Jumat, 25 Februari 2011

Sabar Menghadapi Ujian Dan Tawakkal Kepada Allah Semata

Di dalam surah Al-Baqarah Allah سبحانه و تعالى menyatakan bahwa agar berhak memasuki surga orang-orang beriman mesti melalui berbagai ujian terlebih dahulu. Sebagaimana umat beriman di masa lalu juga mengalami berbagai ujian. Allah سبحانه و تعالى berfirman:

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS Al-Baqarah [2] : 214)

Subhaanallah...! Coba bayangkan. Sudahlah para sahabat memang sedang menjalani masa sulit dengan aneka ujian dan cobaan di masa itu. Tetapi lihatlah bagaimana Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم mendidik para sahabat untuk bersabar dan melipat-gandakan kesabaran. Justeru mendengar apa yang dikatakan oleh Khabab ibnul Arat malah Rasulullah صلى الله عليه و سلم memberikan bayangan ujian kesulitan hidup yang jauh lebih dahsyat yang telah menimpa generasi terdahulu sebelum para sahabat. Ujian generasi terdahulu lebih berat lagi dibandingkan ujian para sahabat. Padahal apa yang dialami oleh para sahabat-pun bukanlah ujian dan cobaan yang ringan..! Bahkan Nabi صلى الله عليه و سلم mengakhiri pesannya kepada Khabab dengan menegurnya secara keras dan menilainya sebagai bagian dari golongan yang tidak sabar...!!

وَلَيُتِمَّنَّ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى هَذَا الْأَمْرَ حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مَا بَيْنَ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ لَا يَخْشَى إِلَّا اللَّهَ تَعَالَى وَالذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ وَلَكِنَّكُمْ تَعْجَلُونَ

Dan sungguh, benar-benar Allah Tabaaraka Wa Ta'ala akan menyempunakan urusan (agama) ini hingga ada seorang pengendara berjalan dari Shan'a menuju Hadarmaut dalam keadaan tidak takut kepada siapa pun kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, atau khawatir kambingnya akan dimakan serigala. Akan tetapi kalian terburu-buru." (HR. Ahmad, No. 20148)

Bahkan Nabi صلى الله عليه و سلم menilai Khabab sebagai bagian dari golongan yang tidak sabar. Padahal Khabab, seorang pandai besi, adalah salah seorang sahabat yang telah mengalami penyiksaan yang sungguh hebat di masa awal da’wah Islam di Mekkah sebelum hijrah. Sya'bi, salah satu kawan sependeritaan Khabab, menggambarkan kegilaan orang-orang Quraisy yang menyiksa Khabab. Orang-orang kafir itu datang kepada Khabab dan menyeretnya keluar kemudian menindihnya dengan batu yang membara, hingga meluluhkan dagingnya. Namun hati Khabab tak sedikitpun terpengaruh, justru membuat ia semakin yakin akan kebenaran risalah yang diikutinya.Sahabatnya yang lain menceritakan bahwa orang-orang kafir itu datang ke rumah Khabab. Mereka membakar besi-besi yang hendak dijadikan pedang. Kemudian setelah membara mereka gunakan untuk tiang mengikat tangan, kaki, berikut tubuh Khabab.

Inilah di antara yang telah dialami oleh generasi pertama ummat Islam. Namun Rasulullah صلى الله عليه و سلم menyebut Khabab sebagai “Akan tetapi kalian terburu-buru.” Lalu Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم membandingkan dengan ujian yang telah dialami oleh ummat beriman di masa lalu. Seolah ingin mengatakan bahwa sabar dan meilpatgandakan kesabaran menghadapi ujian berat merupakan prasyarat untuk meraih kemenangan dan masuk surga.

رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

"Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir". (QS. Al-Baqarah [2] : 250)



Syarat kedua agar orang-orang beriman meraih kemenangan dan berhak masuk taman keabadian penuh kenikmatan (yakni surga) ialah keharusan bertawakkal semata kepada Allah سبحانه و تعالى . Bilamana berbagai ujian dan penderitaan yang dialami kaum mukminin telah sampai ke derajat dimana orang-orang beriman tersebut hanya memohon pertolongan kepada Allah سبحانه و تعالى semata, maka pada saat itulah justeru pertolongan Allah سبحانه و تعالى akan segera datang. Dan tawakkal kepada Allah سبحانه و تعالى tersebut haruslah merata berlaku di segenap lini barisan kaum mukminin, baik Rasul maupun para pengikutnya, baik pemimpin maupun pengikutnya. Tidak boleh ada satupun lapisan kaum mukminin yang mengharapkan selain pertolongan Allah سبحانه و تعالى . Jangan sampai lapisan grassroot (akar rumput) para pengikut misalnya berharap kepada Allah سبحانه و تعالى , namun jajaran para pemimpin malah ada yang diam-diam mengharapkan bantuan dari kaum kuffar ataupun kaum munafik..!

حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

“...sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah [2] : 214)

Dan tawakkal kepada Allah سبحانه و تعالى yang dituntut ialah tawakkal yang sempurna dan totalitas, bukan tawakkal yang parsial atau setengah-setengah. Tawakkal yang dituntut bukan hanya tawakkal kepada Allah سبحانه و تعالى dalam memohon pertolongan, yaitu dalam bentuk do’a, sholat lima waktu secara disiplin dan tepat waktu berjamaah di masjid, sholat tahajjud di tengah malam, berpuasa baik wajib maupun sunnah dan berbagai bentuk ibadah ritual lainnya. Tawakkal yang ditunutut hendaknya meliputi kefahaman dan keyakinan bahwa Islam mencakup baik urusan ritual, individual, sosial, politik, ekonomi, budaya, militer maupun segenap aspek kehidupan lainnya. Ia tidak mau menyerahkan urusan ibadahnya menurut ajaran Islam, namun urusan falsafah hidup bermasyarakat dan bernegara diserahkan kepada man-made ideologies (ideologi bikinan manusia). Ia tidak rela mengembangkan aspek ekonomi menurut aturan syariah sementara urusan politik berjalan mengikuti sistem politik produk kaum barat Yahudi-Nasrani. Sebab sikap seperti itu bukanlah bentuk sempurna bertawakkal kepada Allah سبحانه و تعالى semata.

Tawakkal sempurna kepada Allah سبحانه و تعالى akan menuntut orang-orang beriman supaya mengembalikan segenap urusan kepada petunjuk, aturan dan hukum Allah سبحانه و تعالى dan sesuai dengan tuntunan teladan utama orang-orang beriman yakni Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم. Demikianlah Allah سبحانه و تعالى gambarkan potret kumpulan manusia beriman terbaik yang selalu menghiasi panggung sejarah dunia.

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا

Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. An-Nisa [4] : 69)

Kumpulan para Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh merupakan manusia-manusia yang senantiasa istiqomah di atas jalan lurus yang Allah سبحانه و تعالى bentangkan untuk mencapai keselamatan di dunia dan di akhirat. Mereka tidak pernah memiliki keraguan akan kekuasaan dan kedaulatan Allah سبحانه و تعالى . Mereka tidak pernah silau dan kagum sehingga menjadi inferior alias keder menyaksikan kesewenang-wenangan kaum kuffar ketika Allah سبحانه و تعالى izinkan mereka berkuasa sejenak di dunia. Bila Allah سبحانه و تعالى taqdirkan mereka hidup dalam potongan zaman dimana kaum kuffar berkolaborasi dengan kaum munafiq memimpin dunia tanpa petunjuk Allah سبحانه و تعالى , maka kaum beriman ini tidak surut dari jalan Allah سبحانه و تعالى betapapun tidak populernya sikap dan jalan yang mereka pilih.

Orang-orang beriman sejati adalah mereka yang tidak sudi memilih petunjuk, arahan, bimbingan kecuali yang jelas-jelas bersumber dari Allah سبحانه و تعالى dan RasulNya Muhammad صلى الله عليه و سلم Mereka tidak akan rela memilih agama, jalan hidup, way of life selain Dienullah (agama Allah سبحانه و تعالى), Dienul-Haq (agama yang benar), Al-Islam. Dan mereka tidak meragukan sedikitpun agama Allah سبحانه و تعالى Al-Islam tersebut. Mereka sangat yakin bahwa agama Allah سبحانه و تعالى harus dilaksanakan secara keseluruhannya tanpa pemilahan dan pilih-pilih. Mereka tidak mudah ditipu oleh ajaran modern sesat Sekularisme. Suatu ajaran batil yang menyuruh ummat Islam agar memisahkan urusan agama dengan urusan kehidupan sehari-hari. Suatu ajaran yang mengatakan bahwa agama hendaknya diberlakukan sebatas dalam urusan kehidupan pribadi belaka atau di ruang lingkup masjid saja, sedangkan segenap urusan hidup seperti sosial, politik, budaya, ekonomi dan lain sebagainya hendaknya diatur berdasarkan rumusan teori-teori modern sesat produk kaum kuffar barat. Justeru orang-orang beriman sangat yakin dan tawakkal sepenuhnya kepada dienullah Al-Islam karena ia adalah sebuah ajaran yang syamil (menyeluruh), kamil (sempurna) dan mutakaamil (saling menyempurnakan). Dan mereka sangat ragu bahkan menolak berbagai teori, ajaran, konsep, ideologi, pandangan hidup, aturan hidup yang bersumber dari selain Allah سبحانه و تعالى Sebab bagaimana mungkin kaum beriman ragu kepada ajaran Allah سبحانه و تعالى padahal Dia adalah Yang Menciptakan langit dan bumi dan segenap makhluk di antara keduanya. Sementara apa yang telah dibikin oleh para manusia kuffar yang katanya cerdas dan berhasil menelorkan berbagai teori, konsep, ideologi, pandangan hidup, aturan hidup yang pantas menjadi pegangan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara di era modern ini?

Saudaraku, sudah tiba masanya bagi kita ummat Islam yang mengaku beriman untuk secara serius ber-tawakkal hanya kepada Allah سبحانه و تعالى dan segenap ajaranNya. Hendaknya kita berusaha mengokohkan keyakinan kita bahwa hanya dengan kembali kepada Allah سبحانه و تعالى sebagai Rabb, Al-Islam sebagai dien (jalan hidup) dan Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم sebagai teladan utama serta Al-Quranul Karim sebagai dustur (konstitusi) sajalah kita akan memperoleh pertolongan Allah سبحانه و تعالى

Hanya dengan bertawakkal dalam arti sebenarnya kepada Allah سبحانه و تعالى sajalah kita bakal sukses menghadapi berbagai fitnah yang mengelilingi hidup kita di era Akhir Zaman ini. Mari saudaraku, kita pastikan diri dan keluarga kita semuanya benar-benar hanya dan hanya ber-tawakkal kepada Rabb, Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa alam raya, yakni Allah سبحانه و تعالى . Jika semakin hari semakin banyak ummat Islam yang bersikap demikian, maka percayalah insya Allah pertolongan Allah سبحانه و تعالى tidak lama lagi akan datang menghampiri ummat Islam. Amiin ya Rabbal ‘aalamiin.

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS. Al-Baqarah [2] : 214)

Marilah kita kembangkan diri dan keluarga kita menjadi kaum beriman yang benar-benar sabar menghadapi berbagai ujian dan cobaan yang kian menghebat di Akhir Zaman ini. Lalu kita pastikan bahwa jiwa tawakkal kepada Allah سبحانه و تعالى menghiasi segenap aspek hidup. Jadilah kaum beriman yang tidak pernah ragu untuk hanya dan hanya bergantung kepada Allah سبحانه و تعالى dalam keadaan senang maupun susah.

(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab:

حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ

"Cukuplah Allah سبحانه و تعالى menjadi Penolong kami dan Allah سبحانه و تعالى adalah sebaik-baik Pelindung." (QS. Ali Imran [3] : 173)

disadur dari eramuslim

Salam

Kamis, 17 Februari 2011

Buat Apa Umur Kita?

Di sebuah siang, selesai shalat dzuhur penulis buka-buka Al-Qur’an. Tiba-tiba mata penulis tertuju pada sebuah ayat dalam surat Al-Anbiya (21). Ayat pertama dalam surat itu sangat menarik perhatian penulis. Berulang-ulang ayat itu penulis baca.
"Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya)." (QS Al Anbiya’: 1)
Bahwa semakin dekat kepada manusia, saat-saat perhitungan untuk mereka, tapi karena bodohnya, karena lalainya, mereka lalu mengabaikan semua itu. Hal ini mengandung makna perjalanan waktu terus berputar. Waktu makin dekat dan akan datang saatnya kita menghadapi perhitungan-perhitungan atas segala perbuatan di dunia, namun kita sering lalai. Karena bodohnya kita atau karena sibuknya kita.
Manusia adalah mahluk serba bisa, bisa bertindak apa saja. Manusia bisa menggali gunung yang di dalamnya banyak tanah, pasir dan bebatuan, tidak hanya yang kecil bahkan yang besar-besar. Manusia mampu menyelam ke dalam lautan yang sangat dalam sekalipun. Manusia mampu menjelajah ruang angkasa. Manusia mampu menciptakan kabel yang sangat tipis namun bisa dilalui oleh informasi yang sangat banyak, dengan fiber optik manusia bisa membuat jaringan komunikasi, mendekatkan jarak yang saling berjauhan di dunia, dengan teknologi internet.
Nah, segala macam kehebatan sainsdan teknologi itu memperkokoh keyakinan pada diri kita bahwa manusiadapat melakukan segala-galanya. Kemudian muncul sebuah pertanyaan dalam benak penulis,kalau memang manusia bisa mengatasi semua masalahnya, suatu saat nanti,maka keyakinan akan keberadaan Tuhan bisa saja semakin hari semakin tipis.Kemudian manusia semakin punya harapan bahwa kehidupan itu bisa lebih dinikmati dengan semakin panjang karena segala-galanya bisa diciptakan. Kesan-kesan seperti itu muncul manakala kita menyadari keberadaan yang kolektif bersama manusia lain. Ketika kita sadar, kita hidup bersama manusia lain. Saling memberi, saling memberikan manfaat, saling memberikan sumbangan-sumbangan, maka seakan-akan muncul kekuatan itu, kepercayaan diri.
Tetapi seringkali kita lupa bahwa kita juga makhluk individual yang Allah mematikan manusia dengan konsep-konsep yang tidak kolektif. Setiap manusia menghadap Allah secara individu. Hubungan manusia dengan Allah bersifat individual yang tercermin pada Surat Al Baqarah ayat 286:
"…Lahaa Maa Kasabat Wa ‘alayhaa mak tasabat…" artinya: …seseorang mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya…
Termasuk di dalamnya peristiwa kematian. Ia bersifat individual dan tidak bisa dicegah secara kolektif. Biasanya apabila manusia menghadapi kematiannya, ia akan sangat egois. Perhatikan kisah-kisah kapal laut yang karam, pada beberapa peristiwa kecelakaan kapal laut, para penumpangnya lebih menyelamatkan dirinya sendiri, meski di sampingnya ada anggota keluarga terdekat. Seorang ayah, secara sadar atau tidak, melepas anaknya. Suami istri saling melepas pasangannya ketika diamuk gelombang dan disaat mulai tenggelam.
Perhatikan juga Al Qur’an Surat ‘Abasa (80) ayat 33-37:
“Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua) (33) pada hari ketika manusia lari dari saudara-saudaranya (34) dari ibu dan bapaknya (35) dari istri dan anak-anaknya (36) Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya (37)”
Dengan kemajuan teknologi, manusia akhirnya berasumsi kiamat rasanya masih panjang, karena segala macam problem-problem alam, bencana-bencana alam, masih bisa diatasi oleh manusia secara kolektif. Tetapi lain halnya dengan kematian. Ia tidak bisa dihindari secara kolektif maupun individual. Ia kapan saja bisa datang, sehingga wajar orang bilang kematian adalah kiamat kecil.
Jika kita renungkan, semakin hari kiamat kecil semakin dekat dengan kita. Usia kita, meski secara urut baris selalu bertambah, tetapi ternyata semakin mendekati azal, sementara kita tidak sadar apa yang sudah kita perbuat dalam hidup ini.
Allah Swt berfirman dalam surat Al Hasyr (59): 18
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)…"
Lagi-lagi itu tadi; “Iqtaraba linnas” artinya telah semakin dekat bagi manusia saat-saat evaluasi untuk dirinya, saat-saat perhitungan untuk dirinya. Namun kebanyakan manusia terlena dalam kelalaiannya sehingga mengingkari keberadaan mati dan kiamat itu. Secara kolektif mungkin masih berpikiran kiamat ‘masih panjang’ tetapi secara individual tidak lama lagi kita akan mati. Apabila pada setiap pertambahan tahun terjadi pengurangan jatah kehidupan. Sedangkan Allah membatasi usia hingga umur 40 tahun, sekarang 39 tahun, maka sisa satu tahun lagi. Betapa singkat waktu tersisa bagi kita. Rugilah kita apabila hidup tidak diisi dengan iman dan amal shaleh.
Berbicara masalah waktu ada beberapa hal yang berhubungan dengan waktu, antara lain:
• Waktu adalah sesuatu yang unrenewable, sesuatu yang tidak bisa diperbaharui,
• Waktu adalah sesuatu yang unsubstituted, sesuatu yang tidak bisa diganti,
• Waktu adalah sesuatu yang unrecycled, sesuatu yang tidak bisa diulang.
Untuk memahaminya kita ambil permisalan salah satu sumber daya alam kita, minyak bumi. Minyak merupakan sumber daya alam yang terpendam didalam bumi. Fosil-fosil yang ratusan ribu mungkin jutaan tahun terpendam di dalam bumi mendapat tekanan dan temperatur tinggi berubah menjadi minyak. Tetapi ketika minyak sudah disedot keluar dan dibakar, orang tidak bisa memperbaharui, tidak bisa menanam bibit minyak lagi, dia sumber daya alam yang unrenewable, yang tidak bisa diperbaharui. Berbeda dengan tumbuh-tumbuhan, contoh pohon padi, setelah selesai dipanen, kita bisa cari bibitnya, benihnya. Lalu kita tanami kembali. Pohon padi adalah sesuatu yang newable, bisa diperbaharui. Sedangkan waktu tidak bisa diperbaharui kembali.
Tetapi walaupun minyak habis dan tidak bisa diperbaharui, dia masih bisa tersubstitusi artinya ada alternatif pengganti. Jika minyak habis masih ada energi batu bara, energi panas bumi, energi nuklir. Sedangkan yang namanya waktu bukan saja tidak ada alternatifnya, tetapi juga tidak ada pengganti (unsubstitusi). Jadi jika waktu telah habis/berlalu maka tidak ada apa-apa lagi.
Jika waktu bisa diulang (recycled) mungkin kita ingin jadi kanak-kanak lagi. Karena masa kanak-kanak itu masa-masa indah, masa-masa tanpa problema.
Terkadang waktu membuat manusia lupa diri bahwa dia sesungguhnya memiliki kelemahan. Kira-kira melalui cara apa kita bisa introspeksi terhadap diri kita, karena selama ini kadang kita tidak merasa kalau kita telah berbuat suatu kedzaliman atau kesalahan kepada pihak lain, mungkin ada langkah-langkah tertentu agar kita juga mengingat kembali kalau kita salah?
Masalahnya adalah apakah kita bisa melihat diri kita jika kita masih ada di dalam diri sendiri? Mari kita ambil sebuah ilustrasi. Mengapa dalam sebuah pertandingan sepakbola, di dalam stadion, penonton yang berada di tribun atas lebih pintar dari pemain yang ada di lapangan? Karena penonton yang ada di tribun atas berjarak dengan permainan, maka penonton bisa melihat seluruh permainan. Jarak pandang pemain hanyalah apa yang ada di depannya, sedangkan pendangan penonton di tribun atas lebih luas. Mereka bisa melihat kekosongan, kekurangan, kelebihan atau kesalahan pemain. Begitu juga dalam hidup, apakah kita bisa melakukan evaluasi jika kita masih terlibat dalam aktifitas kehidupan?
Kita cenderung baru bisa menghargai isteri kalau sedang jauh darinya. Jika isteri tak ada terpaksa harus masak sendiri, mencuci sendiri dan lain-lain. Para istri juga baru bisa menghargai suami jika sedang jauh dari suami. Jika suami pergi keluar kota, turun hujan lalu atap rumah bocor, banyak air tergenang di dalam rumah, lalu mulai berangan-angan, ”jika saja suamiku ada…, ah kan, lumayan bisa memperbaiki atap yang bocor.”
Jadi agar kita bisa mengevaluasi diri, lepaskan ego. Keluar dari kehidupan diri, keluar dari rutinitas. Untuk bisa melakukan observasi kita harus membuat jarak.

disadur dari ust.Wahfiudin

Salam

Sabtu, 05 Februari 2011

Kejujuran Nabi Muhammad Dalam Berdagang

Walau wilayahnya gurun pasir yang tandus, tetapi letak jazirah Arabia sangat strategis, berada pada posisi pertemuan tiga benua; Asia, Afrika dan Eropa. Hal ini dimanfaatkan penduduk untuk berdagang. Pasar Ukaz di Makkah menjadi pusat perdagangan seluruh Arab, menjadi stasiun perhubungan antara Dunia Timur dengan Dunia Barat, antara Yaman di selatan dan Syam di utara, hingga Persi dan Ethopia di Afrika. Salah seorang dari pedagang itu adalah paman Nabi, Abdul Muthalib yang bertanggungjawab memelihara Muhammad sejak usia delapan tahun.


Walau Abdul Muthalib cukup disegani masyarakat Quraisy, tetapi dari segi kehidupannya jauh dari berkecukupan. Untuk meringankan beban pamannya, Nabi sering mengikuti kegiatan pamannya berdagang, kadang-kadang hingga ke negeri yang jauh seperti Syam (Syria sekarang). Mengikuti kafilah dagang hingga Syam ini sudah dilakoni Nabi waktu beliau masih usia 12 tahun. Tidak seperti pedagang pada umumnya, dalam berdagang beliau dikenal sangat jujur, tidak pernah menipu baik pembeli maupun majikannya. Beliau pun tidak pernah mengurangi timbangan ataupun takaran. Nabi juga tidak pernah memberikan janji-janji yang berlebihan, apalagi bersumpah palsu. Semua transaksi dilakukan atas dasar sukarela, diiringi dengan ijab kabul.

Karena kejujurannya tersebut serta integritasnya yang tinggi, beliau di beri gelar al-Amin yaitu orang yang terpercaya atau orang yang bisa dipercaya. Kejujuran Muhammad (belum jadi Nabi) dalam berdagang ini menarik perhatian seorang pedagang kaya raya yang juga janda bernama Siti Khadijah. Ia meminta kesediaan Muhammad untuk memutarkan modal yang dimilikinya. Kepercayaan yang diberikan Khadijah tidak disia-siakan oleh Muhammad, terbukti beliau berhasil melipatgandakan kekayaan Khadijah.

Selanjutnya hubungan keduanya tidak berhenti sampai disitu saja, tetapi diteruskan dengan hubungan pernikahan. Muhammad pada usia 25 tahun menikah dengan Khadijah yang waktu itu berusia 40 tahun. Suatu hal yang istimewa dari cara Nabi berbisnis ialah bahwa yang dicari tidak laba semata, melainkan terjalinnya hubungan silaturrahim dan keridhaan Allah SWT. Bagi mereka yang tidak sanggup membayar dengan kontan, padahal kondisinya sangat membutuhkan, Nabi memberi tempo untuk melunasi. Tidak jarang terjadi, bagi yang betul-betul tidak sanggup membayar, beliau membebaskannya dari utang.

Tetapi kejujuran Nabi dalam berdagang dan bantuan beliau pada mereka yang lemah dan mereka yang terlilit utang bukannya membuat beliau rugi. Dalam kenyataannya, semua pihak senang melakukan transaksi bisnis dengan beliau. Karena itu, walaupun tanpa menggunakan cara-cara licik dan melakukan penipuan, keuntungan yang beliau raih menjadi lebih besar. Sejarah mencatat bahwa Muhammad adalah pedagang yang paling sukses dalam masyarakat Quraisy waktu itu. Bagi kita yang hidup pada masa sekarang yang bisa dipetik dari pengalaman Rasulullah adalah bahwa pedagang yang jujur itu akan sangat beuntung, bukannya malah buntung.

Wallahu a'lam bishawab

Muhammad Sebagai Pedagang

Nabi besar Muhammad SAW lahir hari Senin tanggal 12 Rabi'ul Awal 571 Masehi dalam keadaan yatim dari keturunan Bani Hasyim. Beliau tidak lahir di tengah-tengah bangsa Mesir yang sudah terkenal sebagai nenek moyang pradaban sejak abad ke-40 SM. Beliau juga bukan lahir dari bangsa Israel, daerah asal para Nabi besar sebelumnya, mulai dari Musa, Daud, Sulaiman dan Isa. Nabi tidak lahir di Yunani yang telah melahirkan filsuf-filsuf dunia seperti Plato, Aristoteles dan Socretes, atau juga tidak lahir di India atau Cina, yang terkenal memiliki peradaban yang tinggi sebelum kedatangan Islam.



Melaikan, beliau dilahirkan di tengah-tengah suku Quraisy yang jahiliyah di Arabia. Tidak seperti provinsi Riau yang kaya dengan sumber daya alam, dibawah minyak diatas minyak. Arabia adalah wilayah padang pasir yang tandus dan waktu itu belum ditemukan minyak. Walau jazirah Arabia dikelilingi laut di tiga sisinya, namun wilayah ini nyaris tidak memiliki sungai kecuali sungai-sungai kecil saja. Dengan kondisi alam seperti ini kegiatan ekonomi terbatas pada usaha pertanian, peternakan, dan perdagangan.


Sebelum datangnya Islam kondisi jazirah Arabia sangat terbelakang. Sebagian besar penduduknya tidak mengenal pendidikan. Karena keterbelakangan dan kebodohan inilah mereka disebut masyarakat jahiliyah. Mereka hidup secara nomaden dari satu tempat ketempat lain. Merampok, berjudi dan minum khamar adalah pekerjaan sehari-hari mereka. Masyarakat jahiliyah terdiri dari kelompok-kelompok politik dan kesukuan dengan keperceyaaan berbeda-beda. Tiap pihak dan kelompok selalu bertengkar, dan sistem yang berlaku adalah hukum rimba. Pendek kata, tidak ada sesuatu yang membanggakan dari masyarakat jahiliyah dilihat dari segi ekonomi, politik, budaya, apalagi moral.

Tetapi uniknya, ditengah kelompok masyarakat yang seperti inilah Nabi Muhammad lahir dan tumbuh jadi pedagang yang sukses, kemudian menjadi Nabi, dan negarawan Islam. Sebagai pedagang yang sukses, beliau pernah berkata bahwa; "Sembilan dari sepuluh sumber rezeki berasal dari perdagangan". Apa yang disampaikan beliau tersebut bukanlah kata-kata kosong belaka. Kenyataanya sepanjang sejarah manusia dapat di buktikan bahwa tidak ada bangsa yang menapak maju tanpa didukung oleh pedagang-pedagang yang tangguh, jujur, dan selalu bekerja keras. Jika perdagangan maju, maka akan menciptakan permintaan terhadap barang-barang dan jasa, baik pertanian maupun industri atau jasa.

Karena kegiatan perdagangan ini sangat besar jasanya dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat, konon Nabi pernah berucap bahwa perdagangan bisa mendatangkan keuntungan lebih besar daipada perang! Saya kurang begitu pasti bagaimana pandangan Nabi jika para pedagang berebut kekuasaan di partai politik. Tetapi yang jelas Nabi tidak penah menganggap pekerjaan sebagai pedagang sebagai profesi yang hina.

Suatu hal yang menarik untuk dipertanyakan; Kalau Nabi Muhammad saja tidak merasa hina jadi pedagang, mengapa kita kurang berminat menggeluti profesi sebagai pedagang, kita malah lebih suka menjadi berdesak-desak menjadi PNS??

Wallahu a'lam bishawab

Jumat, 04 Februari 2011

Cara Memerangi Hawa Nafsu

Al- Hawa bermakna kecenderungan dan kecintaan terhadap sesuatu. Ia tidak hanya digunakan untuk menyatakan kecenderungan satu jiwa manusia untuk menyalahi kebenaran akan tetapi ia juga digunakan untuk kecenderungan kepada kebenaran. Ia dianggap menyalahi kebenaran ketika dikedepankan oleh si pemiliknya atau ditempatkan melebihi kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya, menyalahi batasan-batasan yang telah ditentukan agamanya.

Ibnu Rajab mengatakan bahwa seluruh kemasiatan bermula dari mendahulukan hawa nafsu daripada kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT telah mensifati orang-orang musyrik dengan mengikuti hawa nafsu di beberapa tempat didalam al Qur’an. Sesungguhnya hal itu muncul dari mendahulukan hawa nafsu daripada syariat, karena itulah maka orang-orangnya di sebut ahlul hawa


Setiap hawa nafsu baik itu hawa syubhat maupun hawa syahwat membahayakan keimanan seorang hamba dan diwajibkan baginya untuk mencintai apa-apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya serta membenci apa-apa yang dibenci Allah dan Rasul-Nya agar hawa nafsunya mengikuti syariah, dan inilah yang dituntut dari keimanan seorang hamba.

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Artinya : “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An Nisa [4] : 65)

Di antara bahaya mengikuti hawa nafsu terhadap keimanan seorang hamba Allah adalah :

1. Mengikuti hawa nafsu dapat menghalangi si pelakunya dari berbuat adil didalam hukum dan pergaulan serta akan mendorongnya kepada kezhaliman dan permusuhan. Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa [4] : 135)

2. Mengikuti hawa nafsu akan mendorong pelakunya melakukan perbuatan bid’ah didalam agamanya dan menjauhi sunnah.

وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
Artinya : “Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm [53] : 3–4)
3. Mengikuti hawa nafsu menyebabkan terhalangnya si pelaku daripada hidayah dan taufiq.

وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث ۚ ذَّٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya : “Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya dijulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia menjulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” (QS. Al A’raf [7] : 176)

4. Mengikuti hawa nafsu akan membawa si pelakunya menolak kebenaran dan sesat dari jalan Allah SWT bahkan dapat menyesatkan orang lain darinya.

فَإِن لَّمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ ۚ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Artinya : “Maka jika mereka tidak Menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesung- guhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. sesung- guhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Qashash [28] : 50)
5. Yang paling berat adalah bahwa mengikuti hawa nafsu dapat menjadikan si pelakunya kafir dan keluar dari agama islam.

وَمَا لَكُمْ أَلَّا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُم مَّا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا لَّيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِم بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ

Artinya : “Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, Padahal Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. dan Sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-An’am [6] : 119)

Pokok dari syahwat dunia didalam diri seseorang ada empat, yaitu : wanita, harta, anak-anak dan jabatan atau kekuasaan, sebagaimana disebutkan didalam firman-Nya :

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

Artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali-Imran [3] : 14)

Untuk itu hendaklah setiap mukmin harus ekstra waspada terhadap sikap mengikuti hawa nafsu baik hawa syubhat maupun syahwatnya. Dan diantara yang bisa dilakukan untuk mengalahkan tarikan hawa nafsu yang senantiasa memerintahkan dirinya agar melakukan maksiat, adalah :

1. Takut akan adzab dan siksa Allah SWT. Karena hal ini merupakan pertahanan yang paling kokoh untuk menghindarinya dari mengikuti hawa nafsu, sebagaimana firman-Nya :

وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ

Artinya : “Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm [53] : 3–4)

Al Imam Ibnu Jarir ath Thabari mengatakan,”Adapun siapa yang takut akan pertanyaan Allah terhadap dirinya tatkala ia berdiri dihadapan-Nya pada hari kiamat. Maka bertakwalah kepada-Nya dengan mengerjakan berbagai kewajiban-Nya serta menjauhi berbagai maksiat-Nya. Dia mengatakan, ”Melarang jiwanya daripada hawa nafsunya didalam hal-hal yang dibenci Allah dan tidak diredhoi oleh-Nya serta menghindar darinya. Kemudian menempatkannya kepada hal-hal yang diperintahkan Tuhannya, sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.”

2. Senantiasa meminta pertolongan kepada Allah Yang menggenggam hati hamba-hamba-Nya. sesungguhnya Allah telah menjanjikan hidayah kepada orang-orang yang meminta petunjuk kepada-Nya, sebagaimana disebutkan didalam hadits qudsi, ”Hai hamba-Ku, kamu sekalian berada dalam kesesatan, kecuali orang yang telah Aku beri petunjuk. Oleh karena itu, mohonlah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikannya kepadamu!” (HR. Muslim)

3. Berlindung kepada Allah dari kejahatan hawa nafsu dan syahwat jiwa. Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa, sebagaimana disebutkan didalam hadits Khutbah al Hajah, ” Dan kami berlindung kepadanya dari kejahatan jiwa kami dan kejelekan perbuatan-perbuatan kami.” (HR. Nasai), (dari kitab : Min Mu’awwiqat ad Da’wah ‘Ala Dhaui al Kitab wa as Sunnah)

Salam

Selasa, 01 Februari 2011

SHALAT SUNNAH LIDAF’IL BALA’

Shalat sunnah ini di lakukan pada hari Rabu Terakhir di Bulan Shafar


Shalat sunnah Lidaf’il Bala’ artinya adalah shalat sunnah untuk menolak atau mencegah dari berbagai bala yang akan menimpa kita. Oleh karena itu setiap hari kita dianjurkan untuk melakukannya pada waktu yang tidak ditentukan atau kapan saja selain pada waktu karahah (waktu yang dilarang untuk melakukan shalat sunnah).
Dalam Kitab Khozinatul Asror halaman 39, terdapat hadist shahih dari Abi Ali Hasim bahwa Rasulullah saw bersabda, “idzaa ashobatkum mushibatun aw najalat bikum faaqotun fatawadhouu wa sholuu arbaa rakaatin wayaquulu ba’dahaa ad-du’a faraja Allahu bikum..” Artinya : “Apabila menimpa kamu semua suatu musibah atau bala maka berwudlulah dan shalatlah 4 rakaat dan setelahnya berdoalah maka Allah akan melepaskan dari semua itu..”
Di dalam kitab Al-Jawahir al-Khomsi dan juga kitab Kanzunnajah, Syekh al-Kamil Fariduddin Sakarjanji menyatakan, "Saya telah melihat dalam aurad Al-Khawaja Mu’inuddin qs, sesungguhnya dalam tiap tahun Allah swt menurunkan 320.000 bala' penyakit dan seluruhnya pada hari Rabu akhir di bulan Shafar. Maka hari tersebut merupakan hari yang tersusah dari hari-hari yang lain dalam satu tahun".



Maka berdasarkan hadits nabi diatas, serta referensi dari para ulama ‘arif billah yang terdapat dalam kitab-kitab mu’tabarah tersebut, syaikh mursyid kita kemudian mengeluarkan bimbingan irsyad berupa Shalat Sunnah Lidaf'il Bala setiap hari Rabu terakhir di bulan Shafar. Pada tahun ini pelaksanaannya insya Allah jatuh pada tanggal 2 Februari 2011.
Tata cara shalat sunnah Lidaf'il Bala berdasarkan keterangan yang tercantum dalam kitab al-Jawahir al-Khomsi halaman 51-52, dilaksanakan pada waktu pagi hari Rabu terakhir di bulan Shafar (setelah shalat sunnah Isyraq, Isti'adzah dan Istikharah), sebanyak 4 rakaat 2 kali salam. Niatnya :

.

Setiap rakaat ba'da Al-Fatihah membaca :
- Surat al-Kaustar 17 kali,
- Surat al-Ikhlash 5 kali,
- Surat al-Falaq dan an-Nas masing-masing 1 kali
Setelah salam lalu membaca istighfar berikut ini :

(ada teks arabnya).....

Artinya:
Saya memohon ampun kepada Allah yang Maha Agung. Saya mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Tuhan yang hidup terus dan berdiri dengan sendiri-Nya. Saya mohon taubat selaku seorang hamba yang banyak berbuat dosa, yang tidak mempunyai daya upaya apa-apa untuk berbuat mudharat atau manfaat untuk mati atau hidup maupun bangkit nanti.

Dilanjutkan dengan membaca Do'a Lidaf'il Bala berikut ini:

(ada teks arabnya)......

Artinya : "Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Wahai yang maha kuat, wahai yang maha menempatkan. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dengan kalimat-Mu yang sempurna dari angin merah dan dari penyakit yang besar di jiwa, darah, daging, tulang dan urat. Maha Suci Engkau apabila memutuskan sesuatu hanyalah berkata kepadanya, "Jadilah" maka "jadilah ia", Allah maha besar...3x..., dengan rahmat-Mu wahai yang maha penyayang diantara penyayang.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger