Jumat, 17 Juli 2009

JALAN MENUJU KEABADIAN

Kematian, adalah keniscayaan. Tak satu jiwapun mampu menghindarinya. Nyaris semua orang merasa sangat berat meninggalkan hidup ini. Semua berkata dalam hatinya seperti ucapan Khairil Anwar: "Aku ingin hidup seribu tahun lagi". Al-Quran pun menggunakan kalimat serupa:"Setiap seseorang diantara mereka menginginkan seandainya dia diberi umur seribu tahun....(QS:2:96). Keinginan kekal itu digunakan Iblis untuk menipu Adam as dan pasangannya sehingga mereka berdua memakan buah pohon khuld/pohon keabadian (QS:20:103).
Keinginan hidup kekal antara lain disebabkan karena umur manusia tak sepanjang harapan dan cita-citanya. Maut jadi bahasan agama dan filsafat, bahkan sementara filsuf menegaskan bahwa maut adalah asal usul semua agama. Para fi;suf mempunyai dua pandangan yang bertolak belakang tentang hidup Ada yang pesimis, memandang hidup sebagai sesuatu yang berat, penuh kesulitan lalu berakhir dengan maut yang berarti kepunahan.

Ada juga yang optims memandang hidup sebagai kehormatan dan tanggungjawab yang dapat berakhir dengan kebahagiaan dan keabadian yang baru diperoleh melalui maut. Sebagian yang pesimis, menganut faham mumpung: "Selam anda masih hidup, maka lakukan apa saja yang menyenangkan hati sekaligus mewujudkan eksistensi Anda. Jangan hiraukan apapun, karena pada akhirnya suka atau tidak suka, Anda pasti berakhir".
Yang optimis menilai kematian bukan akhir dari segala-galanya. Keberadaan kuburan dan menziarahinya yang dilakukan oleh manusia primitif hingga manusia moderen, membuktikan bahwa manusia enggan menganggap kematian sebagai kepunahan. Yang meninggal dunia, hanya berpindah dari satu tempat ketempat lain. Mereka mersa masih dapat berhubungan bukan saja melalui do'a tetapi juga tak sedikit yang menyampaikan keluhan dan harapan kepada yang telah berpulang itu. Bahkan ada yang membuat patung-patung bagi yang telah berpulang untuk mereka sembah.

Yang optimis menilai bahwa perjalanan manusia mencapai kesempurnaan haruslah melalui pintu kematian, tak ubahnya sepeti ayam. Unggas ini tak dapat meraih kesempurnaannya kecuali dengan meninggalkan kulit telur yang menjadi tempatnya sebelum menetas. Bumi tempat manusia hidup adalah "kulit telur" manusia. Kematian adalah tangga menuju keabadian, hidup yang tanpa mati.Al-Quran paling tidak menggunakan empat kata untuk menggambarkan kematian.

1]Maut, yang mengisyaratkan berpisahnya ruh dari badan. Ruhnya sebenarnya masih tetap ada, dia hanya meninggalkan tubuh biologisnya saja, dan tubuh biologis akan hancur menyatu dengan tanah. 2]Ajal/batas akhir sesuatu. Siapa yang meninggalkan dunia maka telah sampai ke batas akhir dari keberadaannya di dunia. Tetapi "aku"nya tetap ada dan beralih bersama ruh ruh di alam yang berbeda.3] Wafat/sempurna. Ynag meninggal dunia telah sempurna keberadaannya di pentas bumi dan telah memainkan peranannya sebagai khalifatullah di muka bumi. Ini juga mengajarkan bahwa jangan pernah menduga yang meninggal dengan kecelakaan atau terbunuh, wafat sebelum waktunya, atau bahwa seandainya itu tak terjadi maka yang bersangkutan masih dapat berada di pentas bumi.4] Ruju'/kembali. Dari akar kata ini kalimat yang diajarkan untuk di ucapkan ketika mendengar berita kematian, "Sungguh kami milik allah dan sungguh kami hanya kepadaNya akan kembali."

Kata ini memgingatkan tentang kembalinya yang meninggal ke asalnya. Salahsatu kesan yang hendak digambarkan oleh kata ini, bahwa kembali tersebut menyenangkan. Bukankah kembali/mudik ke kampung halaman dan bertemu dengan sanak keluarga merupakan kenikmatan ruhani yang sangat dalam? Bukankah untuk mudik seseorang rela berletih-letih bahkan mengeluarkan biaya untuk mendapatkan kenikmatan itu? Alhasil ketika berbicara tentang maut, agama Islam berupaya mempertebal optimisme penganutnya sekaligus mengurangi rasa cemas dan takutnya.

Memang maut betapapun banyak riwayat yang menyatakan kepedihan sekaratnya, tetapi ia ringan jika hanya itu yang dihadapi. Keyakinan agama menekankan bahwa hanya tiu, tetapi ada perhitungan, ada surga dan ada neraka. Itulah yang jauh lebih mengkhawatirkan ketimbang maut. Dan karena itulah perlu persiapan yang serius menghadapi hidup sesudah mati. Wallahhu alam bishawab.

di kutip dari M.Quraish Shihab

style="font-weight:bold;">

















0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger