Sabtu, 18 September 2010

Ungkapan Sederhana Untuk Istri Tercinta

Bila malam sudah beranjak mendapati subuh, bangunlah sejenak. Lihatlah istri anda yang sedang terbaring letih menemani bayi anda. Tataplah wajahnya yang masih dipenuhi oleh gurat-gurat kepenatan karena seharian ini badannya tak menemukan kesempatan untuk istirah barang sekejap. Kalau saja tak ada air wudhu yang membasahi wajah itu setiap hari, barangkali sisa-sisa kecantikannya sudah tak ada lagi.

Sesudahnya, bayangkanlah tentang esok hari. Disaat anda sudah bisa merasakan betapa segar udara pagi, tubuh letih istri anda barangkali belum benar-benar menemukan kesegarannya. Sementara anak-anak sebentar lagi akan meminta perhatian bundanya, membisingkan telinganya dengan tangis serta membasahi pakaiannya dengan pipis tak habis-habis. Baru berganti pakaian, sudah dibasahi pipis lagi. Padahal tangan istri anda pula yang harus mencucinya.

Disaat seperti itu, apakah yang anda pikirkan tentang dia?


Masihkan anda memimpikan tentang seorang yang akan senantiasa berbicara lembut kepada anak-anaknya seperti kisah dari negeri dongeng sementara disaat yang sama anda menuntut dia untuk menjadi istri yang penuh perhatian, santun dalam berbicara, lulus dalam memilih setiap kata serta tulus dalam menjalani tugasnya sebagai istri, termasuk dalam menjalani apa yang sesungguhnya bukan kewajiban istri tetapi dianggap sebagai kewajibannya.

Sekali lagi, masihkan anda sampai hati mendambakan tentang seorang perempuan yang sempurna, yang selalu berlaku halus dan lembut? Tentu saja saya tidak tengah mengajak anda membiarkan istri membentak anak-anak dengan mata membelalak. Tidak. Saya hanya ingin mengajak anda melihat bahwa tatkala tubuhnya amat letih, sementara suami tak pernah menyapa jiwanya, maka amat wajar kalau ia tak sabar.

Begitu pula manakala matanya yang mengantuk tak kunjung memperoleh kesempatan untuk tidur nyenyak sejenak, maka ketegangan emosinya akan menanjak. Disaat itulah jarinya yang lentik bisa tiba-tiba membuat anak menjerit karena cubitannya yang bikin sakit.

Apa artinya? Benar, seorang istri shalihah memang tak boleh bermanja-manja secara kekanak-kanakan, apalagi sampai cengeng. Tetapi istri shalihah tetaplah manusia yang membutuhkan penerimaan. Ia juga butuh diakui, meski tak pernah meminta kepada anda.

Sementara gejolak-gejolak jiwa memenuhi dada, butuh telinga yang mau mendengar. Kalau kegelisahan jiwanya tak pernah menemukan muaranya berupa kesediaan utuk mendengar, atau ia tak pernah anda akui keberadaannya, maka kangan pernah menyalahkan siapa-siapa kecuali dirimu sendiri jika ia tiba-tiba meledak.

Jangankan istri anda yang suaminya tidak terlalu istimewa, istri Nabi pun pernah mengalami situasi-situasi yang penuh ledakan, meski yang membuatnya meledak-ledak bukan karena Nabi SAW tak mau mendengarkan melainkan semata karena dibakar api kecemburuan. Ketika itu, Nabi SAW hanya diam mengjadapi ‘Aisyah yang sedang cemburu seraya memintanya untuk mengganti mangkok yang dipecahkan.


Ketika menginginkan ibu anak-anak anda selalu lembut dalam mengasuh, maka bukan hanya nasehat yang perlu anda berikan. Ada yang lain. Ada kehangatan yang perlu anda berikan agar hatinya tidak dingin,apalagi beku, dalam menghadapu anak-anak setiap hari. Ada penerimaan yang perlu kita tunjukkan agar anak-anak itu tetap menemukan bundanya sebagai tempat untuk memperoleh kedamaian, cinta dan kasih sayang.

Ada ketulusan yang harus anda usapkan kepada perasaan dan pikirannya, agar ia masih tetap mememilki energi untuk tersenyum kepada anak-anak anda, sepenat apapun ia.

Ada lagi yang lain : PENGAKUAN. Meski ia tak pernah menuntut, tetapi mestikah anda menunggu sampai mukanya berkerut-kerut.

Karenanya, anda kembali ke bagian awal tulisan ini. Ketika perjalanan waktu melewati tengah malam, pandanglah istri anda yang terbaring letih itu, lalu pikirkanlah sejenak, tak adakah yang bisa anda lakukan sekedar mengucapkan terima kasih atau menyatakan sayang bisa dengan kata yang berbunga-bunga, bisa tanpa kata. Dan sungguh, lihatlah betapa banyak cara untuk menyatakannya. Tubuh yang letih itu, alangkah bersemangatnya jika di saat bangun nanti ada secangkir minuman hangat yang diseduh dengan dua sendok teh gula dan satu cangkir cinta.

Sampaikan kepadanya ketika matanya telah terbuka,“ada secangkir minuman hangat untuk istriku. Perlukah aku hantarkan intuk itu?“

Sulit melakukan ini? Ada cara lain yang bisa anda lakukan. Mungkin sekedar membantunya meyiapkan sarapan pagi untuk anak-anak, mungkin juga dengan tindakan-tindakan lain, asal tak salah niat kita. Kalau anda terlibat dengan pekerjaan di dapur, memandikan anak, atau menyuapi si mungil sebelum mengantarkannya ke TK, itu bukan karena gender-friendly; tetapi semata karena mencari ridha Allah, sebab selain niat ikhlas karena Allah, tak ada artinya apa yang anda lakukan.

Anda tidak akan mendapati amal-amal anda saat berjumpa dengan Allah di yaumil-qiyamah. Alaakullihal, apa yang ingin anda lakukan, terserah anda. Yang jelas, ada pengakuan untukknya, baik lewat ucapan terima kasih atau tindakan yang menunjukkan bahwa dialah yang terkasih. Semoga dengan kerelaan anda untuk menyatakan terima kasih, tak ada airmata duka yang menetes baginya, tak adal lagi istri yang berlari menelungkupkan wajah di atas bantal karema merasa tak didengar. Dan semoga pula dengan perhatian yang anda berikan lepadanya, kelak istri anda akan berkata tentang anda sebagaimana Bunda ‘Aisyah RA berucap tentang suaminya, Rasulullah SAW,”Ah, semua perilakunya menakjubkan bagiku”.

Sesudah engkau puas memandangi istrimu yang terbaring letih, sesudah engkau perhatikan gurat-gurat penat di wajahnya, maka biarkanlah ia sejenak untuk meneruskan istirahatnya. Hembusan udara dingin yang mungkin bisa mengusik tidurnya, tahanlah dengan sehelai selimut untuknya.

Hamparkanlah ke tubuh istrimu dengan kasih sayang dan cinta yang tak lekang oleh perubahan. Semoga engkau termasuk laki-laki yang mulia, sebab tidak memuliakan wanita kecuali laki-laki yang mulia.

Sesudahnya, kembalilah ke munajat dan tafakkurmu. Marilah anda ingat kembali ketika Rasulullah SAW berpesan tentang istri. “wahai manusia, sensungguhnya istri kalian mempunyai hak atas kalian sebagaimana kalian mempunyai hak atas mereka. Ketahuilah.”kata Rasulullah SAW melanjutkan.” kalian mengambil wanita itu sebagai amanah dari Allah, dan kalian halalkan kehormatan merreka dengan kitan Allah. Takutlah kepada Allah dalam mengurusi istri kalian. Aku wasiatklan atas kalian intuk selalu berbuat baik.”


Anda telah mengambil istri anda sebagai amanah dari Allah. Kelak anda harus melaporkan kepada Allah Ta’ala bagaimana anda menunaikan amanah dari-Nya. Apakah anda mengabaikannya sehingga guratan-guratan dengan cepat menggerogoti wajahnya, jauh awal dari usia yang sebenarnya? Ataukah, anda sempat tercatat selalu berbuat baik untuk istri.

Semoga anda memberi ungkapan yang lebih agung untuk istri anda.
Salam

Kamis, 16 September 2010

JIKA SAYA.....

Bulan nan indah telah meninggalkan kita. Tentu dalam waktu selama satu bulan menorehkan banyak hal. Baik berupa goresan keindahan maupun gurat kesedihan nan dalam. Karena saat lebaran selain bertemu dengan orang-orang yang kita cintai, tapi banyak juga kecelakaan di jalan raya yang akhirnya menghantarkan mereka yang dirindui berpulang ke kampung yang kekal.

Rasanya waktu yang kita jalani sungguh sangat “sejenak”. Terlalu banyak masih yang ingin kita “tabung’. Masih ada celah-celah yang belum kita tambal. Masih ada luka yang menganga. Masih ada sobekan hati yang belum tersembuhkan. Bahkan kedekatan kepada Allah terasa masih sangat jauh.

Walau kita telah berusaha memperbanyak tilawah, shalat-shalat sunnah, sedekah dan lainnya, terasa waktu mampirnya ramadhan sangat jauh dari yang kita harapkan.


Ramadhan yang agung, memang waktu yang sangat tepat untuk merajut ketaqwaan yang tinggi. Kondisi lingkungan yang turut mendukung, membuat kita mampu termotivasi untuk tidak membiarkan ramadhan berlalu hanya dengan sedikit goresan indah.

Ramadhan nan sejuk. Betapa mudahnya tangan kita terulur untuk berbagi dengan sesama. Betapa mudahnya kita untuk mejaga lisan. Betapa berhati-hatinya kita untuk tidak memikirkan sesuatu yang akan mengotori hati kita.

Lebaran pun tiba, apa yang terjadi?

Untuk menghidupkan setengah saja suasana ramadhan disaat lebaran, memang sangat sulit. Saat berakhirnya ramadhan, sepertinya suasana dilingkungan kita menjadi “hingar-bingar’ dengan urusan duniawi. Semisal persiapan mudik, atau pun menu-menu yang terhidang untuk menyambut tamu. Bahkan kadang karena lebaran pula, shalat tepat waktu tidak dapat kita lakukan.

Silaturahmi sebuah hal yang memang baik, yang telah menjadi tradisi di masyarakat kita. Silaturahmi merupakan sebuah tanda lebaran yang bermakna. Karena kita sangat mudah untuk meminta maaf maupun memaafkan orang lain.

Silaturahmi yang kita lakukan, menjadikan rasa jauh dengan kerabat, tergantikan dengan kerinduan akan masa-masa indah disaat kecil. Berkumpul dengan keluarga besar orangtua kita, tentu sangat manis dikenang. Kekerabatan yang terikat erat, karena tradisi pulang kampung.

Apa yang terpikirkan saat lebaran?

Ketika bersilaturahmi di beberapa keluarga. Saya memperhatikan menu-menu makanan yang begitu lezat. Pakaian-pakaian baru yang begitu indah mereka kenakan. Saya memikirkan, betapa dibeberapa tempat di negara kita Indonesia ini, masih banyak saudara kita yang kelaparan. Masih banyak anak-anak yang belum mempunyai pakaian layak pakai saat lebaran.

Mereka, jangankan untuk makanan lezat, untuk mengisi perut saja, mereka rela untuk berdesak-desakan antri di rumah dermawan yang membagikan zakat senilai lima belas ribu rupiah. Yang bagi kita saat ini, hanya cukup dibelikan sepasang kaos kaki untuk anak-anak.

Sementara ada diantara kita, memberikan perhatian lebih untuk sebuah lebaran, dengan menyediakan anggaran yang spektakuler, khususnya untuk pakaian. Padahal mungkin saja masih banyak pakaian baru, yang tergantung di tempat penyimpanan pakaian.

Ada juga beberapa ibu-ibu, bukan hanya saat lebaran membeli pakaian, tapi hampir setiap bulan mengeluarkan koceknya untuk hal yang satu ini. Bahkan sepertinya pakaian yang mereka kenakan tak pernah buram, karena seringkali tergantikan dengan yang masih fresh.

Kadang saya melihat, sebuah pakaian yang dipakai lebaran, ternyata setelah lebaran hanya tergantung di almari pakaian yang sunyi. Pakaian itu hanya berdiam disana, tanpa memberikan nilai tambah bagi si empunya.

Jika saja,…….

Yah jika saja, mereka yang telah punya banyak pakaian, mau menahan diri untuk satu kali saja tidak membeli lebaran kali ini, dan anggaran untuk pembeliannya dibelikan mukena atau baju muslim untuk kaum dhuafa. Betapa bernilainya pemberian itu.

Pemberian yang akan memberikan kecerahan bagi yang memilikinya, dan tentu bagi sang tangan yang diatas, merupakan deposito amal yang panjang.

Karena bila sebuah pakaian dipakai oleh seorang yang shaleh, yang akan digunakannya untuk shalat, pergi ke pengajian atau mengisi ta’lim, tentu pakaian yang dipakainya turut mendapatkan keberkahan itu. Dan sang pemberi pakaian pun akan mendapatkan aliran “dana” pahala yang bejibun.

Jika saja, mereka yang punya berlusin-lusin pakaian indah, yang masih teronggok di lemarinya yang mewah, mau membagikan sebagian saja pakaian mereka untuk para fakir miskin, tentu itu lebih bermanfaat daripada menahan barang tersebut karena alasan ; barang itu sayang diberikan kepada orang-lain karena dibeli dengan harga mahal atau spesial.

Jika saja, kita semua mau mengurangi sedikit saja pengeluaran lebaran yang lumayan “menggiurkan” bagi saudara kita yang serba kekurangan, tentu itu lebih bermanfaat daripada mengisi perut tamu-tamu kita yang memang telah rutin memakan menu istimewa di kesehariannya.

Jika saja….

Mungkin saja itu hal yang muluk menurut kita, tapi bukankah hal itu dapat kita lakukan, jika kita mau?

Salam

Haruskah Bayi Yang baru Lahir Di Adzan dan Iqamatkan?

Sungguh suatu kebahagiaan jika kita mendapati kaum muslimin di dalam setiap aktivitas ibadahnya kepada Allah swt berlandaskan dalil, baik Al Qur’an maupun As Sunnah, sehingga akan terpelihara dari kesesatan dan kesalahan.

Di antara hadits-hadits yang dipakai sebagai dalil untuk menyuarakan adzan di telinga kanan dan iqomat di telinga kiri adalah :

1. Sabda Rasulullah saw: “Siapa yang diberikan bayi kemudian diadzankan di telinga kanan dan mengiqomatkan di telinga kiri maka tidak akan terkena bahaya gangguan setan.”

Hadits ini maudhu’ (palsu) : Ia diriwayatkan oleh Abu Ya’la didalam “Musnadnya” (4/1604), darinya Ibnu as Sunni didalam “Amal al Yaum Wa al Lailah” (200/617) demikian juga Ibnu ‘Asakir (16/182/2) melalui jalan Abi Ya’la, Ibnu Basyron didalam “Al Amaali” (88/1), Abu Thohir Al Qursyi didalam “Hadits Ibnu Marwan al Anshori dan selainnya” (2/1) dari jalan Yahya bin al “Alaa ar Rozi dari Marwan bin Sulaiman dari Tholhah bin Ubaidillah al Uqoily dari al Hasan bin ali marfu’


Aku (Syeikh Albani) mengatakan : :”Sanad hadits ini maudhu’ (palsu), Yahya bin al ‘Ala, Marwan bin Salim yang menjadikan hadits ini maudhu’ dan diperkuat oleh Ibnul Qoyyim dalam “Tuhfatul Maudud” hal. 9 milik Al baihaqi dan dia mengatakan : Isnad hadits ini dho’if (lemah).

2. Sabda Rasulullah saw : Dari Abu Rofi, “Aku menyaksikan Rasulullah saw mengadzankan dengan adzan sholat di telinga Hasan saat Fatimah melahirkannya.”
Tirmidzi mengatakan : ”Hadits Shohih dan diamalkan.”

Al Mubarokfuriy yang menjelaskan hadits ini mengatakan setelah dia menjelaskan kedhoifan sanadnya dan berdalil dengan perkataan para imam dalam riwayat ‘Ashim bin Ubaidillah : “Jika engkau mengatakan : Bagaimana beramal dengannya padahal ia dhoif (lemah)? Aku mengatakan : “Ya, hadits ini lemah akan tetapi dia diperkuat oleh hadits Husein bin Ali ra yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la al Mushiliy dan Ibnu as Sunni.” !

Perhatikanlah, bagaimana dia menguatkan yang dhoif dengan yang maudhu’, dan tidaklah itu (dilakukan) kecuali dikarenakan tidak adanya pengetahuan terhadap kemaudhuannya dan pengelabuannya terhadap keinginan para ulama yang kami sebutkan dan hampir-hampir aku pun jatuh seperti itu, maka perhatikanlah!

Ya, barangkali penguatan hadits Abi Rofi’ dengan hadits Ibnu Abbas : “Bahwasanya Nabi saw mengadzankan di telinga Husein bin Ali pada hari kelahirannya dan mengiqomatkan di telinga kirinya.” dikeluarkan oleh Baihaqi di dalam “Asy Syu’ab” bersama hadits Hasan bin Ali dan dia berkata: “Di dalam sanad keduanya ada kelemahan.” Seperti juga disebutkan Ibnul Qoyyim didalam “at Tuhfah” hal. 16.

Aku (Syeikh Albani) mengatakan :”Bisa jadi sanad yang ini lebih baik dari sanadnya hadits Hasan dikarenakan bisa memberikan persaksian terhadap hadits Rofi’. Wallahu A’lam.”

Jika demikian, maka hadits itu bisa menjadi dalil untuk menyuarakan adzan karena ia juga terdapat dalam hadits Abi Rofi’. Adapun iqomat maka ia ghorib (lemah). Wallahu A’lam
(Silsilah al Ahadits adh Dho’iifah Wal Maudhu’ah, jilid 491 – 493

Jadi dari penjelasan di atas tampak bahwa hadits-hadits tersebut termasuk kategori dhoif (lemah).

Namun demikian, terjadi perbedaan ulama dalam hal beramal dengan hadits yang dhoif :

1. Pendapat pertama : Tidak boleh sama sekali beramal dengan hadits dhoif, tidak dalam hal keutamaan ataupun hukum. Ini adalah pendapat Yahya bin Ma’in, Abu Bakar al ‘Arobi, Imam Bukhori dan Muslim dan juga Ibnu Hazm.

2. Pendapat Kedua : Dibolehkan beramal dengan hadits dho’if. Ini pendapat Abu Daud dan Imam Ahmad.

3. Pendapat Ketiga : Dibolehkan beramal dengan yang dhoif dalam hal-hal keutamaan, nasehat-nasehat dan yang sejenisnya selama memenuhi persyaratan—sebagaiamana disebutkan oleh Syiekhul islam Ibnu Hajar—yaitu :
1. Dhoifnya tidak keterlaluan.
2. Termasuk dalam pokok-pokok yang diamalkan.
3. Tidak meyakini bahwa amal itu betul-betul terjadi akan tetapi meyakini secara hati-hati.

(Ushul al Hadits ‘Ulumuhu Wa Mushtholatuhu, DR. Muhammad ‘Ajjaj al Khotib, hal 351)

disadur dari eramuslim.

Salam

PENGHALANG MASUK SURGA

Setiap muslim pasti ingin memperoleh kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat, karenanya hal ini selalu dipanjatkan dalam do'anya setiap hari. Kebahagiaan di akhirat berarti seseorang dimasukkan ke dalam surga oleh Allah Swt. Namun keinginan saja ternyata belum cukup, setiap orang harus berusaha untuk bisa masuk ke dalamnya dan usaha itu harus dilakukan sekarang dalam kehidupan di dunia ini.

Diantara usaha yang harus dilakukan dalam kehidupan di dunia ini agar bisa masuk ke dalam surga adalah dilepaskan atau dibuangnya berbagai penghalang sehingga perjalanan menuju surga bisa menjadi lancar. Penghalang yang harus disingkirkan itu disebutkan dalam Al-Qur'an dan Al Hadits yang akan kita bahas melalui tulisan yang singkat ini.

1. Syirik Kepada Allah.

Syirik kepada Allah Swt adalah menganggap atau menjadikan selain Allah Swt sebagai Tuhan, ini merupakan syirik yang besar sehingga pelakunya bisa dinyatakan kafir, keluar dari Islam (murtad) dan seandainya sebelum itu dia melakukan amal yang shaleh, maka terhapuslah nilai amalnya itu, Allah Swt berfirman: Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih sendiri berkata: Hai bani israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang-orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan surga kepadanya, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang yang zalim itu seorang penolongpun (QS 5:72).


Disamping itu, meskipun tidak sampai dinyatakan kafir, ada pula syirik yang kecil, yakni riya atau mengharapkan pujian dari amal shaleh yang dilakukan seseorang, bila hal ini selalu dilakukan dalam amal, maka seseorang bisa jadi tidak bisa masuk surga karena masuk surga harus dengan bekal amal shaleh yang banyak, sedangkan orang ini tidak punya nilai dari amal shalehnya karena terhapus dengan riya, itu sebabnya Rasulullah Saw sangat khawatir bila umatnya memiliki sifat riya, beliau bersabda:

ِانَّ اَخْوَفَ مَا اَخَافُ عَلَيْكُمْ اَلشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ. قَالُوْا: وَمَا الشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟. قاَلَ: اَلرِّيَاءُ

Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan terjadi pada kalian adalah syirik yang kecil. Sahabat bertanya: “apakah syirik yang kecil itu ya Rasulullah?”. Rasulullah menjawab: “Riya” (HR. Ahmad).

Termasuk syirik kepada Allah adalah mempercayai perdukunan, ramalan-ramalan nasib, tahayyul, jimat, sihir, jampi-jampi yang tidak berdasar, kepercayaan-kepercayaan yang tidak sesuai dengan aqidah Islam dan sebagainya.

2. Sombong.

Kesombongan merupakan sifat yang sangat tercela, hal ini karena manusia dengan segala kelemahan dan kekurangannya tidak pantas berlaku sombong. Hanya Allah yang Maha berkuasa, Maha kaya, Maha tahu dan sebagainya yang pantas berlaku sombong, meskipun Dia tidak menyombongkan diri. Karena itu, Allah Swt menutup pintu surga bagi orang-orang yang sombong, Rasulullah


لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذََرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ.

Tidak masuk surga orang yang di dalam hati ada kesombongan meskipun hanya sebiji sawi (HR.Muslim).

Disamping itu, Allah Swt lebih murka lagi kepada orang menyombongkan diri dengan dosa yang dilakukannya atau bangga dengan dosa, hal ini membuat ia semakin sulit untuk bisa masuk ke dalam surga sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya: Sesungguhnya orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri kepadanya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk ke dalam surga hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah kami memberi pembalasan kepada kepada orang-orang yang berbuat kejahatan (QS 7:40).

Kesombongan menjadi penghalang untuk bisa masuk surga karena memang sangat berbahaya bagi manusia, khususnya orang yang memiliki sifat tersebut. Paling tidak, ada empat bahaya sifat sombong.

Pertama, Merasa menjadi orang yang paling baik dan benar sehingga ia menjadi orang yang mau menang sendiri. Ini bermula karena ia memiliki kelebihan-kelebihan, namun ia tidak melihat bahwa banyak orang yang memiliki kelebihan yang lebih hebat dari kelebihan yang dimilikinya.

Kedua, Tidak senang pada saran, hal ini karena ia sudah merasa sempurna, tidak punya kekurangan, apalagi bila kesombongan itu tumbuh karena usianya yang sudah tua dengan segudang pengalaman, ia akan menyombongkan diri kepada orang yang muda, atau sombong karena ilmunya banyak dengan gelar kesarjanaan di depan dan di belakang namanya, maka akan berlaku sombong kepada orang yang tidak lebih tinggi pendidikannya. Kalau saran saja sudah tidak mau diterimanya, apalagi kritik.

Ketiga, Tidak senang terhadap kemajuan yang dicapai orang lain, hal ini karena apa yang menjadi sebab dari kesombongannya akan tersaingi oleh orang itu yang menyebabkan dia tidak pantas lagi berlaku sombong, karenanya orang seperti ini biasanya menjadi iri hati (hasad) terhadap keberhasilan, kemajuan dan kesenangan yang dialami orang lain, bahkan kalau perlu menghambat dan menghentikan kemajuan itu dengan cara-cara yang membahayakan seperti memfitnah, mengembangkan permusuhan hingga pembunuhan.

Keempat, Menolak kebenaran meskipun ia meyakininya sebagai sesuatu yang benar, hal ini difirmankan Allah Swt di dalam Al-Qur’an: Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan (QS 27:14).

3. Memutuskan Persaudaraan.

Pada dasarnya, manusia itu adalah makhluk yang bersaudara dengan sesamanya, karenanya jangan sampai tergadi kebencian dan permusuhan tanpa alasan yang bisa dibenarkan, apalagi bagi orang yang memiliki kesamaan iman terutama bila yang sesama mu'min itu memiliki ikatan persaudaraan dalam nasab atau keturunan. Karenanya bila terjadi pemutusan hubungan persaudaraan dalam nasab, maka Allah Swt amat menyayangkan hal itu sehingga Dia yang menjadi pemilik surga tidak akan memasukkan orang yang memutuskan persaudaraan, Rasulullah Saw bersabda:

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ

Tidak masuk surga orang yang memutuskan, yakni memutuskan silaturahim (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi).

Tidak dimasukkannya orang yang memutuskan silaturahim ke dalam surga karena Allah Swt sangat murka sehingga laknat-Nya akan turun kepada mereka, hal ini dinyatakan dalam firman Allah Swt: Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?. Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka (QS 47:21-23).

Karena hubungan persaudaraan yang berasal dari satu rahim ibu harus disambung dan diperkokoh, maka siapa saja yang memutuskannya akan mendapatkan kutukan dari Allah Swt, dan bagaimana mungkin orang yang mendapatkan kutukan Allah bisa masuk ke dalam surga, Allah Swt berfirman: Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan (silaturrahim) dan mengadakan kerusakan di muka bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (neraka). (QS 13:25).

Oleh karena itu, orang yang memutuskan silaturahim dimasukkan oleh Allah ke dalam kelompok orang yang fasik dan mereka akan menjadi orang-orang yang rugi, baik di dunia maupun di akhirat, hal ini terdapat dalam firman Allah Swt: Dan tidak ada yang disesatkan kecuali orfang-orang yang fasik, (yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk menghubungkannya (silaturrahim) dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi (QS 2:26-27).

Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa manakala kita ingin masuk ke dalam surga, maka segala rintangan yang menghalangi harus bisa kita singkirkan.

Salam

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger