Kamis, 16 September 2010

JIKA SAYA.....

Bulan nan indah telah meninggalkan kita. Tentu dalam waktu selama satu bulan menorehkan banyak hal. Baik berupa goresan keindahan maupun gurat kesedihan nan dalam. Karena saat lebaran selain bertemu dengan orang-orang yang kita cintai, tapi banyak juga kecelakaan di jalan raya yang akhirnya menghantarkan mereka yang dirindui berpulang ke kampung yang kekal.

Rasanya waktu yang kita jalani sungguh sangat “sejenak”. Terlalu banyak masih yang ingin kita “tabung’. Masih ada celah-celah yang belum kita tambal. Masih ada luka yang menganga. Masih ada sobekan hati yang belum tersembuhkan. Bahkan kedekatan kepada Allah terasa masih sangat jauh.

Walau kita telah berusaha memperbanyak tilawah, shalat-shalat sunnah, sedekah dan lainnya, terasa waktu mampirnya ramadhan sangat jauh dari yang kita harapkan.


Ramadhan yang agung, memang waktu yang sangat tepat untuk merajut ketaqwaan yang tinggi. Kondisi lingkungan yang turut mendukung, membuat kita mampu termotivasi untuk tidak membiarkan ramadhan berlalu hanya dengan sedikit goresan indah.

Ramadhan nan sejuk. Betapa mudahnya tangan kita terulur untuk berbagi dengan sesama. Betapa mudahnya kita untuk mejaga lisan. Betapa berhati-hatinya kita untuk tidak memikirkan sesuatu yang akan mengotori hati kita.

Lebaran pun tiba, apa yang terjadi?

Untuk menghidupkan setengah saja suasana ramadhan disaat lebaran, memang sangat sulit. Saat berakhirnya ramadhan, sepertinya suasana dilingkungan kita menjadi “hingar-bingar’ dengan urusan duniawi. Semisal persiapan mudik, atau pun menu-menu yang terhidang untuk menyambut tamu. Bahkan kadang karena lebaran pula, shalat tepat waktu tidak dapat kita lakukan.

Silaturahmi sebuah hal yang memang baik, yang telah menjadi tradisi di masyarakat kita. Silaturahmi merupakan sebuah tanda lebaran yang bermakna. Karena kita sangat mudah untuk meminta maaf maupun memaafkan orang lain.

Silaturahmi yang kita lakukan, menjadikan rasa jauh dengan kerabat, tergantikan dengan kerinduan akan masa-masa indah disaat kecil. Berkumpul dengan keluarga besar orangtua kita, tentu sangat manis dikenang. Kekerabatan yang terikat erat, karena tradisi pulang kampung.

Apa yang terpikirkan saat lebaran?

Ketika bersilaturahmi di beberapa keluarga. Saya memperhatikan menu-menu makanan yang begitu lezat. Pakaian-pakaian baru yang begitu indah mereka kenakan. Saya memikirkan, betapa dibeberapa tempat di negara kita Indonesia ini, masih banyak saudara kita yang kelaparan. Masih banyak anak-anak yang belum mempunyai pakaian layak pakai saat lebaran.

Mereka, jangankan untuk makanan lezat, untuk mengisi perut saja, mereka rela untuk berdesak-desakan antri di rumah dermawan yang membagikan zakat senilai lima belas ribu rupiah. Yang bagi kita saat ini, hanya cukup dibelikan sepasang kaos kaki untuk anak-anak.

Sementara ada diantara kita, memberikan perhatian lebih untuk sebuah lebaran, dengan menyediakan anggaran yang spektakuler, khususnya untuk pakaian. Padahal mungkin saja masih banyak pakaian baru, yang tergantung di tempat penyimpanan pakaian.

Ada juga beberapa ibu-ibu, bukan hanya saat lebaran membeli pakaian, tapi hampir setiap bulan mengeluarkan koceknya untuk hal yang satu ini. Bahkan sepertinya pakaian yang mereka kenakan tak pernah buram, karena seringkali tergantikan dengan yang masih fresh.

Kadang saya melihat, sebuah pakaian yang dipakai lebaran, ternyata setelah lebaran hanya tergantung di almari pakaian yang sunyi. Pakaian itu hanya berdiam disana, tanpa memberikan nilai tambah bagi si empunya.

Jika saja,…….

Yah jika saja, mereka yang telah punya banyak pakaian, mau menahan diri untuk satu kali saja tidak membeli lebaran kali ini, dan anggaran untuk pembeliannya dibelikan mukena atau baju muslim untuk kaum dhuafa. Betapa bernilainya pemberian itu.

Pemberian yang akan memberikan kecerahan bagi yang memilikinya, dan tentu bagi sang tangan yang diatas, merupakan deposito amal yang panjang.

Karena bila sebuah pakaian dipakai oleh seorang yang shaleh, yang akan digunakannya untuk shalat, pergi ke pengajian atau mengisi ta’lim, tentu pakaian yang dipakainya turut mendapatkan keberkahan itu. Dan sang pemberi pakaian pun akan mendapatkan aliran “dana” pahala yang bejibun.

Jika saja, mereka yang punya berlusin-lusin pakaian indah, yang masih teronggok di lemarinya yang mewah, mau membagikan sebagian saja pakaian mereka untuk para fakir miskin, tentu itu lebih bermanfaat daripada menahan barang tersebut karena alasan ; barang itu sayang diberikan kepada orang-lain karena dibeli dengan harga mahal atau spesial.

Jika saja, kita semua mau mengurangi sedikit saja pengeluaran lebaran yang lumayan “menggiurkan” bagi saudara kita yang serba kekurangan, tentu itu lebih bermanfaat daripada mengisi perut tamu-tamu kita yang memang telah rutin memakan menu istimewa di kesehariannya.

Jika saja….

Mungkin saja itu hal yang muluk menurut kita, tapi bukankah hal itu dapat kita lakukan, jika kita mau?

Salam

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger