Sabtu, 18 September 2010

Ungkapan Sederhana Untuk Istri Tercinta

Bila malam sudah beranjak mendapati subuh, bangunlah sejenak. Lihatlah istri anda yang sedang terbaring letih menemani bayi anda. Tataplah wajahnya yang masih dipenuhi oleh gurat-gurat kepenatan karena seharian ini badannya tak menemukan kesempatan untuk istirah barang sekejap. Kalau saja tak ada air wudhu yang membasahi wajah itu setiap hari, barangkali sisa-sisa kecantikannya sudah tak ada lagi.

Sesudahnya, bayangkanlah tentang esok hari. Disaat anda sudah bisa merasakan betapa segar udara pagi, tubuh letih istri anda barangkali belum benar-benar menemukan kesegarannya. Sementara anak-anak sebentar lagi akan meminta perhatian bundanya, membisingkan telinganya dengan tangis serta membasahi pakaiannya dengan pipis tak habis-habis. Baru berganti pakaian, sudah dibasahi pipis lagi. Padahal tangan istri anda pula yang harus mencucinya.

Disaat seperti itu, apakah yang anda pikirkan tentang dia?


Masihkan anda memimpikan tentang seorang yang akan senantiasa berbicara lembut kepada anak-anaknya seperti kisah dari negeri dongeng sementara disaat yang sama anda menuntut dia untuk menjadi istri yang penuh perhatian, santun dalam berbicara, lulus dalam memilih setiap kata serta tulus dalam menjalani tugasnya sebagai istri, termasuk dalam menjalani apa yang sesungguhnya bukan kewajiban istri tetapi dianggap sebagai kewajibannya.

Sekali lagi, masihkan anda sampai hati mendambakan tentang seorang perempuan yang sempurna, yang selalu berlaku halus dan lembut? Tentu saja saya tidak tengah mengajak anda membiarkan istri membentak anak-anak dengan mata membelalak. Tidak. Saya hanya ingin mengajak anda melihat bahwa tatkala tubuhnya amat letih, sementara suami tak pernah menyapa jiwanya, maka amat wajar kalau ia tak sabar.

Begitu pula manakala matanya yang mengantuk tak kunjung memperoleh kesempatan untuk tidur nyenyak sejenak, maka ketegangan emosinya akan menanjak. Disaat itulah jarinya yang lentik bisa tiba-tiba membuat anak menjerit karena cubitannya yang bikin sakit.

Apa artinya? Benar, seorang istri shalihah memang tak boleh bermanja-manja secara kekanak-kanakan, apalagi sampai cengeng. Tetapi istri shalihah tetaplah manusia yang membutuhkan penerimaan. Ia juga butuh diakui, meski tak pernah meminta kepada anda.

Sementara gejolak-gejolak jiwa memenuhi dada, butuh telinga yang mau mendengar. Kalau kegelisahan jiwanya tak pernah menemukan muaranya berupa kesediaan utuk mendengar, atau ia tak pernah anda akui keberadaannya, maka kangan pernah menyalahkan siapa-siapa kecuali dirimu sendiri jika ia tiba-tiba meledak.

Jangankan istri anda yang suaminya tidak terlalu istimewa, istri Nabi pun pernah mengalami situasi-situasi yang penuh ledakan, meski yang membuatnya meledak-ledak bukan karena Nabi SAW tak mau mendengarkan melainkan semata karena dibakar api kecemburuan. Ketika itu, Nabi SAW hanya diam mengjadapi ‘Aisyah yang sedang cemburu seraya memintanya untuk mengganti mangkok yang dipecahkan.


Ketika menginginkan ibu anak-anak anda selalu lembut dalam mengasuh, maka bukan hanya nasehat yang perlu anda berikan. Ada yang lain. Ada kehangatan yang perlu anda berikan agar hatinya tidak dingin,apalagi beku, dalam menghadapu anak-anak setiap hari. Ada penerimaan yang perlu kita tunjukkan agar anak-anak itu tetap menemukan bundanya sebagai tempat untuk memperoleh kedamaian, cinta dan kasih sayang.

Ada ketulusan yang harus anda usapkan kepada perasaan dan pikirannya, agar ia masih tetap mememilki energi untuk tersenyum kepada anak-anak anda, sepenat apapun ia.

Ada lagi yang lain : PENGAKUAN. Meski ia tak pernah menuntut, tetapi mestikah anda menunggu sampai mukanya berkerut-kerut.

Karenanya, anda kembali ke bagian awal tulisan ini. Ketika perjalanan waktu melewati tengah malam, pandanglah istri anda yang terbaring letih itu, lalu pikirkanlah sejenak, tak adakah yang bisa anda lakukan sekedar mengucapkan terima kasih atau menyatakan sayang bisa dengan kata yang berbunga-bunga, bisa tanpa kata. Dan sungguh, lihatlah betapa banyak cara untuk menyatakannya. Tubuh yang letih itu, alangkah bersemangatnya jika di saat bangun nanti ada secangkir minuman hangat yang diseduh dengan dua sendok teh gula dan satu cangkir cinta.

Sampaikan kepadanya ketika matanya telah terbuka,“ada secangkir minuman hangat untuk istriku. Perlukah aku hantarkan intuk itu?“

Sulit melakukan ini? Ada cara lain yang bisa anda lakukan. Mungkin sekedar membantunya meyiapkan sarapan pagi untuk anak-anak, mungkin juga dengan tindakan-tindakan lain, asal tak salah niat kita. Kalau anda terlibat dengan pekerjaan di dapur, memandikan anak, atau menyuapi si mungil sebelum mengantarkannya ke TK, itu bukan karena gender-friendly; tetapi semata karena mencari ridha Allah, sebab selain niat ikhlas karena Allah, tak ada artinya apa yang anda lakukan.

Anda tidak akan mendapati amal-amal anda saat berjumpa dengan Allah di yaumil-qiyamah. Alaakullihal, apa yang ingin anda lakukan, terserah anda. Yang jelas, ada pengakuan untukknya, baik lewat ucapan terima kasih atau tindakan yang menunjukkan bahwa dialah yang terkasih. Semoga dengan kerelaan anda untuk menyatakan terima kasih, tak ada airmata duka yang menetes baginya, tak adal lagi istri yang berlari menelungkupkan wajah di atas bantal karema merasa tak didengar. Dan semoga pula dengan perhatian yang anda berikan lepadanya, kelak istri anda akan berkata tentang anda sebagaimana Bunda ‘Aisyah RA berucap tentang suaminya, Rasulullah SAW,”Ah, semua perilakunya menakjubkan bagiku”.

Sesudah engkau puas memandangi istrimu yang terbaring letih, sesudah engkau perhatikan gurat-gurat penat di wajahnya, maka biarkanlah ia sejenak untuk meneruskan istirahatnya. Hembusan udara dingin yang mungkin bisa mengusik tidurnya, tahanlah dengan sehelai selimut untuknya.

Hamparkanlah ke tubuh istrimu dengan kasih sayang dan cinta yang tak lekang oleh perubahan. Semoga engkau termasuk laki-laki yang mulia, sebab tidak memuliakan wanita kecuali laki-laki yang mulia.

Sesudahnya, kembalilah ke munajat dan tafakkurmu. Marilah anda ingat kembali ketika Rasulullah SAW berpesan tentang istri. “wahai manusia, sensungguhnya istri kalian mempunyai hak atas kalian sebagaimana kalian mempunyai hak atas mereka. Ketahuilah.”kata Rasulullah SAW melanjutkan.” kalian mengambil wanita itu sebagai amanah dari Allah, dan kalian halalkan kehormatan merreka dengan kitan Allah. Takutlah kepada Allah dalam mengurusi istri kalian. Aku wasiatklan atas kalian intuk selalu berbuat baik.”


Anda telah mengambil istri anda sebagai amanah dari Allah. Kelak anda harus melaporkan kepada Allah Ta’ala bagaimana anda menunaikan amanah dari-Nya. Apakah anda mengabaikannya sehingga guratan-guratan dengan cepat menggerogoti wajahnya, jauh awal dari usia yang sebenarnya? Ataukah, anda sempat tercatat selalu berbuat baik untuk istri.

Semoga anda memberi ungkapan yang lebih agung untuk istri anda.
Salam

Kamis, 16 September 2010

JIKA SAYA.....

Bulan nan indah telah meninggalkan kita. Tentu dalam waktu selama satu bulan menorehkan banyak hal. Baik berupa goresan keindahan maupun gurat kesedihan nan dalam. Karena saat lebaran selain bertemu dengan orang-orang yang kita cintai, tapi banyak juga kecelakaan di jalan raya yang akhirnya menghantarkan mereka yang dirindui berpulang ke kampung yang kekal.

Rasanya waktu yang kita jalani sungguh sangat “sejenak”. Terlalu banyak masih yang ingin kita “tabung’. Masih ada celah-celah yang belum kita tambal. Masih ada luka yang menganga. Masih ada sobekan hati yang belum tersembuhkan. Bahkan kedekatan kepada Allah terasa masih sangat jauh.

Walau kita telah berusaha memperbanyak tilawah, shalat-shalat sunnah, sedekah dan lainnya, terasa waktu mampirnya ramadhan sangat jauh dari yang kita harapkan.


Ramadhan yang agung, memang waktu yang sangat tepat untuk merajut ketaqwaan yang tinggi. Kondisi lingkungan yang turut mendukung, membuat kita mampu termotivasi untuk tidak membiarkan ramadhan berlalu hanya dengan sedikit goresan indah.

Ramadhan nan sejuk. Betapa mudahnya tangan kita terulur untuk berbagi dengan sesama. Betapa mudahnya kita untuk mejaga lisan. Betapa berhati-hatinya kita untuk tidak memikirkan sesuatu yang akan mengotori hati kita.

Lebaran pun tiba, apa yang terjadi?

Untuk menghidupkan setengah saja suasana ramadhan disaat lebaran, memang sangat sulit. Saat berakhirnya ramadhan, sepertinya suasana dilingkungan kita menjadi “hingar-bingar’ dengan urusan duniawi. Semisal persiapan mudik, atau pun menu-menu yang terhidang untuk menyambut tamu. Bahkan kadang karena lebaran pula, shalat tepat waktu tidak dapat kita lakukan.

Silaturahmi sebuah hal yang memang baik, yang telah menjadi tradisi di masyarakat kita. Silaturahmi merupakan sebuah tanda lebaran yang bermakna. Karena kita sangat mudah untuk meminta maaf maupun memaafkan orang lain.

Silaturahmi yang kita lakukan, menjadikan rasa jauh dengan kerabat, tergantikan dengan kerinduan akan masa-masa indah disaat kecil. Berkumpul dengan keluarga besar orangtua kita, tentu sangat manis dikenang. Kekerabatan yang terikat erat, karena tradisi pulang kampung.

Apa yang terpikirkan saat lebaran?

Ketika bersilaturahmi di beberapa keluarga. Saya memperhatikan menu-menu makanan yang begitu lezat. Pakaian-pakaian baru yang begitu indah mereka kenakan. Saya memikirkan, betapa dibeberapa tempat di negara kita Indonesia ini, masih banyak saudara kita yang kelaparan. Masih banyak anak-anak yang belum mempunyai pakaian layak pakai saat lebaran.

Mereka, jangankan untuk makanan lezat, untuk mengisi perut saja, mereka rela untuk berdesak-desakan antri di rumah dermawan yang membagikan zakat senilai lima belas ribu rupiah. Yang bagi kita saat ini, hanya cukup dibelikan sepasang kaos kaki untuk anak-anak.

Sementara ada diantara kita, memberikan perhatian lebih untuk sebuah lebaran, dengan menyediakan anggaran yang spektakuler, khususnya untuk pakaian. Padahal mungkin saja masih banyak pakaian baru, yang tergantung di tempat penyimpanan pakaian.

Ada juga beberapa ibu-ibu, bukan hanya saat lebaran membeli pakaian, tapi hampir setiap bulan mengeluarkan koceknya untuk hal yang satu ini. Bahkan sepertinya pakaian yang mereka kenakan tak pernah buram, karena seringkali tergantikan dengan yang masih fresh.

Kadang saya melihat, sebuah pakaian yang dipakai lebaran, ternyata setelah lebaran hanya tergantung di almari pakaian yang sunyi. Pakaian itu hanya berdiam disana, tanpa memberikan nilai tambah bagi si empunya.

Jika saja,…….

Yah jika saja, mereka yang telah punya banyak pakaian, mau menahan diri untuk satu kali saja tidak membeli lebaran kali ini, dan anggaran untuk pembeliannya dibelikan mukena atau baju muslim untuk kaum dhuafa. Betapa bernilainya pemberian itu.

Pemberian yang akan memberikan kecerahan bagi yang memilikinya, dan tentu bagi sang tangan yang diatas, merupakan deposito amal yang panjang.

Karena bila sebuah pakaian dipakai oleh seorang yang shaleh, yang akan digunakannya untuk shalat, pergi ke pengajian atau mengisi ta’lim, tentu pakaian yang dipakainya turut mendapatkan keberkahan itu. Dan sang pemberi pakaian pun akan mendapatkan aliran “dana” pahala yang bejibun.

Jika saja, mereka yang punya berlusin-lusin pakaian indah, yang masih teronggok di lemarinya yang mewah, mau membagikan sebagian saja pakaian mereka untuk para fakir miskin, tentu itu lebih bermanfaat daripada menahan barang tersebut karena alasan ; barang itu sayang diberikan kepada orang-lain karena dibeli dengan harga mahal atau spesial.

Jika saja, kita semua mau mengurangi sedikit saja pengeluaran lebaran yang lumayan “menggiurkan” bagi saudara kita yang serba kekurangan, tentu itu lebih bermanfaat daripada mengisi perut tamu-tamu kita yang memang telah rutin memakan menu istimewa di kesehariannya.

Jika saja….

Mungkin saja itu hal yang muluk menurut kita, tapi bukankah hal itu dapat kita lakukan, jika kita mau?

Salam

Haruskah Bayi Yang baru Lahir Di Adzan dan Iqamatkan?

Sungguh suatu kebahagiaan jika kita mendapati kaum muslimin di dalam setiap aktivitas ibadahnya kepada Allah swt berlandaskan dalil, baik Al Qur’an maupun As Sunnah, sehingga akan terpelihara dari kesesatan dan kesalahan.

Di antara hadits-hadits yang dipakai sebagai dalil untuk menyuarakan adzan di telinga kanan dan iqomat di telinga kiri adalah :

1. Sabda Rasulullah saw: “Siapa yang diberikan bayi kemudian diadzankan di telinga kanan dan mengiqomatkan di telinga kiri maka tidak akan terkena bahaya gangguan setan.”

Hadits ini maudhu’ (palsu) : Ia diriwayatkan oleh Abu Ya’la didalam “Musnadnya” (4/1604), darinya Ibnu as Sunni didalam “Amal al Yaum Wa al Lailah” (200/617) demikian juga Ibnu ‘Asakir (16/182/2) melalui jalan Abi Ya’la, Ibnu Basyron didalam “Al Amaali” (88/1), Abu Thohir Al Qursyi didalam “Hadits Ibnu Marwan al Anshori dan selainnya” (2/1) dari jalan Yahya bin al “Alaa ar Rozi dari Marwan bin Sulaiman dari Tholhah bin Ubaidillah al Uqoily dari al Hasan bin ali marfu’


Aku (Syeikh Albani) mengatakan : :”Sanad hadits ini maudhu’ (palsu), Yahya bin al ‘Ala, Marwan bin Salim yang menjadikan hadits ini maudhu’ dan diperkuat oleh Ibnul Qoyyim dalam “Tuhfatul Maudud” hal. 9 milik Al baihaqi dan dia mengatakan : Isnad hadits ini dho’if (lemah).

2. Sabda Rasulullah saw : Dari Abu Rofi, “Aku menyaksikan Rasulullah saw mengadzankan dengan adzan sholat di telinga Hasan saat Fatimah melahirkannya.”
Tirmidzi mengatakan : ”Hadits Shohih dan diamalkan.”

Al Mubarokfuriy yang menjelaskan hadits ini mengatakan setelah dia menjelaskan kedhoifan sanadnya dan berdalil dengan perkataan para imam dalam riwayat ‘Ashim bin Ubaidillah : “Jika engkau mengatakan : Bagaimana beramal dengannya padahal ia dhoif (lemah)? Aku mengatakan : “Ya, hadits ini lemah akan tetapi dia diperkuat oleh hadits Husein bin Ali ra yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la al Mushiliy dan Ibnu as Sunni.” !

Perhatikanlah, bagaimana dia menguatkan yang dhoif dengan yang maudhu’, dan tidaklah itu (dilakukan) kecuali dikarenakan tidak adanya pengetahuan terhadap kemaudhuannya dan pengelabuannya terhadap keinginan para ulama yang kami sebutkan dan hampir-hampir aku pun jatuh seperti itu, maka perhatikanlah!

Ya, barangkali penguatan hadits Abi Rofi’ dengan hadits Ibnu Abbas : “Bahwasanya Nabi saw mengadzankan di telinga Husein bin Ali pada hari kelahirannya dan mengiqomatkan di telinga kirinya.” dikeluarkan oleh Baihaqi di dalam “Asy Syu’ab” bersama hadits Hasan bin Ali dan dia berkata: “Di dalam sanad keduanya ada kelemahan.” Seperti juga disebutkan Ibnul Qoyyim didalam “at Tuhfah” hal. 16.

Aku (Syeikh Albani) mengatakan :”Bisa jadi sanad yang ini lebih baik dari sanadnya hadits Hasan dikarenakan bisa memberikan persaksian terhadap hadits Rofi’. Wallahu A’lam.”

Jika demikian, maka hadits itu bisa menjadi dalil untuk menyuarakan adzan karena ia juga terdapat dalam hadits Abi Rofi’. Adapun iqomat maka ia ghorib (lemah). Wallahu A’lam
(Silsilah al Ahadits adh Dho’iifah Wal Maudhu’ah, jilid 491 – 493

Jadi dari penjelasan di atas tampak bahwa hadits-hadits tersebut termasuk kategori dhoif (lemah).

Namun demikian, terjadi perbedaan ulama dalam hal beramal dengan hadits yang dhoif :

1. Pendapat pertama : Tidak boleh sama sekali beramal dengan hadits dhoif, tidak dalam hal keutamaan ataupun hukum. Ini adalah pendapat Yahya bin Ma’in, Abu Bakar al ‘Arobi, Imam Bukhori dan Muslim dan juga Ibnu Hazm.

2. Pendapat Kedua : Dibolehkan beramal dengan hadits dho’if. Ini pendapat Abu Daud dan Imam Ahmad.

3. Pendapat Ketiga : Dibolehkan beramal dengan yang dhoif dalam hal-hal keutamaan, nasehat-nasehat dan yang sejenisnya selama memenuhi persyaratan—sebagaiamana disebutkan oleh Syiekhul islam Ibnu Hajar—yaitu :
1. Dhoifnya tidak keterlaluan.
2. Termasuk dalam pokok-pokok yang diamalkan.
3. Tidak meyakini bahwa amal itu betul-betul terjadi akan tetapi meyakini secara hati-hati.

(Ushul al Hadits ‘Ulumuhu Wa Mushtholatuhu, DR. Muhammad ‘Ajjaj al Khotib, hal 351)

disadur dari eramuslim.

Salam

PENGHALANG MASUK SURGA

Setiap muslim pasti ingin memperoleh kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat, karenanya hal ini selalu dipanjatkan dalam do'anya setiap hari. Kebahagiaan di akhirat berarti seseorang dimasukkan ke dalam surga oleh Allah Swt. Namun keinginan saja ternyata belum cukup, setiap orang harus berusaha untuk bisa masuk ke dalamnya dan usaha itu harus dilakukan sekarang dalam kehidupan di dunia ini.

Diantara usaha yang harus dilakukan dalam kehidupan di dunia ini agar bisa masuk ke dalam surga adalah dilepaskan atau dibuangnya berbagai penghalang sehingga perjalanan menuju surga bisa menjadi lancar. Penghalang yang harus disingkirkan itu disebutkan dalam Al-Qur'an dan Al Hadits yang akan kita bahas melalui tulisan yang singkat ini.

1. Syirik Kepada Allah.

Syirik kepada Allah Swt adalah menganggap atau menjadikan selain Allah Swt sebagai Tuhan, ini merupakan syirik yang besar sehingga pelakunya bisa dinyatakan kafir, keluar dari Islam (murtad) dan seandainya sebelum itu dia melakukan amal yang shaleh, maka terhapuslah nilai amalnya itu, Allah Swt berfirman: Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih sendiri berkata: Hai bani israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang-orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan surga kepadanya, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang yang zalim itu seorang penolongpun (QS 5:72).


Disamping itu, meskipun tidak sampai dinyatakan kafir, ada pula syirik yang kecil, yakni riya atau mengharapkan pujian dari amal shaleh yang dilakukan seseorang, bila hal ini selalu dilakukan dalam amal, maka seseorang bisa jadi tidak bisa masuk surga karena masuk surga harus dengan bekal amal shaleh yang banyak, sedangkan orang ini tidak punya nilai dari amal shalehnya karena terhapus dengan riya, itu sebabnya Rasulullah Saw sangat khawatir bila umatnya memiliki sifat riya, beliau bersabda:

ِانَّ اَخْوَفَ مَا اَخَافُ عَلَيْكُمْ اَلشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ. قَالُوْا: وَمَا الشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟. قاَلَ: اَلرِّيَاءُ

Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan terjadi pada kalian adalah syirik yang kecil. Sahabat bertanya: “apakah syirik yang kecil itu ya Rasulullah?”. Rasulullah menjawab: “Riya” (HR. Ahmad).

Termasuk syirik kepada Allah adalah mempercayai perdukunan, ramalan-ramalan nasib, tahayyul, jimat, sihir, jampi-jampi yang tidak berdasar, kepercayaan-kepercayaan yang tidak sesuai dengan aqidah Islam dan sebagainya.

2. Sombong.

Kesombongan merupakan sifat yang sangat tercela, hal ini karena manusia dengan segala kelemahan dan kekurangannya tidak pantas berlaku sombong. Hanya Allah yang Maha berkuasa, Maha kaya, Maha tahu dan sebagainya yang pantas berlaku sombong, meskipun Dia tidak menyombongkan diri. Karena itu, Allah Swt menutup pintu surga bagi orang-orang yang sombong, Rasulullah


لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذََرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ.

Tidak masuk surga orang yang di dalam hati ada kesombongan meskipun hanya sebiji sawi (HR.Muslim).

Disamping itu, Allah Swt lebih murka lagi kepada orang menyombongkan diri dengan dosa yang dilakukannya atau bangga dengan dosa, hal ini membuat ia semakin sulit untuk bisa masuk ke dalam surga sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya: Sesungguhnya orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri kepadanya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk ke dalam surga hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah kami memberi pembalasan kepada kepada orang-orang yang berbuat kejahatan (QS 7:40).

Kesombongan menjadi penghalang untuk bisa masuk surga karena memang sangat berbahaya bagi manusia, khususnya orang yang memiliki sifat tersebut. Paling tidak, ada empat bahaya sifat sombong.

Pertama, Merasa menjadi orang yang paling baik dan benar sehingga ia menjadi orang yang mau menang sendiri. Ini bermula karena ia memiliki kelebihan-kelebihan, namun ia tidak melihat bahwa banyak orang yang memiliki kelebihan yang lebih hebat dari kelebihan yang dimilikinya.

Kedua, Tidak senang pada saran, hal ini karena ia sudah merasa sempurna, tidak punya kekurangan, apalagi bila kesombongan itu tumbuh karena usianya yang sudah tua dengan segudang pengalaman, ia akan menyombongkan diri kepada orang yang muda, atau sombong karena ilmunya banyak dengan gelar kesarjanaan di depan dan di belakang namanya, maka akan berlaku sombong kepada orang yang tidak lebih tinggi pendidikannya. Kalau saran saja sudah tidak mau diterimanya, apalagi kritik.

Ketiga, Tidak senang terhadap kemajuan yang dicapai orang lain, hal ini karena apa yang menjadi sebab dari kesombongannya akan tersaingi oleh orang itu yang menyebabkan dia tidak pantas lagi berlaku sombong, karenanya orang seperti ini biasanya menjadi iri hati (hasad) terhadap keberhasilan, kemajuan dan kesenangan yang dialami orang lain, bahkan kalau perlu menghambat dan menghentikan kemajuan itu dengan cara-cara yang membahayakan seperti memfitnah, mengembangkan permusuhan hingga pembunuhan.

Keempat, Menolak kebenaran meskipun ia meyakininya sebagai sesuatu yang benar, hal ini difirmankan Allah Swt di dalam Al-Qur’an: Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan (QS 27:14).

3. Memutuskan Persaudaraan.

Pada dasarnya, manusia itu adalah makhluk yang bersaudara dengan sesamanya, karenanya jangan sampai tergadi kebencian dan permusuhan tanpa alasan yang bisa dibenarkan, apalagi bagi orang yang memiliki kesamaan iman terutama bila yang sesama mu'min itu memiliki ikatan persaudaraan dalam nasab atau keturunan. Karenanya bila terjadi pemutusan hubungan persaudaraan dalam nasab, maka Allah Swt amat menyayangkan hal itu sehingga Dia yang menjadi pemilik surga tidak akan memasukkan orang yang memutuskan persaudaraan, Rasulullah Saw bersabda:

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ

Tidak masuk surga orang yang memutuskan, yakni memutuskan silaturahim (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi).

Tidak dimasukkannya orang yang memutuskan silaturahim ke dalam surga karena Allah Swt sangat murka sehingga laknat-Nya akan turun kepada mereka, hal ini dinyatakan dalam firman Allah Swt: Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?. Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka (QS 47:21-23).

Karena hubungan persaudaraan yang berasal dari satu rahim ibu harus disambung dan diperkokoh, maka siapa saja yang memutuskannya akan mendapatkan kutukan dari Allah Swt, dan bagaimana mungkin orang yang mendapatkan kutukan Allah bisa masuk ke dalam surga, Allah Swt berfirman: Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan (silaturrahim) dan mengadakan kerusakan di muka bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (neraka). (QS 13:25).

Oleh karena itu, orang yang memutuskan silaturahim dimasukkan oleh Allah ke dalam kelompok orang yang fasik dan mereka akan menjadi orang-orang yang rugi, baik di dunia maupun di akhirat, hal ini terdapat dalam firman Allah Swt: Dan tidak ada yang disesatkan kecuali orfang-orang yang fasik, (yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk menghubungkannya (silaturrahim) dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi (QS 2:26-27).

Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa manakala kita ingin masuk ke dalam surga, maka segala rintangan yang menghalangi harus bisa kita singkirkan.

Salam

Minggu, 13 Juni 2010

Hakikat Mencintai Seseorang karena Allah

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Dzar berkata : Rasulullah saw bersabda,”Sebaik-baik amal adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.”

Al Alamah Abadiy mengatakan bahwa makna “Sebaik-baik amal adalah cinta karena Allah” adalah karena-Nya bukan karena tujuan lain seperti ketertarikan dan berbuat baik. Diantara keharusan dalam mencintai karena Allah adalah mencintai para wali dan orang-orang pilihan-Nya. Dan diantara syarat kecintaan mereka adalah mengikuti jejak-jejak dan menaati mereka.

Sedangkan makna “benci karena Allah” adalah karena perkara yang pantas untuk dibenci seperti kefasikan, kezhaliman, pelaku kemaksiatan. Ibnu Ruslan mengatakan didalam “Syarh as Sunan” bahwa didalamnya terdapat dalil bahwa diwajibkan bagi seseorang memiliki musuh yang dibencinya karena Allah sebagaimana diwajibkan baginya memiliki teman-teman yang dicintai karena Allah.

Lebih jelasnya bahwa jika engkau mecintai seseorang hendaklah karena orang itu menaati Allah dan menjadi kekasih Allah. Ketika orang itu bermaksiat terhadap-Nya maka anda harus membencinya karena ia telah bermaksiat terhadap Allah dan menjadi orang yang dibenci Allah. Barangsiapa yang mencintai karena satu sebab maka sudah seharusnya dia membenci hal-hal yang bertentangan dengan sebab itu. kedua sifat ini sudah menjadi kelaziman yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya dan dia mejadi tuntutan didalam mencintai dan membenci didalam kebiasaannya. (Aunul Ma’bud juz XII hal 248)


Tidak disangsikan bahwa kecintaan seseorang kepada orang lain karena Allah swt adalah buah dari kecintaan dirinya kepada Allah swt. Karena seseorang yang mencintai Allah swt diharuskan pula untuk mencintai orang-orang yang mencintai Allah dan mereka dicintai oleh-Nya.

Ketika seseorang mencintai saudaranya karena Allah maka ia akan tetap mencintainya selama Allah mencintai orang itu dikarenakaan amal-amal shalehnya sebaliknya ketika Allah membencinya dikarenakan maksiat-maksiatnya maka dia pun akan membenci orang itu. Kecintaannya bukanlah karena hal-hal duniawi, seperti : harta, jabatan, kedudukan, nasab atau sejenisnya.

Berbahagialah seseorang yang mampu melakukan hal ini karena ia menjadi bukti benarnya keimanan dan keislamannya. Imam Malik mengatakan bahwa kecintaan karena Allah swt adalah diantara kewajiban keislaman seseorang.

Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Anas dari Nabi saw, dia berkata, "Tiga perkara jika itu ada pada seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman; orang yang mana Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya, mencintai seseorang yang ia tidak mencintainya kecuali karena Allah, dan benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran tersebut sebagaimana ia benci untuk masuk neraka."

Para ulama mengatakan bahwa makna dari “manisnya iman” adalah merasakan kelezatan didalam ketaatan dan mengemban beban-beban didalam mendapatkan ridho Allah dan Rasul-Nya saw dan lebih mendahulukan keredhoan tersebut daripada perhiasan-perhiasan dunia. disadur dari eramuslim

Wallahu A’lam

Minggu, 11 April 2010

Dinamika Keluarga

Keluarga tak ubahnya seperti negara. Ada pimpinan, menteri, rakyat, kebijakan, dan aturan. Layaknya negara, dinamika politik keluarga pun mesti dinamis. Karena dengan begitulah, keluarga menjadi hidup, hangat, dan produktif.

Indahnya hidup berkeluarga. Di situlah orang belajar banyak tentang berbagai hal. Mulai masalah pendidikan, hubungan sosial antar anggota keluarga, ekonomi, pertahanan, komunikasi, organisasi, dan politik. Mungkin, itulah sebabnya, orang yang sukses dalam berkeluarga, insya Allah, akan sukses berkiprah di masyarakat. Bahkan, negara dan dunia.

Ada empat aspek yang selalu muncul dalam dinamika keluarga. Pertama, tiap anggota keluarga memiliki perasaan dan idea tentang diri sendiri yang biasa dikenal dengan harga diri atau self-esteem. Kedua, tiap keluarga memiliki cara tertentu untuk menyampaikan pendapat dan pikiran mereka yang dikenal dengan komunikasi. Ketiga, tiap keluarga memiliki aturan permainan yang mengatur bagaimana mereka seharusnya merasa dan bertindak yang selanjutnya berkembang sebagai sebuah sistem nilai keluarga. Yang terakhir, tiap keluarga memiliki cara dalam berhubungan dengan orang luar dan institusi di luar keluarga yang dikenal sebagai jalur ke masyarakat.


Cuma masalahnya, tidak semua pimpinan keluarga peka dengan dinamika yang ada. Kadang juga terlalu tegang menyikapi kesenjangan antara idealita dengan realita. Ketidakpekaan dan ketegangan inilah yang kerap membuat dinamika keluarga menjadi redup. Para anggota menjadi ikut kikuk, bungkam, dan takut.

Setidaknya, itulah yang kini dirasakan Pak Deden. Bapak lima anak ini mestinya bahagia dengan anugerah Allah berupa isteri shalihah dan anak-anak yang sehat dan cerdas. Tapi, entah kenapa ia agak bingung menatap perkembangan bawahannya.

Itu terjadi ketika beberapa masalah tidak sampai ke telinganya. Ia justru baru tahu setelah beberapa tetangga cerita. Masalah rapot sekolah anak-anaknya, misalnya. Pak Deden baru tahu ada pengambilan rapot ketika seorang tetangga menyapa. “Gimana rapot anak-anak, Pak Deden?” suara seorang bapak ketika Pak Deden mau berangkat ke kantor. Apa, rapot? Pak Deden terhenyak.

Lebih parah lagi, ketika Pak Deden mendapati kenyataan kalau anak-anaknya belum bisa terima rapot. Alasannya begitu sederhana. Ada beberapa pembayaran sekolah yang belum lunas. Lha, kenapa ia tidak tahu. Kenapa tak seorang pun yang menyampaikan masalah penting itu. Termasuk, isteri tercintanya.

Ada pemandangan lain yang tidak asing buat tetangga Pak Deden. Di sekitar rumah Pak Deden, banyak anak-anak bermain. Ada yang bersepeda, main bola, berkejar-kejaran, main petak umpet, dan lompat tali. Suara hiruk pikuk teriakan anak-anak begitu menderu meramaikan perkampungan rumah Pak Deden. Tapi, cuma ada satu pengecualian. Para tetangga nyaris tak pernah menemukan anak-anak Pak Deden membaur dalam permainan itu. Alasannya? Mereka mendengar kalau Pak Deden begitu ketat soal aturan bermain anak-anak: kalau nggak ada hubungan dengan pelajaran sekolah, bermain bisa di rumah. Titik.

Di satu sisi, para tetangga boleh heran dengan aturan Pak Deden tadi. Tapi, mereka juga dibuat kagum dengan kenyataan yang ada. Anak-anak Pak Deden kalem-kalem. Jarang bicara, tenang, tidak pernah blingsatan. Mereka pendiam. Ritme hidupnya begitu teratur. Pagi berangkat sekolah, pulang sekolah tidur siang, mandi sore, belajar, makan sore, shalat Maghrib, ngaji, shalat Isya, belajar, dan kemudian tidur. Kecuali hari Ahad mereka tampak bisa bermain keluar rumah. Itu pun tak lebih dari satu jam. Selebihnya, bermain di rumah atau nonton tivi.

Kalau ada yang bertamu ke rumah Pak Deden, pasti akan mengira kalau rumah yang sedang dikunjungi tidak punya anak, atau anak-anaknya sedang pergi. Karena suasana rumah itu begitu tenang, nyaris tanpa teriak dan celoteh anak-anak. Padahal, anak-anak Pak Deden ada di ruang lain. Karena begitulah aturannya: kalau ada tamu, tak boleh diganggu.

Lalu, apa semua itu yang jadi sebab komunikasi macet. Apa aturan-aturan ketat itu yang menjadikan keluarga Pak Deden terasa ‘aneh’ di mata tetangga-tetangganya. Gelap. Pak Deden bingung sendiri.

Sebelumnya, ia yakin betul kalau aturan dan dinamika keluarganya begitu istimewa. Tenang. Teratur. Bahkan, ia sempat terheran-heran dengan pemandangan unik keluarga teman kerjanya. Bayangkan, buat menentukan menu sarapan saja, suara riuh anak-anak rekannya itu terdengar nyaring bersahut-sahutan, “Saya nasi goreng! Mie goreng! Nasi uduk! Ketupat sayur!” Sungguh, sebuah pemandangan yang nyaris tak pernah terjadi di keluarga Pak Deden.

Ada satu lagi yang sulit terlupakan buat Pak Deden. Anak-anak rekan kerjanya itu begitu bebas memilih kendaraan pergi ke sekolah. Padahal, mereka masih sekolah dasar. Ada yang naik bus, bersepeda, jalan kaki. Apa nggak bahaya. Apa nggak sebaiknya diantar. Apa nggak…? Sederet kekhawatiran Pak Deden tiba-tiba menyeruak.

Pemandangan itu mengingatkan Pak Deden dengan anak-anak di rumah. Dari lima anak, cuma si sulung yang bisa naik sepeda. Selebihnya, belum berani. Pak Deden takut kalau terjadi apa-apa dengan anak-anaknya. Ia pernah dengar, anak tetangganya terjatuh hingga patah tulang tangan ketika belajar sepeda.

Sang teman begitu enteng bicara ketika Pak Deden menanyakan ‘kebebasan’ anak-anak rekannya itu, “Hidup ini perjuangan, Den. Hadapi, jangan lari!”

Ah, perlu banyak hal buat Pak Deden untuk menemukan pilihan-pilihan lain dari sebuah aturan. Bagaimana pun, diam itu tak sehat. Banyak penyakit yang mengendap. Perlu ada terobosan agar gairah keluarganya bisa lebih hidup. Dinamis. Agar tidak ada lagi kesunyian-kesunyian yang dipaksakan. disadur dari, muhammadnuh@eramuslim

Salam

Dahsyatnya Shalawat Pada Nabi Muhammad SAW

Allah adalah cahaya langit dan bumi. Rasul pun terbuat dari Nur Ilahi. Tidak satupun makhluk ciptaannya sanggup melihat Allah dengan mata telanjang, dan tak satupun tangan yang mampu untuk menjamahnya. Bahkan pembawa wahyu Qur'an malakul Jibril sekalipun tak sanggup menjulurkan ujung jarinya ke lawhulmahfudz. Hanya makhluk mulia yang ma'sum Nabi Muhammad SAW, yang sanggup menembus Arasy Allah, meski beliaupun tak pernah melihat sosok wujud Allah. Yang Rasul lihat hanyalah cahaya,cahaya,cahaya yang terang tetapi tidak menyilaukan mata.



Maka dengan segala kemuliaan yang berakhlaqul karimah, digambarkan dalam Quran, Allah dan para malaikatpun bershalawat kepadanya, baginda Rasulillah SAW. Bahkan Allah pun menyeru agar kita sebagai ummatnya untuk bershalawat pada makhluk agung ini. Bahkan makhluk yang di langit dan di bumi pun tunduk pada Rasulallah. Sebagaimana ketika Rasulallah sedang berjalan di atas gunung Uhud bersama para shabat, lalu tiba-tiba gunung tersebut berguncang hebat, Rasul menghentakkan kakinya diatas gunung Uhud; "wahai Uhud di atasmu ada Rasul pemimpin umat dan dua orang yang akan mati Sahid, berhentilah engkau berguncang" seketika itu pula gunung terhenti berguncang. Allahumma shalli wasallim wabaarik 'alayh.

Diriwayatkan Aisah ra, bertanya pada Rasul: Ya Rasulallah, siapakah orang yang bakhil sehingga di akhirat nanti mereka tidak bisa melihat dan berjumpa dengan engkau? Padahal cahayamu begitu terang? Rasul menjawab; "Wahai Istriku, sesungguhnya orang yang bakhil/pelit itu adalah orang yang tidak mau menjawab (shalallahu a'layhi wasallam,dsb)ketika namaku di ucapkan". Mereka tidak mendapat Safaatku kelak di akhirat nanti. Dan masih banyak lagi keagungan dan kemuliaan rasul yang tercatat dalam hadits-hadits.

Untuk itu wahai kaum muslimin muslimat, mari kita perbanyak shalat pada Nabi Muhammad SAW agar kelak di akhirat nanti kita dapat berjumpa dengannya dan mendapat safaat darinya. Amin.

Wallahu a'lam bishawab

Senin, 29 Maret 2010

Taqwa Itu Tersembunyi Dibalik Ujian

Di Jakarta utara rembesan air laut telah membuat kandungan air di dalam tanah menjadi asin, banyak warga yang membeli air untuk keperluan dapur seperti untuk minum dan memasak, dan air tanah di gunakan hanya untuk mandi dan mencuci pakaian. Pedagang-pedagang air keliling sering mondar-mandir didaerah padat tersebut dan hal itu sudah tidak asing lagi bagi penduduk sekitarya. Sebenarnya hampir seluruh Jakarta mengalami krisis air bersih, tetapi Jakarta Utara mengalami tingkat teratas dalam masalah ini.

Hari itu seorang pedagang air keliling terjatuh di depan Andi, ada batu yang membuat kakinya tersandung dan jatuh keselokan disamping trotoar jalan. Umur bapak tersebut sekitar enam puluhan jika dilihat dari keriput di wajah dan warna rambut yang hampir semuanya memutih. Kaki bapak itu terkilir sehingga jalannya agak pincang. Setelah membantu berdiri, Andi kemudian menepikan gerobak airnya agar tidak menghalangi jalan bagi kendaraan umum. " Ada yang bisa dibantu pak ?" tanya Andi berniat memberikan sedikit uang saku hanya sebagai tanda simpati. " Ada, bisa tolong saya di papah sebentar ke lorong sebelah sana , agak susah saya jalan di tempat sempit itu dengan kaki seperti ini " kata Bapak tersebut. Diantara rumah yang berjejer sangat rapat ada sebuah gang kecil yang berbatu tidak jauh dari mereka berdiri.


Andi memapah Bapak tersebut kearah yang dimaksud secara perlahan. Sesampainya disana ada seorang kakek yang jauh lebih tua dari Bapak tadi sedang duduk seperti merintih kesakitan. " Ini pak ada sedikit uang buat beli obat dan makan " kata Bapak tersebut kepada Bapak tua di depannya sambil memberi beberapa lembar uang ribuan. Hati Andi berdesir kencang, niat untuk memberi bantuan hilang seketika dan rasa malu muncul sebagai gantinya. Bapak tua itu seperti seorang pengemis yang sedang sakit karena terlihat disudut pintu ada sebuah mangkok yang masih menyisakan tiga keping uang pecahan seratus rupiah, entah dimana keluarganya yang lain. Andi secara sembunyi menyelipkan uang yang diniatkan untuk di berikan kepada tukang air tadi kepada pengemis yang sedang sakit itu.

" Memberi ketika berlebih itu mudah, tapi menyisakan sedikit dari yang sedikt itu agak susah dek" kata Bapak itu dalam papahan Andi. " iya Pak , mudah-mudahan Allah memberikan rezeki yang lebih banyak kepada Bapak" jawab Andi menguatkan keyakinan Bapak tersebut. " Bukan sekedar lebih banyak dek, tapi juga lebih berkah, takutnya banyak yang tidak berkah itu membuat kita sulit berbagi, dan uangnya habis tidak menentu" sahut Bapak itu sambil membetulkan posisi gerobak airnya. Andi hanya mengangguk sambil permisi untuk melanjutkan perjalanan, tapi dia kebingungan karena sepeda motor yang di parkir tidak jauh dari gerobak air bapak itu mendadak hilang. Andi bertanya kepada orang lewat atau yang kebetulan berada disana , tapi tidak ada yang mengetahui. Badan Andi lemas, sepeda motor itu adalah satu-satunya alat transportasi yang dimilikinya. " Ahhhh mengapa niat baik, mendapat hasil yang tidak baik ??" keluh Andi kepada Tuhan.

" Ada apa dek, motornya hilang ?" tanya Bapak itu mendekat kepada Andi. " Maafin Bapak dek, karena menolong Bapak, Adek jadi susah" keluh Bapak itu merasa bersalah. " Ya sudahlah , mau gimana lagi Pak, saya permisi dulu Pak, takut terlambat kekantor" jawab Andi yang terus berlari mencari kendaraan umum, saat itu Andi malas melapor kekantor polisi melaporkan kehilangan sepeda motornya.

Selang beberapa saat kemudian Andi sudah berada diatas Kopaja, sebuah angkutan umum menuju tempatnya bekerja. Diatas angkutan tersebut hanya ada delapan orang penumpang laki-laki termasuk dirinya, tidak lama kemudian naik seorang wanita yang berdandan seperti seorang karyawati yang hendak berangkat kerja dan duduk diantara penumpang. Memasuki jalanan agak sepi, salah seorang dari penumpang mencoba merampas tas milik wanita tersebut. Melihat hal itu Andi tidak tinggal diam, dia mencoba merebut kembali. Tetapi ternyata semua penumpang yang tersisa adalah kawanan penjahat. Mereka berhasil mengeroyok dan melempar Andi di tengah jalan. Beruntung saat itu Andi terjatuh diatara semak-semak belukar sehingga tidak mengalami kecelakaan lebih parah selain bekas pukulan lawan yang mendarat di muka dan tubuhnya. Andi berteriak minta tolong kepada orang berada disekitar sana untuk menghentikan Kopaja tersebut. " Ya Allah mengapa lagi-lagi niat baik, selalu menghasilkan sesuatu yang tidak baik, apakah ada yang salah dengan diri hambamu ini ya Rabb ?" kembali Andi mengeluh kepada Tuhan.

Kopaja tersebut telah menghilang di ujung jalan dan beberapa orang yang mengejarnya juga sudah tidak terlihat. Beberapa orang yang ada di lokasi bertanya-tanya apa yang terjadi dan di jawab singkat oleh Andi, karena tidak mau berlama-lama, apalagi sampai polisi datang. Entah mengapa Andi seperti tidak mau berhubungan dengan petugas ini dan berusaha menghindar, meskipun tenaga petugas itu jelas sangat di butuhkannya.

Setelah menjauh dari kerumunan massa, Andi baru menyadari bahwa dompetnya telah hilang, tidak ada yang tersisa. Niat untuk pergi kekantor mendadak hilang dan dia memutuskan untuk pulang kerumah. Masih ada sisa uang sedikit dikantong buat sekedar ongkos pulang pikir Andi sambil berjalan menelusuri jalan mencari posisi yang baik untuk memberhentikan bis angkutan. Beberapa lama berjalan, bis yang di tunggu tidak muncul juga. Tiba-tiba Andi melihat seorang anak kecil berseragam sekolah menangis di pinggir jalan. " Ada apa dik , ada yang bisa kakak bantu ?" tanya Andi mendekat kepada anak itu. " Aku tersasar kak, tadi teman-teman ninggalin Aku, waktu aku lagi pipis di belakang tembok itu " kata anak itu menunjuk karah tembok di ujung jalan. " Tapi bisa sampai sini gimana ceritanya, memangnya adik gak sekolah ? sekarangkan masih jam sekolah ? " pertanyaan beruntun diajukan Andi kepada anak itu " Dipulangkan Kak, soalnya gurunya ada rapat terus, teman ngajakin main kerumahnya, ada lima orang sih tadi yang jalan, terus habis turun dari bis aku kebelet pengen pipis, aku bilangin sama teman-teman agar nungguin , tapi malah di tinggal " cerita Anak itu dengan mata masih berair.

" Ya Allah kejadian apa lagi yang akan menimpa hamba setelah menolong anak ini ?" gumam Andi dalam hati, seperti ragu untuk menolong. " Tinggal mu dimana dik ?" tanya Andi. " Di Bandengan Kak" jawab anak itu.
" hhhmm uang hanya cukup untuk ongkos sampai rumah anak ini, terus aku pulang naik apa ? " pikir Andi putus asa, " ya sudahlah, Allah Maha melihat, mungkin inilah bentuk kepasrahan dan keikhlasanku hari ini yang hendak di uji dalam menempuh jalanNya" kata Andi meyakinkan dirinya. Andi kemudian berangkat mengantar anak itu kerumahnya. Setelah dua kali naik kendaraan umum , mereka tiba di sebuah perkampungan padat penduduk, dengan rumah yang sangat rapat antara satu dengan yang lain. Andi dibawa menelusuri gang berliku yang terkadang tampak agak kumuh. Tiba-tiba sewaktu memasuki gang sempit Andi dikejutkan dengan penglihatannya. Motornya yang hilang tersandar di sebuah dinding rumah, dan yang lebih mengejutkannya ternyata gerombolan orang yang tadi memukulnya di atas Kopaja sedang berkumpul disana. " Apakah ini perkampungan para pencuri dan perampok ?" pikir Andi semakin gelisah

" Jangan bergerak" kata seseorang dari belakang yang kemudian membekap mulut Andi dan menariknya. " Hehehehe masih tidak mau merepotkan adikmu ini " bisik seseorang. " Eh kamu Man, saya kira siapa, tahu dari mana kamu saya ada disini ?" balas Andi kepada orang itu. Dia adalah Rahman adiknya yang bertugas sebagai polisi didaerah Jakarta Utara. Andi selama ini memang tidak suka merepotkannya walaupun itu sudah menjadi kewajibannya. Banyak orang yang memanfaatkan posisi seseorang untuk mempermudah suatu urusan dan Andi tidak mau menjadi salah satu diantara mereka. " Ada laporan perampokan tadi dari seorang perempuan, dan informan kami mengatakan bahwa mereka lari kearah sini. Daerah ini memang telah lama jadi target kami dan saat ini angota polisi telah mengepung daerah ini" jawab adiknya atas pertanyaan Andi tadi.

Penangkapan berlangsung cepat, beberapa orang tersangka berusaha melarikan diri tetapi tertangkap. Motor Andi berhasil kembali tanpa kekurangan apapun, bahkan dompetnyapun dapat dikembalikan walaupun isinya sudah terkuras semua. Setelah mengantar anak itu pulang, Andi merubah niatnya untuk kembali bekerja, mengarungi sisa hari ini yang berjalan begitu cepat dengan banyak pelajaran yang tidak akan pernah dilupakannya, bahwa untuk menjadi orang yang bertaqwa itu memerlukan ujian untuk membuktikannya , bukan sekedar omongan yang di umbar kemana-mana, karena wujud taqwa adalah pada perilaku sehari-hari, perilaku para shalihin yang hanya mengharapkan ridho Allah semata. Wallahu alam bishawab


Salam

Jiwa Yang Tenang

Melintasi hari yang tak menentu, terkadang terik seperti memanggang kulit dan terkadang hujan menyapu jalanan. Saat itu matahari sedang tertawa diatas kepala , saya duduk diantara roda-roda berputar menerobos deru campur debu. Memenuhi kebutuhan hidup memaksa kaki banyak orang untuk berjalan kesana-kemari. Bekerja dan mempekerjakan, menyuruh dan disuruh, memerintah dan di perintah hanya demi benda keramat yang bernama uang. Benda ini telah mampu menyaingi Tuhan karena bisa membuat orang bekerja walaupun dengan terpaksa hanya dengan mencantumkan alasan yang masuk logika.

Ahhh... ternyata nama Tuhan telah tercoreng moreng dimana-mana. Tuhan telah diseret kelembaga tinggi hanya untuk mendengarkan sumpah kesetian yang berakhir dengan pengingkaran. ..." Demi Allah saya bersumpah... ." terdengar samar-samar Tuhan disebut-sebut. Ditempat arisan ibu-ibu, Tuhan telah bercampur dengan ghibah. " MasyaAllah.. .masa sih Jeng ibu itu suka gituan.....apa gak ingat umur dia" kata salah seorang ibu " Isya Allah kalau ada waktu nanti kita cerita-cerita lagi ya bu" kata ibu lain mengahiri. Di tempat pelacuran pun nama Tuhan sering dijadikan sebagai tameng. " pelan-pelan mas....bismillah. ..mudah-mudahan gak bocor kayak kemaren " bisik seorang pelacur yang alat kontrasepsinya sempat bocor beberapa waktu yang lalu.


" Yan masuk Dzuhur mampir ke masjid depan yuk " teriak teman dari atas sepeda motor. Beberapa orang mulai memarkir kendaraannya di depan masjid. Ada yang datang dengan jalan kaki termasuk para pedagang, karyawan, pelajar dan semua yang masih mengingat Tuhan saat itu. Diluar sana masih banyak yang mengejar tuhan-tuhan dunia, tuhan yang penuh warna. Tuhan sering berpindah-pindah, terkadang ada kepala terkadang singgah kehati nurani dan terkadang mampir kemulut. Sewaktu sholat Tuhan lebih sering berada di mulut, sedangkan kepala tetap berisi dunia dan permasalahannya. Kegelisahan tetap menghantui walaupun telah setor muka dengan Tuhan." 'ala bizzikrillahi tatmainnul qulub, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang " kata Allah di surah Ar Ra'd, akan tetapi mengingat Allah seperti apa yang menjadikan hati itu tenang ? apakah dengan melafazkan asmaNya berulang-ulang? seperti dilakukan oleh seorang bapak tua sampai tidur di pojok masjid selesai sholat dzuhur, atau ada cara mengingat yang lain ?

Sehabis mengarungi hari yan penuh liku, keletihan menghampiri sekujur tubuh, adzan maghrib mengalun menghentak jiwa. Banyak yang jiwa yang tersangkut di rongga-rongga jalan berbaur dalam kemacetan ibu kota, disudut-sudut kantor, mengais rezeki di pinggir-pinggir jalan dan yang lain terlena didepan acara televisi. " Ya ayyatuhan nafsul muthmainnah, irji'i ilaa rabbiki radhiatan mardhiah, wahai jiwa yang tenang kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati puas lagi di ridhoiNya" seru Allah di surah Al Fajr. hati tersentak seketika , ternyata yang dimakud dengan tatmainnul qulub atau hati yang tenang dengan mengingat Allah, adalah dengan mengingat bahwa kita akan kembali kepadaNya, bahwa apa yang kita cari didunia hanyalah bekal untuk beribadah dan bukan Allah yang harus menuruti cara hidup kita. seperti tangisan seorang anak " Ibu aku ingin kembali kepadamu ..tapi bekal perjalanku menujumu kurang ibu...berilah aku uang untuk bekal itu ibu....", aneh bukan ? disadur dari david sofyan

Salam

Jumat, 29 Januari 2010

MERASA DIRI PALING MERANA

aat itu saya tengah berada di kota Jeddah, Saudi Arabia. Terpapar dihadapan saya sebuah koran berbahasa Arab di lobby hotel. Tergerak saya melihat berita dan artikel yang tertulis di sana, hingga saya temukan sebuah tulisan yang amat bermanfaat ini.

Tersebutlah kisah nyata seorang kaya raya berkebangsaan Saudi bernama Ra'fat. Ia diwawancarai setelah ia berhasil sembuh dari penyakit liver akut yang ia idap. Pola hidup berlebihan dan mengkonsumsi makanan tak beraturan membuat Ra'fat mengalami penyakit di atas.

Ra'fat berobat untuk mencari kesembuhan. Banyak dokter dan rumah sakit ia kunjungi di Saudi Arabia sebagai ikhtiar. Namun meski sudah menyita banyak waktu, tenaga, pikiran dan biaya, sayangnya penyakit itu tidak kunjung sembuh juga. Ra'fat mulai mengeluh. Badannya bertambah kurus. Tak ubahnya seperti seorang pesakitan.

Demi mencari upaya sembuh, maka Ra'fat mengikuti saran dokter untuk berobat ke sebuah rumah sakit terkenal spesialis liver di Guangzhou, China. Ia berangkat ke sana ditemani oleh keluarga. Penyakit liver semakin bertambah parah. Maka saat Ra'fat diperiksa, dokter mengatakan bahwa harus diambil tindakan operasi segera. Ketika Ra'fat menanyakan berapa besar kemungkinan berhasilnya. Dokter menyatakan kemungkinannya adalah fifty-fifty.

"50% kalau operasi berhasil maka Anda akan sembuh, 50% bila tidak berhasil mungkin nyawa Anda adalah taruhannya!" jelas sang dokter.


Mendapati bahwa boleh jadi ia bakal mati, maka Ra'fat berkata, "Dokter, kalau operasi ini gagal dan saya bisa mati, maka izinkan saya untuk kembali ke negara saya untuk berpamitan dengan keluarga, sahabat, kerabat dan orang yang saya kenal. Saya khawatir bila mati menghadap Allah Swt namun saya masih punya banyak kesalahan terhadap orang yang saya kenal." Ra'fat berkata sedemikian sebab ia takut sekali atas dosa dan kesalahan yang ia perbuat.

Dengan enteng dokter membalas, "Terlalu riskan bagi saya untuk membiarkan Anda tidak segera mendapatkan penanganan. Penyakit liver ini sudah begitu akut. Saya tidak berani menjamin keselamatan diri Anda untuk kembali ke tanah air kecuali dalam 2 hari. Bila Anda lebih dari itu datang kembali ke sini, mungkin Anda akan mendapati dokter lain yang akan menangani operasi liver Anda."

Bagi Ra'fat 2 hari itu cukup berarti. Ia pun berjanji akan kembali dalam tempo itu. Serta-merta ia mencari pesawat jet yang bisa disewa dan ia pun pergi berangkat menuju tanah airnya.

Kesempatan itu betul-betul digunakan oleh Ra'fat untuk mendatangi semua orang yang pernah ia kenal. Satu per satu dari keluarga dan kerabat ia sambangi untuk meminta maaf dan berpamitan. Kepada mereka Ra'fat berkata, "Maafkan aku, Ra'fat yang kalian kenal ini sungguh banyak kesalahan dan dosa... Boleh jadi setelah dua hari dari sekarang saya sudah tidak lagi panjang umur..."

Itulah yang disampaikan Ra'fat kepada orang-orang. Dan setiap dari mereka menangis sedih atas kabar berita yang mereka dengar dari orang yang mereka cintai dan kagumi ini.

Ra'fat menyambangi satu per satu dari mereka. Meski dengan tubuh yang kurus tak berdaya, ia berniat mendatangi mereka untuk meminta doa dan berpamitan. Dan kondisi itu membuat Ra'fat menjadi sedih. Ia merasa menjadi manusia yang paling merana. Ia merasa tak berdaya dan tak berguna. Sering dalam kesedihannya ia membatin, "Ya Allah.... rupanya keluarga yang mencintai aku.... harta banyak yang aku miliki... perusahaan besar yang aku punya.... semuanya itu tidak ada yang mampu membantuku untuk kembali sembuh dari penyakit ini! Semuanya tak ada guna... semuanya sia-sia!"

Rasa emosi batin itu membuat tubuh Ra'fat bertambah lemah. Ia hanya mampu perbanyak istighfar memohon ampunan Tuhannya. Memutar tasbih sambil berdzikir kini menjadi kegiatan utamanya. Ia masih merasa bahwa dirinya adalah manusia yang paling merana di dunia.

Hingga saat ia sedang berada di mobilnya. duduk di kursi belakang dengan tangan memutar tasbih seraya berdzikir. Hanya Ra'fat dan supirnya yang berada di mobil itu. Mereka melaju berkendara menuju sebuah rumah kerabat dengan tujuan berpamitan dan minta restu. Saat itulah menjadi moment spesial yang tak akan terlupakan untuk Ra'fat.

Beberapa ratus meter di depan, mata Ra'fat melihat ada seorang wanita berpakaian abaya (pakaian panjang wanita Arab yang serba berwarna hitam) tengah berdiri di depan sebuah toko daging. di sisi wanita tadi ada sebuah karung plastik putih yang biasa menjadi tempat limbah toko tersebut. Wanita tadi mengangkat dengan tangan kirinya sebilah tulang sapi dari karung. Sementara tangan kanannya mengumpil dan mencuil daging-daging sapi yang masih tersisa di pinggiran tulang.

Ra'fat memandang tajam ke arah wanita tersebut dengan pandangan seksama. Rasa ingin tahu membuncah di hati Ra'fat tentang apa yang sedang dilakukan wanita itu. Begitu mobilnya melintasi sang wanita, sekilas Ra'fat memperhatikan. Maka ia pun menepuk pundak sang sopir dan memintanya untuk menepi.

Saat mobil sudah berhenti, Ra'fat mengamati apa yang dilakukan oleh sang wanita. Entah apa yang membuat Ra'fat menjadi penasaran. Keingintahuannya membuncah. Ia turun dari mobil. lemah ia membuka pintu, dan ia berjalan tertatih-tatih menuju tempat wanita itu berada.

Dalam jarak beberapa hasta Ra'fat mengucapkan salam kepada wanita tersebut namun salamnya tiada terjawab. Ra'fat pun bertanya kepada wanita tersebut dengan suara lemah, "Ibu..., apa yang sedang kau lakukan?"

Rupanya wanita ini sudah terlalu sering diacuhkan orang, hingga ia pun tidak peduli lagi dengan manusia. Meski ada yang bertanya kepadanya, wanita tadi hanya menjawab tanpa menoleh sedikitpun ke arah si penanya. Sambil mengumpil daging wanita itu berkata, "Aku memuji Allah Swt yang telah menuntun langkahku ke tempat ini. Sudah berhari-hari aku dan 3 orang putriku tidak makan. Namun hari ini, Dia Swt membawaku ke tempat ini sehingga aku dapati daging limbah yang masih bertengger di sisi tulang sisa. Aku berencana akan membuat kejutan untuk ketiga putriku malam ini. Insya Allah, aku akan memasakkan sup daging yang lezat buat mereka...."

Subhanallah. ...! bergetar hebat relung batin Ra'fat saat mendengar penuturan kisah kemiskinan yang ada di hadapannya. Tidak pernah ia menyangka ada manusia yang melarat seperti ini. Maka serta-merta Ra'fat melangkah ke arah toko daging. Ia panggil salah seorang petugasnya. Lalu ia berkata kepada petugas toko, "Pak..., tolong siapkan untuk ibu itu dan keluarganya 1 kg daging dalam seminggu dan aku akan membayarnya selama setahun!"

Kalimat yang meluncur dari mulut Ra'fat membuat wanita tadi menghentikan kegiatannya. Seolah tak percaya, ia angkat wajah dan menoleh ke arah Ra'fat. Kini mata wanita itu menatap dalam mata Ra'fat seolah ia berterima kasih lewat sorot pandang.

Merasa malu ditatap seperti itu, Ra'fat menoleh ke arah petugas toko. Ia pun berkata, "Pak..., tolong jangan buat 1 kg dalam seminggu, aku rasa itu tidak cukup. Siapkan 2 kg dalam seminggu dan aku akan membayarnya untuk setahun penuh!" Serta-merta Ra'fat mengeluarkan beberapa lembar uang 500-an riyal Saudi lalu ia serahkan kepada petugas tadi.

Usai Ra'fat membayar dan hendak meninggalkan toko daging, maka terhentilah langkahnya saat ia menatap wanita tadi tengah menengadah ke langit sambil mengangkat kedua belah tangannya seraya berdoa dengan penuh kesungguhan:

"Allahumma ya Allah... berikanlah kepada tuan ini keberkahan rezeki. Limpahkan karunia-Mu yang banyak kepadanya. Jadikan ia manusia mulia di dunia dan akhirat. Beri ia kenikmatan seperti yang Engkau berikan kepada para hamba-Mu yang shalihin. Kabulkan setiap hajatnya dan berilah ia kesehatan lahir dan batin.....dst"

Panjang sekali doa yang dibaca oleh wanita tersebut. Kalimat-kalimat doa itu terjalin indah naik ke langit menuju Allah Swt. Bergetar arsy Allah Swt atas doa yang dibacakan sehingga getaran itu terasa di hati Ra'fat. Ia mulai merasakan ketentraman dan kehangatan. Kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Hampir saja Ra'fat menitikkan air mata saat mendengar jalinan indah kalimat doa wanita tersebut. Andai saja ia tidak merasa malu, pastilah buliran air mata hangat sudah membasahi pipinya. Namun bagi Ra'fat pantang menangis..., apalagi dihadapan seorang wanita yang belum ia kenal.

Ra'fat lalu memutuskan untuk meninggalkan wanita tersebut. Ia berjalan tegap dan cepat menuju mobilnya. Dan ia belum juga merasakan keajaiban itu! Ya, keajaiban yang ditambah saat Ra'fat membuka dan menutup pintu mobil dengan gagah seperti manusia sehat sediakala!!!

Sungguh doa wanita itu memberi kedamaian pada hati Ra'fat. Sepanjang jalan di atas kendaraan Ra'fat terus tersenyum membayangkan doa yang dibacakan oleh sang wanita tadi. Perjalanan menuju rumah seorang kerabat itu menjadi indah.

Sesampainya di tujuan lalu Ra'fat mengutarakan maksudnya. Ia berpamitan dan meminta restu. Ia katakan boleh jadi ia tidak lagi berumur panjang sebab sakit liver akut yang diderita.

Anehnya saat mendengar berita itu dari Ra'fat, sang kerabat berkata, "Ra'fat..., janganlah engkau bergurau. Kamu terlihat begitu sehat. Wajahmu ceria. Sedikit pun tidak ada tanda-tanda bahwa engkau sedang sakit."

Awalnya Ra'fat menganggap bahwa kalimat yang diucapkan kerabat tadi hanya untuk menghibur dirinya yang sedang sedih. Namun setelah ia mendatangi saudara dan kerabat yang lain, anehnya semuanya berpendapat serupa.

Dua hari yang dimaksud pun tiba. Ia didampingi oleh istri dan beberapa anaknya kembali datang ke China. Hari yang dimaksud untuk menjalani operasi sudah disiapkan. Sebelum masuk ruang tindakan, beberapa pemeriksaan pun dilakukan. Setelah hasil pemeriksaan itu dipelajari maka ketua tim dokter pun bertanya keheranan kepada Ra'fat dan keluarga:

"Aneh....! dua hari yang lalu kami dapati liver tuan Ra'fat rusak parah dan harus dilakukan tindakan operasi. Tapi setelah kami teliti, mengapa liver ini menjadi sempurna lagi?!"

Kalimat dokter itu membuat Ra'fat dan keluarga menjadi bahagia. Berulangkali terdengar kalimat takbir dan tahmid di ruangan meluncur dari mulut mereka. Mereka memuji Allah Swt yang telah menyembuhkan Ra'fat dari penyakit dengan begitu cepat. Siapa yang percaya bahwa Allah yang memberi penyakit, maka ia pun akan yakin bahwa hanya Dia Swt yang mampu menyembuhkan. Jangan bersedih dan merasa hidup merana. Sadari bahwa dalam kegetiran ada hikmah bak mutiara! di sadur dari Ust. Boby

salam

Selasa, 26 Januari 2010

Selera Suami

Selera kadang seperti anak kecil. Jujur, polos, apa adanya. Sulit ditutup-tutupi jika keinginannya ingin terpenuhi. Walaupun keinginan itu tak disukai banyak orang.

Hidup berumah tangga punya seribu satu cerita. Ada suka dan duka. Ada pengalaman jenaka. Semua itu memberikan kesan yang begitu dalam. Sayangnya, tidak semua pasangan pandai menata kesan-kesan itu sebagai pelajaran berharga.

Ada beberapa sebab. Pertama, tidak semua orang punya daya kepekaan yang tinggi. Dinamika berumah tangga dianggap sebagai sesuatu yang biasa. “Biasa, hidup berumah tangga!” begitulah tanggapan yang muncul. Sebab kedua, kurang perhatian dengan urusan rumah tangga. Rumah tangga hanya sebagai tempat singgah: istirahat sejenak untuk kemudian pergi lagi dengan urusan masing-masing. Dan ketiga, lemahnya bangunan komunikasi antar sesama anggota keluarga. Suasana rumah jadi hambar, dingin, dan kemudian asing.

Gambaran seperti itu sama sekali tidak dialami Bu Aam. Justru, ibu dua anak ini sedang kerepotan dengan selera makan suami. Kelihatannya urusan sepele, tapi buat Bu Aam lumayan besar. Pasalnya, ada kesukaan makan suami yang tidak hanya dibenci Bu Aam; tapi juga orang tua Bu Aam, anak-anak, bahkan tetangga. Suaminya senang jengkol!


Bu Aam tak habis pikir, bagaimana mungkin orang bisa doyan jengkol. Dari baunya saja, bisa bikin minat makan pupus. Apalagi rasanya. Waduh, benar-benar nggak kebayang di benak Bu Aam.

Sebenarnya, kesukaan makan suami berupa jengkol dan turunannya seperti pete baru beberapa bulan disadari Bu Aam. Selama ini selera itu tidak terungkap. Entah kenapa, suaminya tidak pernah bilang kalau dia doyan jengkol dan pete. Mungkin malu, atau dampak dari ucapan Bu Aam di awal pernikahan.

Waktu itu, Bu Aam sempat bilang kalau hampir semua makanan yang halal ia sukai. Mulai buah, gorengan, ikan, daging; bahkan pare sekali pun. Tapi, ada satu yang paling ia benci. “Saya cuma tidak suka jengkol!” ucap Bu Aam suatu kali. Saat itu juga, suaminya diam. Pembicaraan soal makanan kesukaan berhenti total.

Nah setelah itu, Bu Aam kerap mendapati suami sudah makan di warung selepas pulang kerja. Padahal, Bu Aam sudah menyiapkan makan malam. “Maaf, Dik. Mas sudah makan!” ucap suami tanpa beban.

Selama hampir empat tahun misteri selera suami Bu Aam itu tetap aman. Hingga adanya cerita ibu mertua Bu Aam ketika berkunjung suatu kali. “Suamimu itu, hobi banget sama jengkol!” ucap sang ibu sambil senyum.

Sejak itu, terjawab sudah keanehan-keanehan selama ini. Mulai dari makan di warung, hingga bau tak sedap di kamar mandi. Soal yang terakhir, Bu Aam sempat buruk sangka dengan tetangga. Karena tinggal di rumah petakan, kamar mandi Bu Aam dan tetangga berhimpit dengan dinding penyekat tidak sampai ke atap. Jadi, bukan cuma suara yang terdengar dari balik kamar mandi tetangga, baunya pun bisa mampir. Termasuk, bau jengkol.

Waktu itu, Bu Aam yakin sekali kalau aroma khas itu bukan dari kamar mandinya. Tidak heran kalau ia sempat mengumpat, “Dasar, makan tidak pilih-pilih!” Betapa malunya Bu Aam kalau ingat itu.

“Memang apa salahnya orang senang jengkol?” tanya seorang teman Bu Aam suatu kali. Bu Aam cuma diam. Matanya menatap lekat sang teman. Ia mulai menilai kalau temannya pasti doyan jengkol. “Memang, apa enaknya makan jengkol?” kilah Bu Aam menimpali. Sang teman menjawab panjang lebar.

Dari situlah, Bu Aam paham kenapa orang menganggap nikmat makan jengkol, klaim nilai gizi, penambah selera makan dan sebagainya. Dengan berat hati, ia pun ingin memaklumi hobi suami itu. Berat memang. Karena pemakluman seperti itu punya konsekuensi. Apalagi kalau bukan menyediakan jengkol di menu makan keluarga. Weleh-weleh, gimana dengan anak-anak. Bisa-bisa, mereka ikut-ikutan bapaknya. Repot! Satu orang saja, bau kamar mandi nggak karuan. Apalagi dengan anak-anak.

Sebelum pemakluman itu diberlakukan, Bu Aam mewanti-wanti kedua anaknya. Intinya, jangan pernah doyan jengkol. “Jengkol itu bau, nggak enak, pahit. Pokoknya nggak enak!” ucap Bu Aam agak provokasi. Kedua anaknya cuma bengong mendengar ucapan sang ibu.

Tapi, kenyataan di luar dugaan. Entah kenapa, suami Bu Aam justru minta maaf. Ia menyesali sikapnya yang bikin repot isteri tercinta. “Maafin Mas, ya Dik. Gara-gara jengkol, Adik jadi susah!” ucap sang suami prihatin. Dan benar saja, sejak detik itu, tak ada lagi gejala jengkol di rumah Bu Aam. Suaminya jadi rutin makan malam di rumah. Dan tentu saja, kamar mandi bersih dari aroma ‘segar’ jengkol.

Namun begitu, Bu Aam justru jadi kikuk dengan perubahan selera suami. Ia merasa bersalah. Karena ingin menyenangi isteri, suaminya jadi berkorban. “Duh, kasihan suamiku,” sesal Bu Aam dalam hati.

Beberapa kali Bu Aam menyediakan hidangan jengkol olahan warung di keluarga. Mulai jengkol semur, rendang, goreng, dan lain-lain. Tapi, tetap saja. Suami tak pernah mencicipi olahan-olahan itu. Jangankan makan, menyentuh pun tidak. “Sudahlah, Dik. Saya benar-benar ikhlas tidak lagi makan jengkol!” ucap suami tenang. Tak ada suara berat di situ. Tampaknya, suami Bu Aam benar-benar tulus.

Beberapa minggu berlalu sejak kejadian itu. Tidak ada hidangan jengkol, tidak ada kebingungan Bu Aam. Dan, tidak ada bau tak sedap di kamar mandi. Tiba-tiba, hidung Bu Aam menangkap sesuatu. Ia berusaha mencari tahu. Dan, “Hm, seperti bau...bau, ah tak mungkin. Tak mungkin itu!” Bau makin kentara ketika Bu Aam berada di bibir pintu kamar mandi. Yah, bau itu yang pernah bikin panik Bu Aam. Bau jengkol.

Bukankah suami sudah tidak makan jengkol? Apa dari tetangga? Bu Aam meneliti setiap sudut kamar mandi. Dan ia pun yakin, bau itu memang dari kamar mandinya. Lalu, siapa? Apa mungkin suaminya kambuhan. Ah, nggak mungkin! Ia tahu benar watak suaminya. Lagi pula, tiga hari ini, suaminya sedang keluar kota. Jadi siapa?

Dari balik kamar, suara anak-anak Bu Aam terdengar riang. “Kak, enak ya. Hi..hi..hi,” suara si kecil sambil cekikikan. Sang kakak terlihat senyum-senyum. Melihat kecurigaan itu, Bu Aam menghampiri. “Enak apanya, Dik? Kalian makan permen, ya?” Keduanya menggeleng. “Kalian makan apa?” tanya Bu Aam lagi lebih tegas. “Je...je...jengkol!! Dari nenek tadi pagi!” ucap sang kakak polos.

salam

Nasehat Dari Anak-Anak Yang Tegar

Lama anak saya memandang kearah wajah saya yang sedang menonton berita pagi di televisi. Dia tidak perduli dengan apa yang terjadi pada kotak ajaib tersebut. " Yah kok mata ayah berair , ayah nangis yah..?" tanyanya penuh selidik. Saya tidak berusaha menjawab, tapi memeluknya sambil mendudukannya di pangkuan. " Anak yang bernama Tegar itu harus tegar menghadapi dunia, menerima tanpa harus mengerti kebencian ayah tirinya yang menyebabkan kakinya terputus setelah di lindas oleh kereta api" kata pembawa acara di televisi. Sang ayah akhirnya di ganjar hukuman sepuluh tahun penjara sedangkan sang anak yang masih berumur empat tahun akan menanggung penderitaan tersebut seumur hidupnya.

Berbanding terbalik di Facebook saya mendapat kiriman berita lama yang di rekam lalu di sebar melalui media internet tentang seorang anak yang berusia enam tahun yang mengurusi semua keperluan ibunya mulai dari memasak, menyuapi , memandikan bahkan membuang kotoran ibunya karena sejak dua tahun yang lalu si ibu mengalami kelumpuhan karena terjatuh. Ayah sianak telah lama tidak pulang kerumah setelah beberapa tahun yang lalu pergi merantau ke Malaysia. Anak itu bernama Sinar dan hari itu, sinar sianak tersebut telah menyilaukan mata saya dengan amalnya, dengan cintanya dan dengan kasih sayang untuk ibunya.

dilahirkan, dia murni amanah dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW mengatakan bahwa Warisan bagi Allah 'Azza wajalla dari hambaNya yang beriman ialah puteranya yang beribadah kepada Allah sesudahnya. hadist ini di riwayatkan oleh HR. Ath-Thahawi. Namun Rasulullah juga menasehati yang diriwayatkan oleh Ibu 'Asakir bahwa anak bisa menyebabkan kedua orangtuanya menjadi kikir dan penakut. Pemenuhan masalah ekonomi memang menjadi salah satu penyebab kerenggangan didalam sebuah rumah tangga, baik itu dengan anak karena jarang berkomunikasi maupun dengan istri atau suami karena tuntutan-tuntutan yang diluar jangkauan.

Sesuatu yang memisahkan dan membedakan antara seorang anak dengan orang dewasa adalah waktu, sesuatu yang Allah pernah bersumpah atas namanya, bahwa kita berada dalam sebuah kondisi yang menyebabkan kita merugi kecuali orang yang beramal salih, al 'amilussholikhat. Kita adalah mantan anak-anak, sedangkan anak-anak adalah calon orang dewasa. Kesalahan sekecil apapun yang pernah kita lakukan pada masa kecil tidak layak kita wariskan kepada anak kita. Ukiran kebaikan orang tua yang tertanam didada kita harus kita buat lebih indah didada anak-anak kita. Melihat senyum tegar dengan kakinya buntung seperti ingin berteriak kepada saya " Tidak ada gunanya memberitahukan orang lain tentang kesulitan anda , sebagian dari mereka tidak perduli dan sebagian lagi justru senang mendengarkan keluhan anda tanpa mau berbuat apa-apa, tegarlah dan sandarkan hidup hanya kepada Allah"


Salam

Menata Cemburu

Cemburu dalam ruang-ruang keluarga kadang mirip seperti mecin dalam masakan. Tanpa mecin, masakan jadi hambar. Begitu pun sebaliknya. Kebanyakan mecin, masakan jadi sangat tidak sehat.

Cemburu merupakan hal lumrah dalam hubungan cinta. Bahkan, sangat bagus. Dalam Islam, seorang bisa dipertanyakan keislamannya jika tak lagi cemburu jika Islam dicela, dipermainkan, dan dikucilkan. Semakin tinggi kecintaan seorang muslim dengan agamanya, kian tinggi tingkat kecemburuannya. Bahkan Allah swt. Yang Maha Sayang, cemburu jika ada hambaNya melakukan dosa. Bedanya, cemburu Allah tidak karena emosi.

Begitu pun soal interaksi suami isteri. Islam mencela seorang suami atau isteri yang cuek dengan pasangannya. Tak peduli mau gonta-ganti pasangan, yang penting bisa menjaga keutuhan rumah tangga. Sikap ini disebut sebagai dayus, orang yang cemburunya telah mati.

Masalahnya, seperti apa takaran cemburu yang wajar. Karena dalam rumus keseimbangan hidup: yang kurangnya bisa buruk, kalau kebanyakan juga dapat merusak. Paling tidak, bisa merusak keseimbangan emosi diri sendiri. Setidaknya, dilema itulah yang kini dirasakan Pak Endi.

Bapak dua anak ini sebenarnya cukup bahagia. Bukan sekadar anugerah dua balita yang lucu dan sehat, tapi juga isteri yang salehah, cantik, dan punya penghasilan tetap. Walau tak terlalu besar, gaji isterinya bisa menutup kebutuhan rutin keluarga: kontrak rumah, tambahan belanja dapur, bahkan modal usaha. Kadang, bisa menabung buat masa depan sekolah si sulung yang kini duduk di TK.

Dari sudut pandang itu, Pak Endi memang tak ada masalah. Ia patut bersyukur. Tapi, ada kegelisahan lain dari Pak Endi. Pasalnya, tetangga sebelahnya berkantor dekat dengan tempat kerja isteri Pak Endi. Bukankah itu bagus, bisa jalan bareng? Memang. Tapi, tetangganya itu pria, lumayan ganteng, masih lajang lagi. Kalau dibanding dirinya, penampilan tetangganya itu satu banding lima. Artinya, nilai satu buat Pak Endi, dan lima buat si tetangga. Selain itu, sang tetangga begitu ramah, murah senyum, dan supel.

Pak Endi memang yakin, isterinya tidak akan macam-macam. Gimana mungkin mantan aktivis rohis sewaktu di kampus dulu bisa main serong. Naudzubillah min dzalik. Pak Endi yakin itu tak mungkin. Tapi masalahnya, apa tetangganya juga seperti itu.

Tiap kali isterinya berangkat kantor, Pak Endi selalu was-was. Karena jam berangkat isterinya bersamaan dengan si tetangga. Bayang-bayang buruk berkecamuk di kepala Pak Endi tiap melepas kepergian isteri tercintanya. Jalan kaki hampir bersamaan, naik mikrolet dengan nomor yang sama, turun juga di halte yang sama. Begitu pun ketika pulang. Iramanya hampir sama dengan ketika pergi. Gimana kalau mikrolet yang mereka naiki cuma lowong buat dua penumpang. Kalau yang lowong berseberangan, bukankah mereka akan duduk berhadap-hadapan. Saling pandang, senyum, dan sapa. Lebih parah lagi yang lowong sejajar. Bukankah mereka akan duduk bersebelahan. Dan itu pasti akan bersentuhan badan. Setidaknya, tangan mereka.

Pak Endi galau. Ia pandangi isterinya yang berlalu sambil melambaikan tangan. "Assalamu'alaikum, Kak!" suara sang isteri diiringi senyumnya yang manis.

Saat penantian di toko, Pak Endi nyaris tak bisa memikirkan yang lain kecuali isterinya. "Ini nggak bisa dibiarkan terus," gumam batinnya seketika. Tapi gimana? Terus terang, ia agak sungkan bicara terus terang soal ini. Pak Endi khawatir, isterinya bisa salah paham. Dan kalau sudah begitu, masalah bisa tambah runyam.

Mau nyuruh naik taksi, terlalu boros. Bisa-bisa, separuh gaji isteri cuma habis buat taksi. Mau diantar, dengan kendaraan apa? Pasalnya, Pak Endi belum bisa naik sepeda motor. Kenapa nggak belajar?

Itulah repotnya. Pak Endi punya trauma sama motor. Ketika SMA dulu, ia pernah kecebur selokan gara-gara motor yang ia boncengi menabrak tiang listrik. Wajahnya babak belur. Tangan kirinya nyaris patah. Sejak itu, ia jadi kurang akrab dengan sepeda motor.

Kenapa nggak pindah kerja? Sepertinya, Pak Endi mesti mikir ulang kalau meminta isterinya pindah kerja. Soalnya, posisi kerja isterinya lumayan pas dengan kemampuannya di bidang keuangan. Selain itu, suasana ruang kerja pun lumayan baik. Tidak campur antar pegawai. Masing-masing punya pemisah ruang.

Kalau pindah rumah? Pak Endi seperti bertemu titik terang. "Yah, ini mungkin yang paling pas. Toh, si sulung sudah hampir lulus TK," ujar Pak Endi membatin. Ia yakin, isterinya akan terima. Alasan yang paling kuat, demi mendekati sekolah dasar buat anaknya.

Benar saja. Isteri Pak Endi akhirnya setuju. Dengan gerak cepat, ia mencari rumah baru di sekitar lokasi calon sekolah anaknya. Biar mahal sedikit, yang penting bisa menenangkan hati. Soal toko buku? "Insya Allah, bisa diurus belakangan!" tekad Pak Endi mantap.

Di rumah yang ukuran dan bentuknya yang tak jauh beda dengan yang lama, Pak Endi bisa lebih tenang. Walau mesti jalan kaki sepuluh menit, isteri Pak Endi menerima dengan lapang dada. Dan yang paling penting, Pak Endi tak lagi galau ketika isterinya berangkat kerja. Sejak pindahan itu, ia bahkan lebih sering berangkat lebih dulu dari isterinya karena mengantar anak yang beberapa hari lagi lulus di TK.

Beberapa hari berlalu. Di hari Minggu ketika isterinya sedang ke pasar, seorang pemuda memberi salam. "Siapa ya?" tanya Pak Endi ramah. "Saya teman kantor Bu Leni, isteri Bapak. Ini berkas kerjanya. Kemarin, tertinggal di mobil saya. Karena hujan deras, Bu Leni numpang ke mobil saya. Kebetulan rumah saya cuma beda satu gang dari sini. Mari. Assalamu'alaikum!" ucap si pemuda sambil senyum ramah dan berlalu.

Pak Endi tetap mematung, memandangi kepergian si pembawa berkas. Disadur dari Muhammadnuh.

Salam

Kamis, 21 Januari 2010

Tidak Selalu Pada Apa Yang Kita Mau

Hari itu cukup cerah terlihat seseorang melemparkan koran kedalam pagar rumah tetangga, setiap hari dia selalu rutin membawa surat kabar untuk para pelanggannya walaupun tidak pernah ada yang menanyakan khabarnya. Pada zaman modern seperti saat ini, transaksi memang tidak selalu harus bertatap muka. Banyak pedagang yang menjual barangnya dengan memberikan pelayanan yang memudahkan setiap pembeli untuk melakukan transaksi. disudut jalanan terlihat seorang ayah menarik tangan anaknya untuk sekolah, sedangkan si anak menangis dan bersikeras untuk tidak mau sekolah. " Aku gak mau sekolah ! , gurunya galak suka marahin aku" kata anak tersebut kepada ayahnya. " Memang kalau tidak sekolah kamu mau jadi apa nanti ? makanya kalau mengerjakan PR di rumah , bukan disekolah supaya tidak dimarahin guru, gimana sih !" balas sang ayah tidak mau kalah.


Di belahan duniamanapun kejadian seperti tadi pasti pernah terjadi, bahwa setiap orang tua menginginkan yang terbaik bagi anaknya walaupun dengan cara yang sering sekali tidak disukai oleh sianak. Jarang kita temui ada orang yang memulai sesuatu dari sudut padang orang lain dan baru kemudian memberikan alternatif pandangan dari sisinya. Sebaliknya kita sering kali memaksakan apa yang kita anggap baik lalu mengeyampingkan pandangan orang lain atau paling tidak mengiyakan tanpa menghiraukannya. Saya teringat sebuah buku cukup laris tentang pembentukan karakter dalam memahami orang lain oleh Dale Carneigie. Salah satu kiatnya menyebutkan bahwa agar kepentingan kita didengar maka mulailah berbicara atas nama kepentingan lawan bicara. Setelah dia mengetahui kalau kita telah memahami kepentingannya barulah kita menyampaikan apa yang kita inginkan.


Beberapa tahun yang lalu hal ini pernah saya terapkan tanpa sengaja. Sebuah kecerobohan yang membuat terjadinya tabrakan di perempatan lampu merah. Karena sedang terburu-buru, lampu kuning sebagai tanda akan munculnya tanda berhenti (merah) saya terobos. Di sebelah kiri arah melintang sebuah sepeda motor juga menerobos lampu kuning sebelum masuk lampu hijau. walaupun hanya berselang beberapa detik tapi kecelakaan tidak bisa dihindari dan orang tersebut bersembunyi di balik alibi lampu hijau yang sedang menyala, artinya dia melimpahkan kesalahan itu kepada saya. Karena benturan yang cukup parah , pengemudi motor tersebut meminta ganti rugi sebanyak tiga ratus ribu rupiah., sedangkan uang yang ada di dompet saat itu hanya berjumlah lima puluh ribu rupiah. Sebenarnya keadaan saya jauh lebih parah dari pada bapak tersebut tetapi masalah tidak akan pernah selesai ketika semua orang berbicara mengenai keadaan dirinya


"Nampaknya kondisi kita sama-sama parah dan mungkin ini akibat kelalaian saya tapi saya tidak punya uang sebesar yang bapak minta. Saya hanya memiliki uang lima puluh ribu, tentu tidak akan bisa menutupi semua kerugian bapak dan bapak bisa saja memperkarakan hal ini kepada polisi untuk kemudian di buat berita acara dan mungkin saja uang lima puluh ribu ini hanya untuk mengurus biaya perkara, lalu kita berdua tidak mendapatkan apa-apa selain menunggu untuk diproses dan itu akan memakan waktu sedangkan kondisi kita tidak akan berubah. Saya serahkan semua kepada bapak " kata saya secara halus kepada bapak tersebut. Kemarahannya mulai mereda. Seringkali kemarahan membutakan mata dan membuat oarng tidak mau berfikir. Setelah saya lihat keteduhan di wajahnya, saya kemudian menyalami tangannya sambil memberikan uang lima puluh ribu tersebut. Mungkin saja masih ada rasa kesal yang tersisa , tetapi tidak ada terucap sepatah katapun ketika saya meninggalkannya di lokasi tersebut


Segelas ilmu belum tentu lebih besar nilainya dengan setetes amal, setiap hari dalam keadaan apapun belajarlah untuk tetap terus berkembang dan beramal. Andre Gide mengatakan dalil tentang mengenali diri bisa menyesatkan tanpa mengenali potensi yang bisa menghambat perkembangan karena seekor ulat yang sibuk mengenali dirinya tidak akan pernah berubah menjadi kupu-kupu. Orang yang selalu memikirkan dirinya sendiri tidak akan pernah di pikirkan oleh orang lain dan ketika dia menyampaikan apa yang dia pikir maka orang akan mengira dia sedang bergumam untuk dirinya sendiri.

Akhlak memang menempati cerita tersendiri dalam bab kehidupan seorang muslim kepada siapapun. Rasulullah SAW pernah bersabda
"Sesungguhnya Allah membenci orang yang berhati kasar (kejam dan keras), sombong, angkuh, bersuara keras di pasar-pasar (tempat umum) pada malam hari serupa bangkai dan pada siang hari serupa keledai, mengetahui urusan-urusan dunia tetapi jahil (bodoh dan tidak mengetahui) urusan akhirat." (HR. Ahmad) dan "Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan (pada hari kiamat) dari akhlak yang baik." (HR. Abu Dawud)

Salam

Asal usul taat dan maksiat

Keluarlah dirimu dari sifat-sifat hawa nafsu kemanusiaan mu, sifat-sifat yang bisa merusak ubudiyah mu, agar panggilan Allah bisa di respon positif dan kedekatan dengan Allah senantiasa hadir.

Sehari-hari kita sering mengucapkan kata-kata seperti "......itukan manusiawi...", atau wajarlah kita sebagai manusia...dsb.
Yang sesungguhnya merupakan ekspresi dari sisi-sisi nafsu kita yang bicara, ketika kita mencari dalih pembenaran atas kesalahan kita.

Sifat-sifat manusiawi yang sering kita jadikan alibi , itulah yang sesungguhnya berkembang secara negatif dalam pertumbuhan spiritual kita. pada saat yang sama jelas menghambat hubungan kita degan Allah swt.


Hikmah di atas sebagai kelanjutan dari masalah hijab, masalah yang menghalangi pandangan mata hati nurani kita kepada Allah. Oleh sebab itu element yang perlu di angkat berikutnya tentu bagaimana seseorang bisa keluar dari hijab dirinya sendiri, yg bersarang pada sifat-sifat manusiawi diatas.

Menurut Syeikh Zaruq, sifat-sifat manusiawi itu terbagi menjadi 2 bagian:
Pertama: Sifat-sifat relevan dengan Ubudiyah, seperti sifat ta'at, menjaga jiwa, maupun sifat yang terpuji.

Kedua: Sifat yang bisa merusak Ubudiyah sperti maksiat, syahwat dan ke alpaan.

Dimaksudkan keluar dari sifat manusiawi adalah sifat yang mendorong seseorang untuk alpa, maksiat dan syahwat. itulah yang merusak (destruktif) terhadap ibadah. sekaligus juga menjauhkan kehadiran Ilahi di hari kita.

Keluarnya "Diri" itu merupakan syarat dari panggilan Ilahi.
Orang yang di penuhi oleh hawa nafsunya tidak akan mendengar panggilan Ilahi dan cenderung melempar jauh-jauh suara Ilahiyah itu. Misalnya panggilanNya: "Wahai orang-orang beriman....Wahai Ummat manusia...Wahai Nabi....Wahai Insan... dsb. Yang senantiasa bergema di telinga hati nurani kita.

Ja'far ash-Shadiq ra, pernah berkata bila kamu mendengar panggilan: "Wahai orang-orang beriman....., maka simaklah, sebab panggilan itu berisi perintah atau larangan". Jawaban atas Ilahi itu terbagi dalam 3 hal:
- Membenarkan
- Mengamalkannya
- Hasratnya hanya untuk Allah dalam mengamalkannya itu.

Sultonul Aulia Syeikh Abul Hasan As-Syadzily, menegaskan, "Apabila Allah memuliakan hambanya dalam gerak dan diamnya maka Allah memberikan bagian Ubudiayahnya hanya untuk Allah dalam pandangan hati nuraninya, sedangkan bagian-bagian gerak hawa nafsunya di tutupi". Allah menjadikan si hamba itu senantiasa keluar masuk, bolak-balik dalam situasi Ubudiyah sementara hasrat hawa nafsunya tertutupi oleh nuansa yang berlangsung dalam takdir yang menyelimuti, bahkan sama sekali tidak berpaling pada nafs itu.

Sebaliknya apabila Allah merendahkan seorang hamba dalam gerak dan diamnya maka hasrat hawa nafsunya di buka dan hasrat Ubudiyahnya di tutup, lalu hamba itu berputar-putar pada syawat hawa nafsunya, sedangkan Ubudiyahnya seakan-akan lepas dari dirinya. Walaupun kelihatan secara lahiriyah dia beribadah.
Dari sinilah Ibnu Atha'ilah melanjutkan bahwa hawa nafsu itulah sumber segala bencana.
"Asal usul maksiat, syahwat dan kealpaan, adalah kerelaan kita pada hawa nafsu".
Apakah maksiat itu? maksiat adalah tindakan yang meyimpang dari perintah Allah dan menerjang laranganNYA. Sedangkan menuruti hawa nafsu itu berarti menyalurkan kompensasi hawa nafsu untuk mencari kesenangan. Sementara di maksud dengan kealpaan adalah mengabaikan tindakan sunnah dan wajib, begitu juga ketika melakukan kewajiban disertai orientasi hawa nafsu, tergolong kealpaan pula.

Kerelaan terhadap hawa nafsu itu tanda-tandanya ada 3:
- Melihat kebenaran menurut selera dirinya.
- Memanjakan hawa nafsu.
- Memejamkan mata dari aib-aib hawa nafsu itu sendiri. Sehingga jauh dari penyucian jiwa.

Sebaliknya asal-usul ketaatan, mawas diri dan sadar diri adalah ketidakrelaan pada hawa nafsu. Tanda ketidakrelaan kita pada hawa nafsu adalah :
- Curiga pada siasat hawa nafsu.
- Waspada pada bahayanya.
- Dan menekan hawa nafsu dalam berbagai kesempatan.

Abu Hafs Al-Haddad ra, berkata siapa yang tidak curiga pada hawa nafsunya sepanjang waktu, tidak menetangnya dalam semua prilaku, tidak menekannya pada hari-harinya, maka orang itu telah terpedaya. Siapa yang memandang hawa nafsu itu dengan pandangan yang indah, maka hawa nafsu itu telah menghancurkan dirinya. Bagaimana orang yang waras akalnya akan rela pada hawa nafsunya. Disadur dari KH. M luqman Hakim MA

salam
--------------------

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger