja. Dia selalu merasa ada saja masalah yang menghinggapinya sehingga setiap hari lari kemasjid mengadu kepada Allah, dia tidak mempunyai teman yang bisa di percaya untuk berbagi cerita, sedangkan orang tuanya ada di kampung. Saya sempat bercanda dengannya dengan mengatakan bahwa Allah mungkin senang berdua dengannya sehingga selalu di titipkan sebuah masalah agar dia selalu kembali kepadaNya. " Benar sih mas tapi saya ingin berdua dengan Allah bukan karena sebuah masalah, tapi karena memang saya ingin berdua denganNya dengan hati damai" katanya mencoba berharap lain.

Hari demi hari berlalu dan seperti biasa setiap pagi kami selalu bertemu dan menunaikan sholat dhuha secara terpisah mencari sudut yang paling ideal berdialog denganNya. Memasuki bulan Rajab yang lalu, saya kehilangan dia dan berlanjut pada bulan Syakban dan Ramadhan. Memasuki bulan Syawal, sewaktu perusahaan baru mulai beraktifitas kembali setelah libur lebaran. Saya bertemu dengannya di masjid yang sama dengan penampilan yang berbeda. " Saya sudah tidak bekerja di sini lagi mas , udah pindah ke Jakarta barat, saya coba mampir kesini mau silaturahim sama mas dan teman-teman di kantor lama" katanya menerangkan. Allah telah menjawab teriakan doa yang di panjatkannya gumam saya didalam hati. " kayaknya banyak kemajuan nih, " canda saya kepadanya. " saya jadi bingung mas, sebenarnya cobaan saya itu kekurangan saya dulu atau kelebihan saya sekarang, saat ini saya jarang sholat dhuha karena kantor di daerah saya kerja sekarang jauh dari masjid, sedangkan kalau sholat dikantor selalu saja ada halangannya karena tempat sholatnya dekat dengan pantry. Saya sekarang udah kuliah sore mas, tapi saya jadi sering ketinggalan sholat maghrib paling telat diakhir waktu. Setiap pagi kerinduan berdialog dengan Allah tergantikan dengan bercanda dengan teman di kantin karena suasana kantinnya asyik sekali karena yang makan disana cantik-cantik dan baik-baik " katanya seperti tidak mau untuk bercerita, tetapi waktu memaksa kami untuk berpisah.

Mulai hari itu masjid itu kembali sepi, saya mencari sudut dari masjid tempat dulu ahmad melaksanakan sholat dan merasakan kehadiran Allah dalam nuansa ketakutan, Saya selalu gelisah dengan pencapaian-pencapai an yang tidak pernah berakhir dengan memuaskan tetapi saya lebih takut ditinggalkan Allah dalam keadaan tertawa. Saya tidak lagi berani berdoa ini dan itu......hanya diam dan terpaku, tiba-tiba hati ini diliputi suasana bahagia...lau hening , entah dari mana asalnya lalu seperti di tuntun berdo'a " Ya Allah berikanlah kapadaku keikhlasan menerima segala kehendakMu atas jalan hidupku dan jadikanlah sabar di hati sebagai rasa syukur atas segala cobaanMu dan hiasilah rasa syukur didada ini dengan sebuah kesabaran dalam menerima amanahMU" Wallahualam Bishawab
disadur dari David

Salam

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger